Thursday, May 27, 2010

Dakwah Kepada Atheis (3)

3. Tanda-Tanda Yang Dapat Ditangkap Dengan Panca Indra
Di antara dalil-dalil yang menunjukkan wujud Allah dan rububiyah-Nya bahwa Allahlah yang paling berhak untuk disembah adalah dalil-dalil yang dapat didengar dan dilihat oleh panca indra. Dan dalil ini ada dua macam:
a. Terkabulnya doa di setiap waktu
Tak dapat terhitung berapakah hamba Allah yang dikabulkan doanya. Berapa banyak yang meminta kepada-Nya dan Allah pun mengangkat darinya musibah tersebut. Ini semua merupakan tanda-tanda nyata serta tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang-orang yang sombong.
Berapa banyak orang-orang mukmin yang kelaur dengan hati taubat dan meminta kepada Rabb mereka agar menurunkan hujan. Kemudian datang awan kelam disertai mendung yang menaungi desa atau kota di mana mereka orang-orang berdoa di sana dan turunlah hujan. Padahal desa disekitarnya tidak terkena hujan sedikitpun. Berapa banyak pula orang-orang yang terdesak mendapatkan jalan keluar dari masalah mereka. Dan seringkali permintaan tersebut terkabul dengan segera. Allah berfirman:
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الأرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلا مَا تَذَكَّرُونَ
"Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya)." (An Naml: 62)
Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya: "Allah mengingatkan bahwa Dialah yang diseru ketika manusia memiliki kebutuhan yang sangat. Tidak ada seorangpun yang menemui kesusahan kecuali pasti kepada-Nya mereka berdoa."
Hal ini disaksikan oleh jutaan kaum muslimin dan jutaan manusia lainnya di belahan bumi timur dan barat.
Siapakah yang mendengar doa yang meminta pertolongan kemudian mendatangkan pertolongan dan menurunkan hujan? Apakah dia berhala yang tidak dapat melakukan apapun?
Sebenarnya semua ini menjadi bukti yang dapat dicerna oleh pikiran manusia, bahwasanya mereka mempunyai Rabb, yang mengatur mereka, mendengar, melihat dan mengijabahi doa mereka. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Anas bahwa ada seorang memasuki masjid pada hari Jum'at dari pintu yang menghadap Darul Qadla' (rumah 'Umar bin Al Khaththab). Saat itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang berdiri menyampaikan khutbah, orang itu lalu berdiri menghadap Rasulullah seraya berkata, "Wahai Rasulullah, harta benda telah habis dan jalan-jalan terputus. Maka mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan buat kami!" Anas bin Malik berkata, "Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya seraya berdoa: "Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan." Anas bin Malik melanjutkan, "Demi Allah, sebelum itu kami tidak melihat sedikitpun awan baik yang tebal maupun yang tipis. Juga tidak ada antara tempat kami dan bukit itu rumah atau bangunan satupun. Tiba-tiba dari bukit itu tampaklah awan bagaikan perisai. Ketika sudah membumbung sampai ke tengah langit, awan itupun menyebar lalu turunlah hujan." Anas bin Malik berkata, "Demi Allah, sungguh kami tidak melihat matahari selama enam hari. Kemudian pada Jum'at berikutnya, ada seorang laki-laki masuk kembali dari pintu yang sama sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang beridiri menyampaikan khutbahnya. Orang itu lalu berdiri menghadap beliau seraya berkata, "Wahai Rasulullah, harta benda telah binasa dan jalan-jalan pun terputus. Maka mintalah kepada Allah agar menahan hujan dari kami!" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun mengangkat kedua tangannya seraya berdoa: "Ya Allah turunkanlah hujan di sekitar kami saja dan jangan membahayakan kami. Ya Allah turunkanlah di atas bukit-bukit, dataran tinggi, jurang-jurang yang dalam serta pada tempat-tempat tumbuhnya pepohonan." Anas bin Malik berkata, "Maka hujan pun berhenti. Lalu kami keluar berjalan-jalan di bawah sinar matahari."
Hadits ini merupakan satu ayat dari ayat-ayat Allah yang menunjukkan akan keberadaan-Nya, Dialah yang maha Kuasa atas segala sesuatu, dan hal seperti ini sering terjadi dikalangan manusia.
Tentunya setiap orang yang menyaksikan semua hakekat ini akan terusik akalnya dan mengakui bahwa ada Rabb Yang Maha Kuasa Maha Melihat Maha Mendengar Maha mengkabulkan do’a.
b. Mukjizat
Ini merupakan tanda terbesar yang menunjukkan adanya yang mengutus para Rasul. Sebab hal ini merupakan perkara yang di luar kemampuan manusia. Allah memberikannya sebagai penguat para rasul-Nya dan untuk melindungi mereka.
Sebagai contoh adalah Mukjizat nabi Musa as. Ketika Allah memerintahkannya untuk memukul laut dengan tongkatnya. Maka diapun memukulnya dan seketika laut terbelah menjadi dua dan airnya menjulang tinggi bak gunung. Kaum nabi Musa pun dapat melewati laut tersebut dan menyelamatkan diri dari kejaran Fir'aun dan bala tentaranya. Allah berfirman:
فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ
"Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu". Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar."
(Asy Syu'aro: 63)
Mukjizat nabi Isa yang dapat menghidupkan mayat dan mengeluarkannya dari kubur mereka dengan izin Allah, menciptakan burung dari tanah serta menyembuhkan orang buta.
وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتَى بِإِذْنِي
“Dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku”(Al Maidah: 110)
Mukjizat nabi Muhammad  yang dapat membelah bulan. Yakni ketika orang-orang quraisy meminta tanda kebenaran kepada beliau. Maka Rasulullah  pun menunjuk ke bulan dan terbelahlah menjadi dua. Mereka semua melihat kejadian tersebut dengan nyata.
اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ(1) وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ(2)
“Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat sesuatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: "(Ini adalah) sihir yang terus menerus".(Al Qomar: 1-2)
Tanda-tanda tersebut merupakan tanda paling nyata yang menunjukkan keberadaan Allah
4. Dalil Syar'iyah
Jalan menuju hidayah adalah dengan mengikuti apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Yakni mengumpulkan dan menggabungkan antara dalil naqli dan dalil aqli. Dalil naqli inilah petunjuk yang paling berpengaruh dalam menunjuki manusia kepada ma'rifatullah dan beriman kepada-Nya. Serta mendorong yang diberi petunjuk untuk beramal guna mensucikan diri serta membawa kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Berbeda dengan dalil aqliyah. Walaupun dapat mengeluarkan seseorang dari kebimbangan dan kebingungan fikiran. Namun tidak dapat membersihkan jiwa, tak dapat meluruskan akhlak, serta tak dapat mengeluarkan seseorang dari kekafiran hingga dia beriman dengan dalil-dalil syar'iyah dan beramal dengan konsekuensinya.
Dan semua kitab samawiyah berbicara bahwa Allah Pencipta segala sesuatu. Dan hanya Dialah yang berhak untuk diibadahi. Serta hukum-hukum yang mengandung maslahat untuk kehidupan manusia menunjukkan Dialah Rabb Hakim yang mengetahui semua maslahat hambanya. Semua pengkabaran tentang alam semesta menunjukkan kebenaran-Nya dan menunjukkan bahwa dialah Rabb yang berkuasa untuk menciptakan segala sesuatu yang Dia kabarkan.
Secara ringkas dalil syar'iyah menetapkan wujud Allah. Dialah Rabb segala sesuatu, pemiliknya, dan pengatur segala sesuatu di dalamnya. Maka selayaknya ibadah diperuntukkan baginya.

Adapun cara yang digunakan oleh dalil syar'I dalam menetapkan hal itu ada dua:
1. Kabar Allah yang benar, yaitu apa yang dikabarkan oleh Allah, dan apa yang dikabrakan oleh Rasul-Nya semuanya adalah benar. Dan tidak ada diatara kabar-kabar tersebut yang bersifat berntentangan dengan dalil aqly dan sam’I, karena sesungguhnya yang ditetapkan oleh pendengaran yang sehat tidak bertentangan dengan akal yang sehat, begitu juga akal yang sehat pasti sesuai dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah , akan tetapi apa yang bertentangan dengan akal maka itu semua bukanlah dalil yang benar.
2. Dalil-dalil al-Qur’an dengan memberikan permisalan, karena sesungguhnya dalil-dalil aqli menetapkan akan tuntutan ini, maka yang demikian ini dinamakan dalil syariyyah aqliyyah, dikatakan dalil syar’i, karena syariat telah menetapkannya, dan disebut dalil aqli karena secara akal sehat pasti mempercayainya, sebagaimana dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ(21) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ(22)
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”(QS. Al-Baqorah:21,22)
Adapun dalil syar’I yang menunjukkan akan wujud Allah, Dia lah Rabb yang mengatur segalanya, dan hanya Dia lah yang berhak diibadahi, tidak ada selain-Nya ada dua cara:
a. Allah mengajak penglihatan dan hati untuk memikirkan segala ciptaan
Allah menjelaskan dalam kitab-Nya ayat-ayat kauniyah yang menunjukkan wujud-Nya, kesempurnaan kekuasaan-Nya, keagungan pengaturan di dalamnya, kedetailan ciptaan-Nya. Di antaranya penciptaan manusia, hewan, tumbuhan, angin yang berhembus, pergantian malam dan siang serta ayat-ayat lain yang menunjukkan keagungan Sang Pencipta. Allab berfirman:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي في الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (164(
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (Al Baqoroh: 164)

b. Mukjizat para nabi
Allah menguatkan rasul-Nya dengan mukjizat yang di luar kemampuan akal. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kebenaran nubuwatnya, serta menetapkan kerosulannya. Apabila nubuwat atau kenabian seorang rasul telah tetap maka hal itu menunjukkan kebenaran sang pengutus. Sebab pembenaran terhadap utusan menuntut konsekuensi pembenaran terhadap adanya yang mengutus.

Khotimah
Bagaimanapun orang-orang atheis berhak mendapatkan dakwah kita. Bagaimanapun keadaan mereka bukan berarti menjadikan kita berpaling dan tidak berdakwah kepada mereka. Inilah jalan yang dipahami oleh para shalafush shaleh. Begitu juga datang ayat-ayat dan hadits yang menunjukkan tentang metode dakwah kepada mereka. Maka selayaknya bagi setiap dai untuk mempelajarinya sehingga amanah yang dia emban dapat terlaksana dengan semestinya.

Dakwah Kepada Atheis (2)

Setelah mengetahui bagaimana kedudukan mereka, tentu dalam menyeru mereka memerlukan metode tersendiri. Dibutuhkan seni dalam berdakwah kepada mereka. Setidaknya ada beberapa metode yang dapat digunakan.
1. Dalil Fitriyah
Fitroh adalah keadaan awal manusia diciptakan. Rasulullah  bersabda:
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تَنْتَجُ الْبَهِيْمَةَ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْنَ فِيْهَا جَدْعَاءَ؟
"Tidaklah setiap anak yang terlahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitroh. Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana binatang ternak yang melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna. Apakah kalian mendapatkan dia cacat?”
Hikmah berdakwah kepada mereka adalah seorang dai menggunakan dalil-dalil fitriyah. Dia menjelaskan bahwa setiap anak yang terlahir dalam bentuk apapun siap menerima agama, apabila dibiarkan begitu saja maka dia akan condong terhadap apa yang disukai. Dan setiap anak terlahir dengan mengetahui Allah  dan menetapkan-Nya sebagai Rabb yang berhak disembah. Bahkan jika seseorang dibiarkan dalam keadaan fitrahnya niscaya dia akan tetap mengakui bahwa setiap yang ada ini, semuanya pasti ada yang menciptakan.
Maksud fitroh adalah fitroh Islam dan selamat dari keyakinan-keyakinan batil serta menerima aqidah shohihah. Sesungguhnya hakekat Islam adalah berserah diri hanya kepada Allah semata.
Rasulullah  menjelaskan bahwa selamatnya hati dari cacat layaknya selamatnya badan dari aib. Sedangkan cacat merupakan perkara yang baru –dalam artian setelah dia dilahirkan-. Rasulullah  bersabda:
إِنِّيْ خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءَ كُلُّهُمْ وَ إِنَّهُمْ أَتْتْهُمُ الشَّيَاطِيْنُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِيْنِهِمْ وِ حَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ وَ أَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوْا بِيْ مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانَا
"Sesungguhnya Aku menciptakan hambaku dalam keadaan lurus. Kemudian setan mendatangi mereka dan memalingkan dari agama mereka. (Setan tersebut) mengharamkan apa yang telah Aku halalkan bagi mereka dan memerintahkan untuk menyekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak ku beri kekuasaan."
Imam nawawi mensyarh hadits ini:” Manusia diciptakan dalam keadaan fitroh yakni muslim. Ada yang mengatakan mereka suci dari maksiat. Pendapat lain bahwa mereka lurus dan mau menerima hidayah. Namun syaithon menggelincirkan mereka dan menghalangi mereka dari agama mereka.
Ibnu Taimiyah memberikan permisalan dalam masalah fitrah dengan mengatakan: "Permisalan fitroh dengan kebenaran seperti mata dengan matahari. Maka setiap yang memiliki mata, apabila tidak dihalangi dengan hijab tentu dapat melihat matahari. Sedangkan keyakinan batil seperti yahudi, nasrani, dan majusi seperti hijab (penghalang) yang menghalangi mata untuk melihat matahari. Begitu juga setiap yang memiliki panca indra yang sehat suka terhadap rasa manis. Kecuali apabila terdapat kerusakan dalam jaringannya sehingga mengubah rasa manis terasa pahit.
Bukan berarti ketika dia terlahir dalam keadaan mengenal Islam dan meyakini Islam dengan amalannya. Sebab Allah berfirman:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (An Nahl: 78)
Akan tetapi maksudnya adalah fitrohnya untuk mengetahui Islam dan mau menerima kebenaran serta menetapkan Rububiyatullah. Apabila dia tidak diajari selain Islam tentu dia akan menjadikan Islam sebagai agamanya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh imam muslim:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ يُولَدُ إِلَّا وَهُوَ عَلَى الْمِلَّةِ حَتَّى يُبَيِّنَ عَنْهُ لِسَانُهُ
“tidaklah setiap anak yang dilahirkan kecuali dalam keadaan di atas millah (Islam), hingga dia mengucapkannya dengan lisannya.”
Allah telah mengabarkan bahwa dia mengeluarkan keturunan bani Adam dari tulang sulbi mereka dalam keadaan sebagai saksi terhadap diri mereka bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Al A'rof: 172)
Sebagai bukti dari ini semua adalah seseorang yang mempunyai akal sehat tentunya dia sangat membutuhkan kepada sang Pencipta dalam hal keberlangsungan hidupnya. Mereka sangat membutuhkan kepada Penciptanya dalam hal rizkinya, dalam hal menghilangkan dari mara bahaya yang akan menimpanya. Contohnya saja ketika seseorang ditimpa akan bahaya, pasti dia menyerahkan semuanya hanya kepada Allah, karena mereka yakin bahwa bahaya itu tidak datang dengan sendirinya, akan tetapi ada yang mendatangkannya dan pasti ada juga yang menghilangkannya, yaitu Allah  yang Maha Menciptakan, yang Maha Hidup, Mengetahui segala sesuatu dan yang berkuasa untuk mengatur segalanya.
Dengan demikian jika seseorang itu lalai terhadap fitrah ini ketika dalam keadaan senang akan tetapi pasti dia tetap akan meminta perlindungan kepada Allah ketika dalam keadaan bahaya, karena mereka juga mengeahui secara fitrah bahwa Allah lah yang dapat menghilangkan mara bahaya, dan tidak ada tempat bergantung dan meminta pertolongan kecuali hanya kepada Allah saja. Karena pada dasarnya setiap makhluk diciptakan dalam tabiat yang mengakui terhadap rububiyyah Allah dan wahdaniyyah-Nya.

2. Dengan Dalil-Dalil aqliyah
Apabila orang-orang atheis, komunis, dan yang lainnya mengingkari wujud Allah  maka metode dakwah kepada mereka dapat menggunakan metode dalil-dalil aqliyah sebagai berikut:
a. Pembagian Akal Dengan Bijaksana
b. Yang Tidak Ada Tak Dapat Mencipta
c. Sesuatu Yang Tidak Mempunyai Tidak Memberi
d. Tiada Kata Kebetulan
e. Berdebat dengan mereka
f. Hukum Klausal (Sebab-Akibat)
g. Ciptaan Menunjukkan Sebagian Sifat Sang Pencipta

 Pembagian Akal Dengan Bijaksana
Bisa di tarik kesimpulan bahwa setiap orang yang mengingkari keberadaan Allah  dan Rububiyah-Nya terhadap perkara-perkara yang dia akui atau kalau tidak begitu berarti dia dalam keadaan gila, maka hendaknya disampaikan kepada mereka akan suatu perkara yang hanya bisa dibagi tiga dan tidak ada yang keempatnya:
Pertama: sesungguhnya setiap mahluk ini ada dengan sendirinya secara tiba-tiba, tidak ada yang menciptakannya. Maka hal ini adalah perkara yang sangat mustahil dan setiap akal akan menolak pernyataan ini. siapa yang berperasangka seperti itu maka dia adalah orang yang akalnya gila, dikarenakan setiap yang berakal akan mengetahui bahwa suatu benda itu tidak akan ada kalau tidak ada yang menciptakan, maka setiap barang yang ada itu harus ada yang menciptakan, hal ini tidak bisa diinkari.
Kedua: setiap makhluk itu ada karena dia sendiri yang menciptakan diri mereka, hal ini juga sangat mustahil, tidak bisa diterima oleh akal sehat, karena setiap orang yang berakal itu pasti meyakini bahwa makhluk itu tidak bisa menciptakan diri mereka dengan sendirinya, karena sebelum benda itu ada, dia tidak berbentuk apa-apa , maka bagaimana dia bisa menciptakan diri mereka sendiri.
Maka jika dua bagian diatas tidak bisa diterima secara akal sehat dan fitrah manusia maka pasti akan menerima yang ketika:
Ketiga: semua mahluk yang ada ini baik dari golongan bawahan maupun golongan konglomerat, ini semua adalah sebuah kejadian yang pasti ada yang membikinnya, pasti ada yang menciptaka,yang mengatur dan yang mengurusi, Dialah Allah  yang menciptakan segalanya, yang mengaturnya dan yang memberi rizki kepada semuanya. Sebagaimana Allah telah berfirman:
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
Artinya: Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?
Sebagaimana Jubair bin Mut’im sangat terkesan ketika dia mendengar ayat ini dari Rasulallah . Dia berkata, “aku mendengar Rasulallah  menbaca surat ath-Thur ketika sholat magrib, dan ketika sampai pada ayat:
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ بَل لا يُوقِنُونَ أَمْ عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ الْمُسَيْطِرُونَ
Seakan-akan hatiku mau terbang”
Jadi setiap makhluk pasti ada yang menciptakan, dan perbuatan pasti ada yang mengerjakannya. Dan ini adalah keputusan final yang tidak perlu penjelasan lagi, semua akal sehat pasti mengetahui akan hal ini , maka barang siapa yang ragu dalam permasalahan ini maka sangat jelas akan kesesatannya
 Yang Tidak Ada Tak Dapat Menciptakan
Kaidah aqliyah yang selayaknya digunakan oleh dai adalah “Yang tidak ada tidak dapat menciptakan”. Maka sesuatu ang tidak ada wujudnya tidak dapat mencipta sesuatu apapun karena tiada ada wujudnya.
Apabila seseorang yang berakal memperhatikan makhluk-makhluk yang melahirkan dari kalangan manusia, hewan yang beranak, angin bertiup, hujan turun, gemuruh suara halilintar, pergantian malam dan siang, peredaran matahari, bulan, bintang yang begitu teraturnya. Apabila dia memperhatikan ini semua tentu akalnya akan berkata bahwa ini semua bukan ciptaan dari yang tidak ada. Namun ini diciptakan oleh sang pencipta dari yang maujud (yang ada).
 Sesuatu Yang Tidak Mempunyai Tidak Memberi
Merupakan hal maklum (yang telah diketahui) bahwa yang tidak memiliki harta tidak akan dimintai sesuatu. Orang yang bodoh tidak akan bisa memberikan ilmu. Sebab yang tidak mempunyai sesuatu tidak akan memberi.
Apabila mereka menyangka bahwa materi inilah yang menciptakan, sungguh menyelisihi akal dan kebenaran. Sebab alam ini menyaksikan bahwa penciptanya adalah yang maha bijaksana, maha mengetahui, yang memberi rizki. Sedangkan materi adalah tidak memiliki sesuatupun.
Yang sangat mengherankan lagi adalah orang yang menyangka bahwa materilah yang menciptakan sesuatu, maka ini sangat menyelisihi akal ,sebab alam tidak memiliki pengalaman sedangkan yang diciptakan memiliki pengalaman. materi tidak memiliki keinginan dan mereka memiliki keinginan. materi tidak memiliki ilmu sedangkan mereka memiliki. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa yang tidak memiliki tidak dapat memberi? Apakah mereka tidak memiliki kemampuan tidak akan dapat mencipta sesuatu? Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ
"Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah." (Al Hajj: 73)
Maka sang Kholik (pencipta) haruslah sempurna mutlak dengan memiliki sifat berikut ini:
• Tidak membutuhkan yang lain
• Menjadi yang pertama tanpa ada pendahulunya, dan menjadi yang terakhir tanpa ada yang sesudahnya
• Tidak terbatas ruang lingkup waktunya
• Tidak memiliki batasan tempat
• Mampu melakukan segala sesuatu
• Mengetahui segala sesuatu, yang sudah terjadi, yang akan terjadi, yang belum terjadi, dan apa yang akan terjadi serta bagaimana semua itu terjadi
 Tiada Kata Kebetulan
Orang - orang ateis meyakini akan hukum kebetulan, masksudnya bahwa semesta ini terjadi dengan sendirinya, bukan karena ada yang menginginkan keberadaannya, tidak ada yang mengatur. Mereka berkeyakinan bahwa batu-batuan, pohon-pohonan, lautan, danau, sungai, hewan-hewan, dan manusia semuanya merupakan hasil evolusi alam. Tidak ada yang menciptakannya dan mengaturnya, serta tidak ada maksud di balik penciptaannya.
maka hikmah berdakwa kepad mereka adalah dengan mengatakan Kepada mereka : Bagaimana keteraturan yang sempurna ini dapat terjadi dengan sendirinya? Dapatkah semua ini terjadi dengan kebetulan dan tiba-tiba tanpa ada yang menciptakan dan yang mengturnya? Dapatkah seluruhnya diterima akal? Adakah yang dapat menerangkan seluruh kebetulan ini?
Sesungguhnya contoh orang yang berpendirian bahwasanya nidzom (aturan), dan penciptaan alam semesta yang sangat sempurna tercipta dengan cara kebetulan tanpa ada yang menciptakannya, seperti orang yang meletakkan huruf hija’iyah secara terpisah : ا,ب,ت ........ dsb, didalam kotak kemudian ia menggerakkan kotak tersebut dengan penuh semangat dan berharap huruf-huruf tadi bisa bersatu dengan sendirinya, maka tersusunlah darinya syair yang rapi, atau kitab yang yang tipis dan dengan ukuran yang kecil. Bukankah itu sesuatu yang mengurangi kecerdasan akal?! Sesungguhnya walaupun pekerjaan itu akan selalu dilakukan seperti yang dicontohkan tadi setiap tahun sampai tua sekalipun ia tidak akan bersatu kecuali akan seperti huruf-huruf yang terpisah seperti semula.
Langit berjalan sesuai dengan porosnya, bulan beredar mengelilingi bumi, satelit-satelit berputa sesuai dengan jalur edarnya, siklus air menguap dan menjadi hujan. Manusia lahir menjadi anak, dewasa, dan mati, serta seluruh keteraturan lainnya dapatkah dikatakan hanya sebuah kebetulan?
Seperti seseorang yang berjalan di jalan raya dengan berjalan kaki, naik motor, mengendarai mobil tanpa ada lampu lalu lintas yang mengaturnya. Dapatkah semua berjalan tanpa terjadi tabrakan atau kekacauan? Tentu saja jawabannya adalah tidak!
Apabila ada seseorang yang membenarkan pernyataan "kebetulan" maka dia pastilah orang yang tidak sehat akalnya. Sebab tidak mungkin mereka yang berakal mengatakan hal tersebut. Allah berfirman:
قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِي اللَّهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يَدْعُوكُمْ لِيَغْفِرَ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُؤَخِّرَكُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى قَالُوا إِنْ أَنْتُمْ إِلا بَشَرٌ مِثْلُنَا تُرِيدُونَ أَنْ تَصُدُّونَا عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتُونَا بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ
"Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan) mu sampai masa yang ditentukan?" Mereka berkata: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata." (Ibrohim: 10)
Ayat di atas merupakan dalil qoth'I (pasti) tentang adanya Sang Pencipta segala sesuatu. Tiada kata kebetulan dalam keteraturan alami ini.
 Diskusi dengan Bijaksana
Hikmah dari berdakwah kepada orang-orang atheis dan orang-orang yang berpahamkan materealisme yaitu saling bertukar pandangan akal yang bijak untuk menjelaskan kepada mereka suatu kebenaran. Menjadikan mereka berserah diri dan mengakui tentang keesaan Allah , bahwasanya itu adalah suatu kebenaran, dan apa-apa yang menyeru kepada selain-Nya adalah batil.
Dari pandangan-pandangan yang dapat digunakan kaum muslimin untuk membantah orang-orang atheis adalah sebagaimana yang disebutkan tentang Abu Hanifah :
Imam Abu Hanifah pernah bercerita : Ada seorang ilmuwan besar, Atheis dari kalangan bangsa Rom, tapi ia orang kafir. Ulama-ulama Islam membiarkan saja, kecuali seorang, yaitu Hammad guru Abu Hanifah, oleh kerana itu dia segan bila bertemu dengannya. Pada suatu hari, manusia berkumpul di masjid, orang kafir itu naik mimbar dan mau mengadakan tukar fikiran dengan siapa saja, dia hendak menyerang ulama-ulama Islam. Di antara shaf masjid berdirilah seorang laki-laki muda, dialah Abu Hanifah dan ketika sudah berada dekat depan mimbar, dia berkata: "Inilah saya, hendak tukar fikiran dengan tuan". Mata Abu Hanifah berusaha untuk menguasai suasana, namun dia tetap merendahkan diri kerana usia mudanya. Namun dia pun angkat berkata: "Katakan pendapat tuan!". Ilmuwan kafir itu heran akan keberanian Abu Hanifah, lalu bertanya: Atheis : Pada tahun berapakah Rabbmu dilahirkan? Abu Hanifah : Allah berfirman: "Dia (Allah) tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan" Atheis : Masuk akalkah bila dikatakan bahwa Allah ada pertama yang tiada apa-apa sebelum-Nya?, Pada tahun berapa Dia ada? Abu Hanifah : Dia berada sebelum adanya sesuatu. Atheis : Kami mohon diberikan contoh yang lebih jelas dari kenyataan! Abu Hanifah : Tahukah tuan tentang perhitungan? Atheis : Ya. Abu Hanifah : Angka berapa sebelum angka satu? Atheis : Tidak ada angka (nol). Abu Hanifah : Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain yang mendahuluinya, kenapa tuan heran kalau sebelum Allah Yang Maha satu yang hakiki tidak ada yang mendahului-Nya? Atheis : Dimanakah Rabbmu berada sekarang?, sesuatu yang ada pasti ada tempatnya. Abu Hanifah : Tahukah tuan bagaimana bentuk susu?, apakah di dalam susu itu keju? Atheis : Ya, sudah tentu. Abu Hanifah : Tolong perlihatkan kepadaku di mana, di bagian mana tempatnya keju itu sekarang? Atheis : Tak ada tempat yang khusus. Keju itu menyeluruh meliputi dan bercampur dengan susu diseluruh bagian. Abu Hanifah : Kalau keju makhluk itu tidak ada tempat khusus dalam susu tersebut, apakah layak tuan meminta kepadaku untuk menetapkan tempat Allah Ta'ala?, Dia tidak bertempat dan tidak ditempatkan! Atheis : Tunjukkan kepada kami zat Rabbmu, apakah ia benda padat seperti besi, atau benda cair seperti air, atau menguap seperti gas? Abu Hanifah : Pernahkan tuan mendampingi orang sakit yang akan meninggal? Atheis : Ya, pernah. Abu Hanifah : Bermula ia berbicara dengan tuan dan menggerak-gerakan anggota tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam tak bergerak, apa yang menimbulkan perubahan itu? Atheis : Kerana rohnya telah meninggalkan tubuhnya. Abu Hanifah : Apakah waktu keluarnya roh itu tuan masih ada disana? Atheis : Ya, masih ada. Abu Hanifah : Ceritakanlah kepadaku, apakah rohnya itu benda padat seperti besi, atau cair seperti air atau menguap seperti gas? Atheis : Entahlah, kami tidak tahu. Abu Hanifah : Kalau tuan tidak boleh mengetahui bagaimana zat manapun bentuk roh yang hanya sebuah makhluk, bagaimana tuan boleh memaksaku untuk mengutarakan zat Allah Ta'ala?!! Atheis : Ke arah manakah Allah sekarang menghadapkan wajahnya? Sebab segala sesuatu pasti mempunyai arah? Abu Hanifah : Jika tuan menyalakan lampu di dalam gelap malam, ke arah manakah sinar lampu itu menghadap? Atheis : Sinarnya menghadap ke seluruh arah dan penjuru. Abu Hanifah : Kalau demikian halnya dengan lampu yang cuma buatan itu, bagaimana dengan Allah Ta'ala Pencipta langit dan bumi, sebab Dia nur cahaya langit dan bumi. Atheis : Kalau ada orang masuk ke syurga itu ada awalnya, kenapa tidak ada akhirnya? Kenapa di surga kekal selamanya? Abu Hanifah : Perhitungan angka pun ada awalnya tetapi tidak ada akhirnya. Atheis : Bagaimana kita boleh makan dan minum di surga tanpa buang air kecil dan besar? Abu Hanifah : Tuan sudah mempraktekkanya ketika tuan ada di perut ibu tuan. Hidup dan makan minum selama sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang air kecil dan besar disana. Baru kita melakukan dua hajat tersebut setelah keluar beberapa saat ke dunia. Atheis : Bagaimana kebaikan surga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika dinafkahkan? Abu Hanifah : Allah juga menciptakan sesuatu di dunia, yang bila dinafkahkan malah bertambah banyak, seperti ilmu. Semakin diberikan (disebarkan) ilmu kita semakin berkembang (bertambah) dan tidak berkurang. "Ya! kalau segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, apa yang sedang Allah kerjakan sekarang?" tanyak Atheis. "Tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dari atas mimbar, sedangkan saya menjawabnya dari atas lantai. Maka untuk menjawab pertanyaan tuan, saya mohon tuan turun dari atas mimbar dan saya akan menjawabnya di tempat tuan", pinta Abu Hanifah. Ilmuwan kafir itu turun dari mimbarnya, dan Abu Hanifah naik di atas. "Baiklah, sekarang saya akan menjawab pertanyaan tuan. Tuan bertanya apa pekerjaan Allah sekarang?". Ilmuwan kafir mengangguk. "Ada pekerjaan-Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan. Pekerjaan-Nya sekarang ialah bahwa apabila di atas mimbar sedang berdiri seorang kafir yang tidak hak seperti tuan, Dia akan menurunkannya seperti sekarang, sedangkan apabila ada seorang mukmin di lantai yang berhak, dengan segera itu pula Dia akan mengangkatnya ke atas mimbar, demikian pekerjaan Allah setiap waktu". Para hadirin puas dengan jawaban yang diberikan oleh Abu Hanifah dan begitu pula dengan orang kafir itu.
Setelah orang ateis ini terkalahkan dalam diskusi dan tukar pikiran, dia pulang dengan membawa kehinaan. Bahkan ada yang mengatakan bahwasanya ia kembali kepada kebenaran dan mereka masuk islam dihadapannya.
 Hukum Klausal (Sebab-Akibat)
Kesungguhnya kondisi dan akal yang sehat menyaksikan bahwasanya semenjak manusia membuka kedua matanya tidak menyaksikan suatu kejadian yang tidak ada sebabnya atau sesuatu didapatkan tanpa adanya yang menciptakannya, sampai makna ini menjadi hukum alam yang menyebabkan akal tidak bisa menyelisihinya dan tidak bisa untuk tidak mengakuinya kecuali akalnya sudah hilang, sakit atau akalnya itu pendek sebagaimana akalnya anak kecil, yang ketika melihat suatu bejana yang pecah, ia berkata; Bahwasanya ia pecah dengan sendirinya.
Oleh karena itu, seorang arab yang mengetahui dasar ini, ketika ditanya; apa dalilnya kalau Robb itu ada? Maka ia berkata; Subhana Allah, bahwasanya suatu jejak menunjukan adanya orang yang berjalan, langit memiliki benteng, bumi mempunyai jalan yang luas, malam sebagai pelayan dan siang yang berjalan. Ketahuilah bahwasanya itu menunjukan atas adanya zat yang maha lembut dan maha mengetahui.
Maka, setiap makhluk haruslah mempunyai penciptanya, setiap jejak haruslah adanya peninggal jejak, setiap kejadian haruslah adanya yang melakukannya. Ini semua adalah sebagai perumpamaan yang komprehensif.
Atas dasar qoidah ini, maka alam kita ini, semenjak dari langit dan bumi, manusia dan hewan, siang dan malam, matahari dan bulan, haruslah mempunyai zat yang menciptakannya. Kemudian, alam ini tidak kekal kecuali zat yang menjaganya, sebagaimana ia tidak terjadi kecuali adanya zat yang menjadikannya, dan itu semuanya tidak ada yang mampu kecuali Allah  , zat yang maha Esa lagi maha Kuasa.
 Ciptaan Menunjukkan Sebagian Sifat Sang Pencipta
Kaidah ini juga dapat digunakan untuk membantah orang-orang atheis. Yakni ciptaan menunjukkan sebagian sifat sang pencipta. Sebab segala sesuatu yang terdapat dalam ciptaan menunjukkan kemampuan, ilmu, serta pengetahuan serta hikmah Sang Pencipta. Dari sini kita mengetahui bahwa berfikir tentang ciptaan menunjukkan sebagian sifat Sang Pencipta.
Apabila mereka tetap mengingkarinya maka kita katakana kepada dia: "Perhatikan dalam penciptaanmu, lihatlah awal penciptaanmu ketika masih berupa air mani kemudian segumpal darah dan menjadi segumpal daging kemudian ada tulang dan daging yang melapisinya hingga menjadi manusia yang sempurna anggota badannya baik yang dhohir (organ luar) dan batin (organ dalam)".
Tidak diragukan seorang yang berakal dan jujur apabila memikirkan hal itu tentu akan menghantarkannya pada pengakuan terhadap kebesaran sang pencipta dan kekuasan-Nya serta hikmah-Nya. Salah satu ayat yang menunjukkan akan dalil aqli yang secara akal sehat pasti akan mengakui akan Rabbnya adalah firman Allah dalam surat al-Mukminun:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ(12) ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ(13) ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ(14)
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”

Dakwah Kepada Atheis (1)

Berbicara dakwah maka tidak dapat terlepas dari dai yang menyampaikan dakwah tersebut. Dalam berdakwah, dai bijak haruslah mempelajari serta mengetahui keadaan masyarakat dari segala sisi. Keyakinan, ekonomi, finansial, pendidikan serta strata yang berlaku dalam masyarakat.
Sehingga ketika dalam berdakwah ia pun dapat menempatkan mereka sesuai dengan kondisi sosial mereka. Selain itu dai dapat menyeru mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka serta menempatkan fasilitas sarana dan prasarana yang tepat sehingga dapat menunjang keberhasilan dakwahnya. Oleh karenanya Ali bin Abi Tholib berkata:
حَدِّثُوْا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُوْنَ, أَتُحِبُّوْنَ أَنْ يُكَذِّبَ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ
"Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar pengetahuan mereka. Apakah kalian ingin Allah dan rasul-Nya didustakan?"
Ali bin Abi Tholib memperingatkan para dai agar menyeru manusia sesuai dengan kadar pengetahuan mereka. Sebab apabila akal mereka tidak dapat memahami apa yang disampaikan, maka akan menjadi bumerang bagi dai tersebut. Yakni mereka akan menolak dakwah tersebut. Bukan karena ingin mendustakan Allah dan rasul-Nya, namun karena akal mereka tidak dapat mencernanya.
Pada kesempatan yang lain Abdullah bin Mas'ud juga menasehatkan hal yang senada. Dia berkata:
مَا أَنْتَ بِمُحَدِّثٍ قَوْمًا حَدِيْثًا لاَ تَبْلُغُهُ عُقُوْلهًَُمُ ْإِلاَّ كَانَ لِبَعْضِهِمْ فِتْنَةٌ
"Tidaklah kalian berbicara kepada suatu kaum yang mana akal mereka tidak dapat mencernanya kecuali pasti terjadi fitnah di antara mereka."
Dan juga Rasulullah  ketika mengutus Mu'adz ke Yaman sebagai dai, qodhi, dan mu'allim di sana beliau bersabda:
إِنَّكَ تَأْتِيْ قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ
"Sesungguhnya engkau akan mendatangi ahlu kitab"
Rasulullah  menjelaskan kepada Mu'adz tentang keadaan orang-orang Yaman. Beliau menjelaskan bahwa mayoritas penduduknya adalah ahlu kitab. Tentu saja hal itu perlu diketahui oleh Mu'adz. Sehingga mu'adz dapat menentukan metode yang tepat dalam mendakwahi mereka. Sebab berdakwah kepada ahlu kitab berbeda dengan cara berdakwah kepada orang musyrik pada umumnya. Berbeda pula cara berdakwah kepada Atheis, Nasrani, penyembah berhala, penyembah dewa, penganut animisme dan dinamisme, serta penganut agama lainnya.
Mempelajari lingkungan tempat berdakwah merupakan perkara yang sangat penting. Seorang dai membutuhkan pengetahuan tentang keadaan mad'u (objek dakwah). Pengetahuan tersebut meliputi keyakinan, kejiwaan (psikologi), sosial, ekonomi, finansial, sumber-sumber kesesatan, serta penyimpangan yang terjadi di dalam masyarakat dengan pengetahuan yang baik. Selain itu, bahasa, logat, kebiasaan, serta subhat yang menyebar di masyarakat serta madzhab-madzhab merekapun perlu diketahui.
Seorang dai tidak akan berhasil dalam dakwahnya apabila tidak tepat dalam melakukan tindakan dan perkataan. Layaknya seorang dokter yang memeriksa penyakit pasiennya. Dia harus tahu penyakit pasien dan tepat dalam mendiagnosanya kemudian memberikan obat yang sesuai dengan penyakit yang diderita. Dia harus memperhatikan kebutuhan pasiennya. Apabila memerlukan pembedahan maka dilakukan operasi. Apabila membutuhkan amputasi maka haruslah dipotong anggota badannya tersebut agar penyakit yang diderita tidak menyebar dan menular ke bagian yang lain.
Inilah potret seorang yang yang mampu menentukan prioritas dalam berdakwah. Dia mampu menempatkan amalan apa yang harus dikerjakan dengan segera, apa yang dapat diakhirkan dan ditunda, serta amalan apa yang jangan dikerjakan.

Pengertian Atheis
Atheis merupakan sebutan bagi mereka yang tidak percaya adanya sang pencipta Hingga kini mereka tetap eksis di dunia ini. Padahal kita hidup di masa ketika teknologi dan informasi pesatnya. Masa ketika banyak ditemukan penemuan-penemuan yang menyingkap kebesaran sang pencipta tak terbantahkan lagi. Namun tetap mereka mengingkari adanya Sang Pengatur alam raya dan mengatakan bahwa semua ini terjadi dengan sendirinya. Kehancuran serta kematian merekapun bukan kehendak Sang Pencipta namun karena masa.
Oleh karenanya mereka tidak mengenal selain kehidupan dunia. Hidup hanya mencari kesenangan dunia. Semua hanya untuk memenuhi kebutuhan syahwat. Tidak ada balasan bagi mereka yang berbuat baik dan tak ada siksaan bagi yang berbuat semena-mena. Kehidupan dan kematian berjalan dengan apa adanya.
Andaikata ada seseorang yang berdiri di tepi sungai kemudian dia melihat sebongkah kayu mengalir menghampirinya dan dengan sendirinya kayu tersebut berubah bentuk menjadi perahu dapatkah hal ini dipercaya? Maka sungguh tepat sekali pepatah arab yang mengatakan "Anak onta membuktikan adanya onta (induk)". Bukankah hamparan alam semesta ini menunjukkan sang pencipta? Adakah orang yang berakal masih ragu tentang adanya sang pencipta?
Namun bukan berarti kedudukan mereka tersebut membuat kita berpaling dan meninggalkan serta tidak berdakwah kepada mereka. Hal ini tentu lebih buruk madhorotnya. Lantas siapakah yang akan mendakwahi mereka dan menyeru kepada Islam?
Kedudukan Atheis
Sebelum berdakwah kepada mereka dai perlu mengetahui kedudukan mereka dalam tinjauan syar'i. Setidaknya pengetahuan tersebut dapat menjadi landasan untuk melakukan tindakan.
1. Iblis lebih baik
Iblis adalah makhluk yang dilaknat Allah , diusir dari jannah, dan akan menjadi penghuni neraka yang kekal di dalamnya. Bukan karena iblis tidak beriman kepada sang pencipta, namun karena dia menyombongkan diri dan menolak untuk sujud kepada Adam. Dia menyatakan dirinya lebih mulia daripada Adam sehingga enggan untuk bersujud. Hal ini diceritakan Allah dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ خَلَقْنَاكُمْ ثُمَّ صَوَّرْنَاكُمْ ثُمَّ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ لَمْ يَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ(11) قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ(12) قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَنْ تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ(13)
Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam"; maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka ke luarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina". (Al A'rof: 11-13)
Ayat tersebut menceritakan tentang permintaan iblis agar ditangguhkan penyiksaan terhadap dirinya. Dia menyeru "Wahai Rabbku". Di sini iblis menyebut Allah dengan Rabbku. Walaupun dia menolak bersujud kepada Adam namun dia tetap mengakui Allah sebagai Rabb. Padahal secara makna Rabb adalah Pencipta, Pemilik, Pengatur, yang mendatangkan maslahat, yang memberi rizqi.
Lantas orang-orang atheis tidak mempercayai adanya pencipta. Maka layaklah bagi kita menyebut iblis lebih baik daripada atheis –walaupun keduanya merupakan penghuni neraka-.
2. Orang musyrik masih beriman
Bukan karena tak percaya adanya sang pencipta atau karena durhaka kepada rasul-Nya . namun disebabkan dia menduakan dalam ibadah, merekapun termasuk yang akan menjadi penghuni neraka. Mereka beriman kepada Allah dan mereka mengakui Allahlah yang memberi rizqi. Hal inilah yang difirmankan Allah :
قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87) (المؤمنون: 86-87(
Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?" (Al Mu'minun: 86-87)
Imam at Thobary menafsirkan ayat ini beliau berkata: Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad  untuk bertanya kepada mereka (orang-orang musyrik): Siapakah Rabb pencipta langit tujuh dan Rabb 'Arsy yang Maha Mengetahui? Tentu mereka akan mengatakan semua itu milik Allah, dan Dialah Rabb penciptanya. Kemudian katakanlah kepada mereka: Apakah kalian tidak takut terhadap balasan-Nya atas kekufuran kalian, pendustaan kalian terhadap kabar-Nya dan kabar rasul-Nya?
Sebab kekufuran mereka adalah karena menjadikan berhala-berhala yang mereka sembah sebagai perantara kepada Allah. Hal ini sebagaimana firman Allah:
أَلاَ لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ (3) الزمر : 3
"Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar." (Az Zumar: 3)
3. Fir'aun hatinya yakin
Meskipun fir'aun mengaku dirinyalah Rabb tertinggi sebagaimana difirmankan oleh Allah :
فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى (النازعات :24(
(Seraya) berkata: "Akulah tuhanmu yang paling tinggi". (An Nazi'at: 24)
Namun pada hakekatnya di dalam hatinya yang dalam dia yakin. Disebabkan kesombongannyalah dia enggan mengucapkan kalimat tauhid.
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ (النمل :4(
"Dan mereka mengingkarinya karena kelaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan." (An Naml: 14)
Imam At Thobari menafsirkan ayat ini: "Ketika datang ayat-ayat dari Allah (tofan, belalang, kutu, katak dan darah) dia mengingkarinya dan dia mengatakan itu adalah sihir yang nyata. Padahal di dalam hatinya dia mengetahui dengan yakin bahwa semua ayat-ayat itu datang dari Allah ldisebabkan karena kedholiman dan kesombongan.
Dibalik tindakan semena-menanya, penindasannya terhadap bani Israel, pembunuhan anak laki-laki yang terlahir dari setiap rahim wanita, serta tindakan kekejian lainnya ternyata menyimpan keyakinan adanya sang pencipta.
Dari pemaparan di atas menunjukkan bahwa kedudukan atheis lebih hina daripada iblis, fir'aun, dan orang-orang musyrik sekalipun. Sebab iblis, fir'aun, dan orang-orang musyrik masih mengakui adanya sang pencipta. Sedangkan atheis mereka menolak dan tidak mempercayainya.

Sunday, April 18, 2010

Sholat Bikin Otak Sehat

Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa menghadap Allah (meninggal dunia), sedangkan ia biasa melalaikan Shalatnya, maka Allah tidak mempedulikan sedikit-pun perbuatan baiknya (yang telah ia kerjakan tsb)". Hadist Riwayat Tabrani.

Sholat itu Bikin Otak Kita Sehat, "Maka dirikanlah Shalat karena Tuhanmu dan Berkurbanlah" (Q.S Al Kautsar:2)


Sebuah bukti bahwa keterbatasan otak manusia tidak mampu mengetahui semua rahasia atas rahmat, nikmat, anugrah yang diberikan oleh ALLAH kepadanya. Haruskah kita menunggu untuk bisa masuk diakal kita ?
Seorang Doktor di Amerika telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang di temuinya didalam penyelidikannya. Ia amat kagum dengan penemuan tersebut sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran.Dia adalah seorang Doktor Neurologi. Setelah
memeluk Islam dia amat yakin pengobatan secara Islam dan oleh sebab itu itu telah membuka sebuah klinik yang bernama "Pengobatan Melalui Al Qur'an" Kajian pengobatan melalui Al-Quran menggunakan obat-obatan yang digunakan seperti yang terdapat didalam Al-Quran. Di antara berpuasa, madu, biji hitam (Jadam) dan sebagainya.
Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam maka Doktor tersebut memberitahu bahwa sewaktu kajian saraf yang dilakukan, terdapat beberapa urat saraf didalam otak manusia ini tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara yang lebih normal.
Setelah membuat kajian yang memakan waktu akhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf didalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang yaitu ketika sujud. Urat tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikut kadar sembahyang waktu yang diwajibkan oleh Islam. Begitulah keagungan ciptaan Allah.
Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang maka otak tidak dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal. Oleh karena itu kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam "sepenuhnya" karena sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agamanya yang indah ini.

Kesimpulannya :
Makhluk Allah yang bergelar manusia yang tidak bersembahyang apalagi lagi bukan yang beragama Islam walaupun akal mereka berfungsi secara normal tetapi sebenarnya di dalam sesuatu keadaan mereka akan hilang pertimbangan di dalam membuat keputusan secara normal. Justru itu tidak heranlah manusia ini kadang-kadang tidak segan-segan untuk melakukan hal hal yang
bertentangan dengan fitrah kejadiannya walaupun akal mereka mengetahui perkara yang akan dilakukan tersebut adalah tidak sesuai dengan kehendak mereka karena otak tidak bisa untuk mempertimbangkan Secara lebih normal. Maka tidak heranlah timbul bermacam-macam gejala-gejala sosial Masyarakat saat ini.

Belajar Bersyukur

Seorang Ibu terlihat gusar, setelah melihat tumpukan piring kotor di dapurnya. Semua itu bekas makan siang beberapa orang tamu yang baru saja berkunjung. Bukan karena banyaknya cucian piring, tetapi masih terlihatnya potongan-potongan daging bersisa, belum lagi sisa nasi yang masih menumpuk di piringnya. Ah… padahal untuk menyediakan lauk pauk itu tentu si ibu mesti mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Semua itu demi menjamu tamunya. Kalau saja para tamu itu hanya memakan daging dan mengambil nasi secukupnya saja, tentu tidak akan ada makanan bersisa di piring kotor. Dan anak-anaknya bisa ikut menikmati sebagian daging utuh lainnya. Melihat sisa potongan daging itu, si Ibu bingung, mau di buang ... sayang... mau di olah lagi… sudah kotor bercampur sisa makanan lain…. tapi Alhamdulillah tetangga sebelah punya kucing… mungkin ini rezeki si kucing.



“Jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl:18).

Begitu banyak nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kita. Nikmat iman, nikmat sehat, nikmat penghidupan (harta, ilmu, anak, waktu luang, ketentraman, dan lain-lain) serta nikmat-nikmat lain yang tak terkira. Namun dengan sekian banyak nikmat yang Allah berikan seringkali kita lupa dan menjadikan kita makhluk yang sedikit sekali bersyukur, bahkan tidak bersyukur, Na'udzubillahi min dzalik…

Seringkali kita baru menyadari suatu nikmat bila nikmat itu di ambil atau hilang dari siklus hidup kita. Ketika sakit, baru kita ingat semasa sehat, bila kita kekurangan baru kita ingat masa-masa hidup cukup.

Syukur diartikan dengan memberikan pujian kepada yang memberi kenikmatan dengan sesuatu yang telah diberikan kepada kita, berupa perbuatan ma’ruf dalam pengertian tunduk dan berserah diri pada-Nya. Cobalah kita memikirkan setiap langkah yang kita lakukan. Bila makan tak berlebihan dan bersisa. Bayangkan, di tempat lain begitu banyak orang yang kesulitan dan bekerja keras demi untuk mencari sesuap nasi. Bahkan banyak saudara-saudara kita yang kurang beruntung, mencari makan dari tong-tong sampah. Lantas sedemikian teganyakah kita menyia-nyiakan rezeki makanan yang didapat dengan berbuat mubazir. Ketika punya waktu luang malah dipergunakan untuk beraktivitas yang tidak bermanfaat bahkan cenderung merugikan orang lain. Kala tubuh sehat, malah lebih banyak dipakai dengan melangkahkan kaki ke tempat tak berguna. Tidak terbayangkah bila nikmat itu hilang dengan datangnya penyakit atau musibah lainnya. Ah... alangkah ruginya… karena semuanya menjadi percuma disebabkan tidak bersyukurnya kita atas nikmat. Bahkan karena sikap-sikap tadi yang didapat hanyalah dosa dan murka-Nya. Na'udzubillah….

Kita harus berusaha mengaktualisasikan rasa syukur kita dari hal-hal yang sederhana. Setiap aktifitas sekecil apapun usahakan untuk selalu sesuai aturan-Nya, selaku pencipta kita. Kerusakan yang sekarang timbul di sekeliling kita tidak lain karena sikap kufur nikmat sebagian dari kita. Bayangkan, negara yang kaya akan sumber daya alam, tetapi sebagian besar rakyatnya miskin.

Untuk itu, tidak ada salahya bila kita mulai dari diri dan keluarga, belajar bersyukur atas nikmat yang Allah berikan. Agar nikmat itu jangan sampai menjadi naqmah (balasan siksa), karena kufur akan nikmat-Nya. Mulailah untuk sering melihat kondisi orang-orang yang berada di bawah kita. Jika sudah, tentulah kita akan lebih banyak mengatakan “Alhamdulillah”. Seperti dalam hadits Rasulullah Saw, ”Perhatikanlah orang yang berada di bawah tingkatanmu (dalam urusan duniawi), dan jangalah kamu memandang kepada orang yang berada di atasmu. Itu lebih layak bagimu supaya kamu tidak menghina pemberian Allah kepadamu.” (HR.Muslim).

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kehilangan nikmat (yang telah Engkau berikan), dari siksa-Mu yang mendadak, dari menurunkannya kesehatan (yang engkau anugrahkan) dan dari setiap kemurkaan-Mu.” (HR. Muslim dari Ibnu Umar).

Thursday, February 4, 2010

PINTU-PINTU NERAKA

Berbicara masalah surga dan neraka adalah pembahasan yang ghoib yang tidak ada yang mengetahuinya secara pasti terlebih mengetahuinya dan melihatnya kecuali hanya Nabi Muhammad saw. ketika diisro'kan. Akan tetapi sebagai orang yang beriman dengan hari akhir wajib mengimana bahwa itu semuanya ada dengan berdasarkan kepada al-Qur'an dan sunnah.

Neraka mempunyai pintu-pintu yang akan dilalui oleh penghuni neraka. Mereka akan disambut oleh para malaikat ketika memasuki pintu nereka. Dalam Al-Qur'an Allah berfirman:
"Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Allah; dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan(.69) Dan disempurnakan bagi tiap-tiap jiwa (balasan) apa yang telah dikerjakannya dan Dia lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan.(70)Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahanam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Apakah belum pernah datang kepadamu Rasul-Rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?" Mereka menjawab: "Benar (telah datang)". Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir.(71)Dikatakan (kepada mereka): "Masukilah pintu-pintu neraka Jahanam itu, sedang kamu kekal di dalamnya". Maka neraka Jahanam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri.(72) (Q.S. Az-Zumar:69-75)
Hal ini menunjukkan bahwa neraka juga mempunyai pintu-pintu sebagaimana firman Allah diatas pada ayat 71-72. Allah telah menyebutkan ketetapan pintu-pintu jahannam, bahwa ia mempunyai tujuh pintu, masing-masing pintu telah ditetapkan untuk golongan tertentu dari orang-orang kafir, tetapi tentang hal ini Allah lebih tahu.
وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمَوْعِدُهُمْ أَجْمَعِينَ. لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ لِكُلِّ بَابٍ مِنْهُمْ جُزْءٌ مَقْسُومٌ.
"Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut setan) semuanya. Jahanam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka'. (Q.S. Al-Hijr:43-44 )
Muhammad Ali Ash-Shobuny menyebutkan dalam tafsirnya tentang dua ayat diatas dengan tempat yang diancam kepada iblis dan segenap pengikutnya:" Jahannam itu mempunyai tujuh pintu" yakni neraka jahnnam mempunyai tujuh pintu, mereka masuk melaluinya karena jumlah mereka yang banyak. Diriwayatkan dari Ali  :" sesungguhnya neraka itu bertingkat-tingkat, sebagian diatas sebagian yang lain dan ia berlapis-lapis, sebagian lebih pedih dari sebagaian yang lain. Tiap-tiap pintu telah ditetapkan untuk golongan yang tertentu dari mereka, yakni telah ditetapikan satu pintu bagi rombongan pengikut iblis. Ibnu katsir berkata: setiap orang masuk dari satu pintu sesuai dengan amalnya, dan menempati satu tingkatan sesuai dengan amalnya."
Ibnu Juraij berkata: "tujuh pintu yang pertama adalah jahannam, kemudian Lazha, Huthomah, Sair, Saqar, Jahim kemudian Hawiyah."Ibnu Abi Hatim juga mendengar dari Samuroh.
Dengan dimikian jelas bahwa pengikut iblis yang dimaksud dalam surat al-hijr ayat 43-43 ialah Allah akan mengumpulkan mereka dineraka jahannam dengan berbagai bentuk siksaan dan melalui pintu masuk yang berbeda-beda, sesuai dengan dosa-dosa mereka semasa didunia.
Nama Pintu-Pintu Neraka dan Penghuninya
Syaikh Muhammad Mutawali Asy-Syarawi telah menamai pintu-pintu neraka jahannam, menjelaskan siapa penghuninya, serta menafsirkan makna setiap pintu dari tujuh pintu yang telah disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur'an sebagai berikut:
• Pintu pertama dinamakan jahannam. Sebab ia membuat masam setiap muka, baik lelaki maupun perempuan, lalu membakar daging-daging mereka. Ia merupakan siksaan terendah dari pada yang lain.
• Pintu kedua dinamakan Ladha, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an:

كَلا إِنَّهَا لَظَى. نَزَّاعَةً لِلشَّوَى.
"Sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak, Yang mengelupaskan kulit kepala"(Q.S.AL-Ma'arij:15-16)
Beliau mengatkan:" yang memakan kedua tangan dan kedua kaki, yang memanggil orang yang membelakangi tauhid dan berpaling dari risalah Muhammad ."
• Pintu ketiga dinamakan Saqor, dinamakan demikian karena ia hanya membakar daging tanpa tulangnya.

سَأُصْلِيهِ سَقَرَ.وَمَا أَدْرَاكَ مَا سَقَرُ.لا تُبْقِي وَلا تَذَرُ28لَوَّاحَةٌ لِلْبَشَرِ.
"Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia." (Q.S. AL-Muddatsir:26-29)
• Pintu keempat dinamakan Huthomah,Allah telah berfirman:

وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ. نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ.
"Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan," ( Q.S. Al-Humazah:5-6)
Dalam ayat ini Allah mengancam orang-orang yang senantiasa mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya serta mengira bahwa harta mereka itu dapat mengekalkan, membuat mereka mulia didunia, dan mereka tidak akan mendapatkan suatu gangguan apapun lantaran harta yang mereka miliki.
Tsabit al-Bukhori berkata:" ia akan membakar mereka sampai kehati, sedang mereka dalam keadaan hidup."
Muhammad bin Ka'ab berkata:" ia akan membakar semua anggota tubuhnya, hingga ketika hatinya telah naik menyesak ke tenggorokan iapun kembali ketubuhnya."
"Sesungguhnya neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi istana. seolah-olah ia iringan unta yang kuning." (Q.S. Al-Mursalat:32-33)
Yakni yang berwarna hitam. Bunga api itu naik kelangait kemudian turun dan membakar wajah, tangan, dan badan mereka hingga bercucuran air mata hingga kering. Kemudian mereka menangis meneteskan darah, juga meneteskan nanah hingga nanah itu habis. Sampai-sampai seandainya ada kapal, ia dapat berlayar diatasnya.
• Pintu kelima,dinamakan jahim. Dinamakan demikian karena bara apinya sangat besar. Satu bara api lebih besar dari pada dunia.
• Pintu keenam dinamakan Sa'ir. Dinamakan demikian karana ia dinyalakan dan tidak dipadamkan sejak diciptakan. Didalamnya terdapat ular,kalajengkeng,tali- tali, rantai-rantai dan belenggu-belenggu.
Didalamnya terdapat pula sumur tanah yang kasar, tidak ada siksa dineraka yang lebih pedih darinya. Saat pintu tanah yang kasar itu dibuka, para penghuni neraka sangat bersedih.
• Pintu ketujuh dinamakan Hawiyah. Siapa saja yang jatuh kedalamnya, ia tidak akan bisa keluar darinya untuk selamanya, sebagaimana Allah sebutkan:
"……….. Tiap-tiap kali nyala api Jahanam itu akan padam Kami tambah lagi bagi mereka nyalanya." (Q.S. Al-Isro':97)
Ada yang mengatakan bahwa Ash-Shoud adalah sebuah gunung dari api. Musush-musuh Allah diletakkan disana pada wajah-wajah mereka. Tangan hingga leher mereka terbelenggu, leher mereka dihimpun ke kaki mereka.Adapun malaikat Zabaniyah berdiri diatas kepda mereka dengan tangan membawa alat pemukul kepala yang terbuat dari besi. Jika salah seorang dari mereka dipukul dengan alat pemukul kepalaa tersebut sekali pukulan saja suara pukulan itu akan terdengar oleh seluruh manusia dan jin.
Dari Hathon bin Abdullah Ar-Ruqosyi berkata aku mendengar Ali  berkata:" apakah kalian tahu bagaimana pintu-pintu jahannam itu? kami menjawab: dia seperti pintu-pintu rumah kami. Belia berkata:" tidak, dia itu bertingkat-tingkat- Ats-Tsa'labi menambahi:"Beliau meletakkan salah satu tangannya diatas tangan yang satunya- dan Allah meletakkan surga-surga itu diatas tanah sedangkan api satu diatas sebagian yang lain(bertingkat) yang paling bawah adalah jahannam, diatasnya Al-Huthomah, diatasnya saqor,diatasnya al-jahim,diatasnya ladla,diatasnya as-sa'ir,diatasnya al-hawiyah,dan tiap-tiap pintu lebih panas dari pada diatasnya 70 kali lipat."
Imam qurthubi mengatkan:"kebanyakan dari ulama berpendapat bahwa neraka jahannam paling bawah, dia dikhususkan bagi pelaku-pelaku maksiat dari ummat Nabi Muhammad . Kemudain Ladla, Al-Huthomah, Sa'ir, Saqor,al-Jahim,al-Hawiyah.
Sedang Adl-Dlohak berkata: yang paling bawah ummat muhammad, yang kedua orang-orang nashoro, yang ketiga orang-orang yahudi, yang keempat orang-orang shobi'(keluar dari agama), yang kelima orang-orang majusi, yang keenam orang-orang musyrik arab dan yang ketujuh orang-orang munafiq, pengikut fir'aun dan orang-orang mengkufuri terhadap hidangan (yang diturunkan kepada nabi Musa)
Manakala orang kafir, musyrik, ahli maksiat dan menafiq telah melewati pintu-pintu jahannam, pintu itu akan ditutup sehingga tak ada lagi harapan lagi untuk keluar. Allah berfirman:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا هُمْ أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ.عَلَيْهِمْ نَارٌ مُؤْصَدَةٌ
"Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat."(Q.S. Al-Balad:19-20)
Dr. Muhammad Wahbah Zuhai dalam tafsirul Munir menafsirkan dua ayat diatas dengan " orang-orang mengingkari ayat-ayat al-Qur'an dan ayat-ayat kauniyah yang menunjukkan atas qudroh Allah, mereka itu adalah golongan kiri dan mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat. Golongan kiri adalah penghuni nereka yang malang. Sebagaimana Allah berfirman:
"Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu. Dalam (siksaan) angin yang amat panas dan air yang panas yang mendidih, Dalam (siksaan) angin yang amat panas dan air yang panas yang mendidih, Tidak sejuk dan tidak menyenangkan." (Q.S.Al-Waqiah:41-44)
Ayat diatas Allah menyebutkan golongan kiri sesudah penyebutan golongan kanan ialah untuk perbandingan dan pelajaran.orang-oran kafir akan mengambil kitab-kitab mereka dengan tangan kiri mereka, adapun tempat kembali mereka ialah neraka yang pintu-pintunya ditutup rapat.

Jarak Antara Pintu-Pintu Neraka
Diriwayatkan dari Abu razin Al-Uqaili menghabarkan bahwa Nabi  bersabda:

لَعَمْرُ إِلَهِكَ إِنَّ لِلنَّارِ لَسَبْعَةَ أَبْوَابٍ مَا مِنْهُنَّ بَابَانِ إِلَّا يَسِيرُ الرَّاكِبُ بَيْنَهُمَا سَبْعِينَ عَامًا
" Demi Raab kalian, sesungguhnya neraka mempunyai tujuh pintu. Tidaklah jarak antara dua pintu-pintu itu melainkan seorang pengendara harus mengadakan perjalanan antara keduanya selama tujuh puluh tahun"

قال وهب بن منبه: بين كل بابين مسيرة سبعين سنة، كل باب أشد حرا من الذى فوقه بسبعين ضعفا
Wabah bin munabbih berkata: jarak antara dua pintu perjalan tujuh puluh tahun, tiap-tiap pintu lebih panas dari yang ada diatasnya tujuh puluh kali lipat


Sebagai kesimpulan dari apa yang penulis paparkan diatas, bahwa neraka mempunyai tujuh pintu yaitu jahannam, Lazha, Huthomah, Sair, Saqar, Jahim kemudian Hawiyah. Para penghuni neraka akan memasuki dari salah satu pintu tersebut sesuai dengan kadar kemaksiatan dan pelanggaran terhadap agama yang mereka lakukan, dan setelah mereka masuk neraka maka pintu tersebut akan ditutup dan tidak akan bisa keluar lagi kecuali bagi orang-orang yang dihatinya masih terdapat keimanan, setelah mereka disiksa dineraka akibat dosa-dosanya maka mereka diangakat kembali oleh Allah  dan dimasukkan kedalam surga. Kita berlindung kepada Allah  agar tidak dimasukkan kedalam neraka, dan senantiasa mengharap dan meminta jannah-Nya.
Demikian tulisan kami sampaikan semoga menjadi renungan bagi orang-orang yang bertakqwa, dan tentunya dalam penulisan ini tak luput dari kesalahan dan kekurangan, maka kami meminta saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan bagi penulis secara pribadi pada khususnya dan bagi para pembaca juga pada umumnya. Wallahu A'lam bis showwab.




Referensi:
• Al-Qur'an al-Karim
• Mengintip Ngerinya Neraka, Syaikh Mahir Ahmad Ash-ahufi, Aqwam, Kartosura-Solo, Cet.I, 2008.
• Shofwatut Tafasir, Muhammad Ali Ash-Shobuny, Juz:2, Darul Qur'anul Karim, Baitut, cet.V, 1981.
• Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah Syamilah
• Tafsir al-Qurthuby, Maktabah Syamilah
• Musnad Ahmad, Maktabah Syamilah.
• Mustadrok lil Hakim, Maktabah Syamilah
• Darul Akhirah, Syaikh Muhammad Mutawali Asy-Syarawi.

Biografi Singkat Abu Hurairoh

A. Nama dan Nasab Abu Hurairoh

Nama aslinya adalah Abdu Syams bin Abdu Dzisy Syari bin Dlofir bin ‘Attab bin Abi Sho’b bin Munabbih bin Sa’ad bin Tsa’labah bin Salim bin Fahm bin Ghonam bin Daus bin Adnan bin Abdullah bin Zuhron bin Ka’ab ad-Dausy, kemudian setelah masuk Islam Rasulullah menamainya dengan Abdurrahman bin Shokhr dan memberikan kunyah kepadanya dengan Abu Hurairah karana pada suatu ketika beliau mendapatkan kucing lalu memasukkannya kedalam lengan bajunya kemudian beliau mengetahui yang sedang dilakukan oleh Abdurrohman bin Shokhr tersebut lantas beliau memberikan kunyah kepadanya dengan abu huroirah

B. Tempat Tanggal Lahirnya

Beliau dilahirkan pada tahun 21 tahun sebelum hijrah tepatnya pada tahun 598 Masehi di daerah Yaman, beliau dilahirkan dari kabilah bani Daus, beliau masuk islam pada awal tahun ke tujuh hijriyah yang disaksikan oleh Rasulullah  , kemudian beliau sanantiasa bermulazamah kepad Rasulullah untuk mendapatkan ilmu dari beliau, beliau adalah shahabat yang paling banyak menghafalkan hadits dari pada shahabat yang lainnya, hal ini merupakan barokah dari do’a Rasulullah  kepada beliau, Rasulullah  mengakui akan semangat yang dimiliki oleh Abu Hurairah dalam mencari ilmu.

C. Keutamaan Beliau

Sahabat mulia Abu Hurairah termasuk salah seorang yang memiliki bakat yang istimewa, beliau mempunyai bakat yang luar biasa dan kekuatan ingatannya. Abu Hurairah mempunyai kelebihan dalam seni menghafal dan menyimpan apa yang didengarnya, ditapungnya lalu dihafalkan hingga ia tak pernah melupakan satu kata atau satu hurufpun dari apa yang telah ia dengarnya, sekalipun usia telah bertambah dan masa pun telah berganti-ganti. Oleh karena itulah ia mewakafkan hidupnya lebih banyak untuk mendampingi Rasulullah sehingga termasuk orang yang terbanyak menghafal dan menerima hadits dari Rasulullah.

Sewaktu datang masa pemalsu-pemalsu hadits yang dengan sengaja membikin hadits bohong dan palsu, seolah-olah berasal dari Rasulullah. Mereka memperalat nama Abu Hurairah dan menyalah gunakan ketenarannya dalam meriwayatkan hadits dari Nabi Saw; hingga sering mereka mengeluarkan sebuah hadits dengan menggunakan kata-kata ”bekata Abu Hurairah…."

Dengan perbuatan ini hampir-hampir mereka menyebabkan ketenaran Abu Hurairah dan kedudukannya selaku penyampai hadits dari Nabi Saw. Menjadi lamunan keragu-raguan dan tanda tanya, kalaulah tidak ada usah susah payah dan ketekunan yang luar biasa, serta banyak waktu yang telah di telah dihabiskan oleh tokoh-tokoh ulama hadits yang telah membaktikan hidup mereka untuk berkhidmat kepada hadits Nabi dan menyingkirkan setiap tambahan yang dimasukkan kedalamnya.

Abu Hurairah berhasil lolos dari jaringan kepalsuan dan penambahan-penambahan yang sengaja hendak diselundupkan oleh kaum perusak kedalam islam, dengan mengkambing hitamkan Abu Hurairah dan membebankan dosa dan kejahatan mereka kepadanya.
Beliau adalah salah seorang yang menerima pantulan revolusi islam, dengan segala perubahan yang ia buat. Dari orang upahan menjadi induk orang yang mengupah atau majikan, dari seorang yang terlunta-lunta ditengah-tengah lautan manusia, menjadi imam dan ikutan! Dan dari seorang yang sujud kepada batu-batu yang disusun, menjadi orang yang beriman kepada Allah. Beliau berkata ; _"Aku dibesarkan dalam keadaan yatim, dan pergi hijrah dalam keadaan miskin, aku menerima upah sebagai pembantu pada Basrah binti Ghazwan demi untuk mengisi isi perutku. !aku lah yang melayani keluarga itu bila sedang ingin berpergian, sekarang inilah aku, Allah telah menikahkanku dengan putri Bushrah, maka segala puji bagi Bagi Allah yang telah menjadikan agama ini tiang penegak, dan menjadikan Abu Hurairah ikutan umat…!"

Ia datang kepada Nabi Saw pada tahun ketujuh hijriyah sewaktu beliau berada di khoibar; ia memeluk islam karena dorongan kecintaan dan kerinduan, dan semenjak ia bertemu dengan Nabi Saw dan berabaiat kepadanya, hampir-hampir ia tidak pernah berpisah lagi dari padanya kecuali pada saat-saat waktu tidur. Begitulah berjalan selama empat tahun yang dilaluinya bersama Rasulullah Saw, yakni sejak ia masuk islam sampai wafatnya Nabi, pergi ke Maha Tinggi. Kita katakan, "Waktu yang empat tahun itu tak ubahnya bagai suatu usia manusia yang panjang lebar, penuh dengan segala yang baik, dari perkataan sampai keapada seluruh perbuatan dan pendengaran.

Dengan fitrahnya yang kuat, Abu Hurairah mendapat kesempatan yang besar yang memungkinkannya untuk memainkan peranan penting dalam berbakti kepada agama Allah, beliau adalah orang yang mampu melihat dan memelihara peninggalan dan ajaran-ajaran agama, pada waktu memang ada para sahabat yang mampu menulis, tetapi jumalah mereka sedikit sekali, apalagi sebagiannya tak mempunyai kesempatan untuk mencatat hadits-haits Rasulullah.

Sebenarnya Abu Hurairah bukanlah seorang penulis, ia hanyalah seorang yang menghafal, disamping memiliki kesempatan dan mampu mengadakan kesempatan yang diperlukan, karena ia tak punya tanah yang akan digarap, dan tidak pula perniagaan yang akan diurus.

Ia pun menyadari bahwa ia termasuk orang yang masuk islam belakangan, maka ia bertekad untuk mengejar ketinggalannya, dengan cara mengikuti rasul terus menerus dan secara tetap mengikuti majelisnya, kemudian disadari pula adanya bakat pemberian Allah ini pada dirinya, berupa daya ingatannya yang luas dan kuat, serta semakin bertambah kuat, tajam dan luas lagi dengan doa Rasul, agar pemilik bakat ini deberi Allah berkat.

Ia menyiapkan dirinya menggunakan bakat dan kemampuan karuia ilahi untuk memikul tanggung jawab dan memelihara peninggalan yang sangat penting ini dan mewariskannya kepada generasi kemudian. Dan beliau adalah seorang yang misikin, yang paling banyak menyertai majlis Rasulullah, maka dia hadir disaat yang lainnya absen keran kesibukan, dan disuatu hari Rasil pernah berbicara kepada para sahabat :

"Siapa yang membentangkan surbannya hingga selesai pembicaraanku, kemudian ia meraihnya kedirinya, maka ia takkan terlupa akan suatupun dari apa yang telah didengarnya dari padaku." (HR. Bukhori no 2047, Muslim 2492)

Maka kuhamparkan kainku, lalu ia berbicara kepadaku, kemudian kuraih kain itu kederiku, dan demi Allah, tak ada suatu pun yang terlupa bagiku dari apa yang aku dengar dari padanya. Demi Allah kalau bukan karena tidak adanya ayat didalam kitabullah niscaya tidak akan ku kabarkan kepada kalian sedikitpun ! ayat ini adalah ;

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati, (Qs. Albaqarah 159)

Oleh sebab itu ia harus saja memberitakan, tak suatu pun yang menghalanginya dan tak seorang pun boleh melarangnya, hingga pada suatu hari Umar berkata kepadanya, "Hendaklah kamu hentikan menyampaikan kabar dari Rasulullah! Jika tidak maka akan kukembalikan kamu ketanah Daus.

Tetapi larangan ini tidak mengandung suatu tuduhan bagi Abu Hurairah, hal itu hanyalah sebagai pengukuhan dari suatu pandangan yang dianul oleh Umar, yaitu agar ornag-orang islam dalam jangka waktu tersebut, tidak mebaca dan menghafalkan yang lain, kecuali Al-Qur'an sampai ia mantap dan melekat dalam hati sanubari dan pikiran.

Al-Qur'an adalah kitab suci Islam, undang-undang dasar dan kamus lengkapnya, dan terlalu banyaknya cerita tentang Rasulullah, terlebih lagi saat menyusul wafatnya Saw, saat sedang dihimpunnya Al-Qur'an, dapat menyebabkan kesimpangan dan campur baur yang tak perlu terjadi.

Oleh karena itu Umar berkata kepadanya, "Sibukkanlah dirimu dengan Al-Qur'an karena dia adalah kalamullah." Dan katanya lagi, "Kurangilah olehmu meriwayatkan perihal Rasulullah, kecuali yang mengenai amal perbuatannya, "

Dan sewaktu beliau mengutus Abu Musa Al-As'ary ke Irak ia berpesan kepadanya, "Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum yang dalam masjid mereka terdengar bacaan al-qur'an seperti suara lebah. Maka biarkanlah seperti itu dan jangan engkau bimbangkan mereka, dengan hadits-hadits, dan aku menjadi pendukaung kamu dalam hal ini.

Abu Hurairah menghargai pandangan Umar, tetapi ia juga percaya terhadap dirinya dan ia teguh juga terhadap dirinya dan memenuhi amanat, hingga ia tak mau menyembunyikan suatu pun dari hadits dan ilmu selama diyakininya bahwa menyebunyikan adalah dosa dan kejahatan.

Pada suatu hari Marwan bin Hakam, bermaksud ingin menguji kemampuan hafalan dari Abu Hurairah, maka dipanggilnya ia dan dibawanya duduk bersamanya, lalu dimintanya untuk mengabarkan hadits dari Rasulullah, sementara itu disuruhnya penulisnya menuliskan apa yang diceritakan Abu Hurairah dari balik dindig. Sesudah berlalu selama satu tahun, dipanggilnya Abu Hurairah kembali, dan dimintanya membacakan hadits-hadits yang dulu itu yang telah ditulis oleh sekretarisnya, ternyata tak ada yang terlupa oleh Abu Hurairah, walau sepatah katapun.

Ia berkata tentang dirinya, "Tak ada seorang pun dari sahabat-sahabat Rasul yang lebih banyak menghafal hadits dari padaku, kecuali Abdullah bin Amr bin Ash, karena ia pandai menuliskannya sedang aku tidak..!"

Abu Hurairah termasuk ahli ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah, selalu melakukan ibadat bersama-sama istrinya dan anak-anaknya semalam-malaman secara bergiliran; mula-mula ia berjaga-jaga sampai sambil shalat sepertiga malam kemudian dilanjutkan oleh istrinya sepertiga malam dan sepertiganya lagi dimanfaatkan oleh putrinya..,"dengan demikian tak ada saat pun yang berlalu setiap malam dirumah Abu Hurairah, melainkan berlangsung disana ibadat, dzikir dan shalat. !

Karena keinginannya memusatkan perhatian untuk menyertai Rasul, ia pernah menderita kepedihan lapar yang jarang diderita orang lain. Rasa sakit menggigit perutnya, maka diikatnya batu dengan surbannya dengan kedua tangannya, lalu terjatuhlah ia dimasjid sambil menggeliat-geliat kesakitan hingga sebagian sahabat menyangkanya ayan, padahal sama sekali bukan..!

Abu Hurairah hidup sebagai seorang ahli ibadah dan seorang mujahid, tak pernah ia ketinggalan perang, dan tidak pula dari ibadat. Dizaman Umar bin Khatthab ia diangkat sebagai seorang amir untuk daerah Bahrain, sedang umar sebagaimana yang kita ketahui adalah seorang yang keras dan teliti terhadap pejabat-pejabat yang diangkatnya. Apa bila ia mengangkat seseorang sedang ia mempunyai dua pasang pakaina, maka sewatu meninggalkan jabatannya nanti, haruslah orang itu hanya mempunyai dua pasang pakain juga, malah lebih utama kalau ia memiliki satu pasang saja! Apabila waktu meninggalkan jabatan itu terdapat tanda-tanda kekayaan, maka ia takkan luput dari interogasi Umar, sekalipun harta tersebut berasal dari hartanya yang halal! Suatu dunia lain yang di isi oleh Umar dengan hal-hal luar biasa dan mengagumakan..!

Rupanya sewaktu Abu Hurairah memangku jabatan sebagai kepala daerah Bahrian ia telah menyimpan harta yang berasal dari sumber yang halal. Hal ini diketahui oleh Umar, maka ia pun dipanggilnya kemadinah, dan Umar berkata, "Hai musuh Allah dan musuh kitab-Nya, apa engkau telah mencuri harta Allah ? maka beliau menjawab, "Aku bukan musuh Allah dan tidak juga kitab-Nya, akan tetapi aku menjadi musuh orang yang memusuhi keduanya dan aku bukanalah orang yang mencuri harta Allah ! dari mana kamu peroleh sepuluh ribu itu ? beliau menjawab kuda kepunyaanku beranak pinak dan pemberian orang berdatangan. Kembalikan harta itu keperbendaharaan negara (baitul mall).

Abu Hurairah menyerahakan hartanya itu kepada Umar, kemudian ia mengangkat tangannya kearah langit sambil berdoa. "Ya Allah ampunilah Amirul Mukminin…'
Tak selang beberapa lamanya. Umar memanggil Abu Hurairah kembali dan menawarkan jabatan kepadanya diwilayah baru. Tapi ditolaknya dan dimintanya maaf karena tak dapat menerimanya. Kata Umar kepadanya, "Kenapa apa sebabnya?" jawab Abu Hurairah; "Agar kehormatanku tidak sampai tercela, hartaku tidak dirampas, punggungku tidak dipukul…!' kemudian katanya lagi: "Dan aku takut menghukumi tanpa ilmu dan bicara tanpa belas kasih.."

D. Periwayatan Hadits

Beliau adalah salah seorang sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah, beliau meriwatkan hadits sebanyak 5374 hadits. Dan lebih dari 800 orang yang meriwatkan hadits darinya.

Guru-Guru dan Murid-Muridnya
Guru- Gurunya Murid-Muridnya
 Umar bin Khattab
 Ibnu Abbas
 Ali bin Abi Tholib
 Hasan bin Tsabit Almundzir
 Hamil bin Basroh bin Waqosh
 Saad bin Malik bin Sinan bin Ubaid
 Aisyah binti Abi Bakar
 Abdullah ibnu Salam bin Harits
 Abdullah ibnu Utsman bin Amir
 Utsman bin Affan
 Ubay bin Ka'ab
 Usamah bin zaid
 Ka'ab bin Mati'
 Basroh bin Abi Basroh  Ibrahim bin Ismail
 Ibrahim bin Ibrahim
 Ibrahim bin Abdullah
 Ubad bin Anas
 Abdullah bin harmuz
 Abu Walid Maula Amru khodas
 Abdul Malik bin Abi Hurairah
 Marwan bin Hakam
 Suud bin Malik
 'urak bin Malik
 'amir bin Saad bin Abi waqash
 Muhammad bin Mungkadir
 Atho'
 Urwah bin Zubair

E. Tempat Tinggal dan Wafatnya Abu Hurairoh

Beliau wafat di Madinah An-Nabawiyah, ada yang mengatakan bahwa beliau wafat di Al-‘Aqiia. Dan dimakamkan di Baqi’. Adapun tahun wafat belau dikalangan ulama ada yang berpendapat bahwa abu Hurairah wafat tahun 57 hijriah bertepatan dengan tahun wafatnya Aisyah. Ada jugayang berpendapat belau wafat thun 59 hijriah . dan pendapta terakhir ini yangdibenarkan oleh imam An-Nawawi. Al-waqidi menyebutkan bahwa abu Huroirah mensholati jenazah Aisyah tahun 58 hijriah dibulan ramadlan, dan juga mensholati ummu salamah pada bulan syawal tahun 59 hijriyah. Dan beliu wafat setelah itu ditahun yang sama pada usia 78 tahun. Disebutakan bahwa beliau pernah berdo’a,:ya Allah janganlah sampai saya mendapatkan tahun ke-enam puluh hijriah.” Hingga akhirnya beliau wafat setahun sebelumnya.

Pada saat pemakaman beliau, ibnu Umar termasuk diantara yang mengantarkannya, dan beliau hinga menangis karena seringnya belau mendoakan rahmat kepada Abu huraorah. Dan beliauberkata,”abu Huraorah adalah seseoarang yang menjaga hadits Rasulullah  bagi kaum muslimin.




Daftar Pustaka
 Tarikh Tasryi' Al-Islamy. Manna'ul Qatthan. Maktabah Wahbah, Mesir, Cet ke 5/2005 M
 Tarikh Tasryi' Al-Islamy, Hudloir Bik, Darul Ihya', Indonesia
 Rijal Haular Rasul
 Tarikh Khulafa',
 Al-ishobah fi ma’rifatish shohabah
 Syarh kitab al-Arbain An-Nawawiyah



La tansa