Sunday, June 28, 2009

DAKWAH SECARA SEMBUNYI-SEMBUNYI

Tiga Tahun Dakwah Secara Sembunyi-Sembunyi

Sebagiamana yang sudah diketahui, Makkah merupakan sentral agama bangsa Arab, di sana ada peribadatan terhadap Ka’bah dan penyembahan terhadap berhala dan patung-patung yang disucikan seluruh bangsa Arab. Cita-cita untuk memperbaiki keadaan mereka tentu bertambah sulit dan berat jika orang yang hendak mengadakan perbaikan jauh dari lingkungan mereka . hal ini membutuhkan kemapuan keras yang tidak bisa diguncang musibah dan kesulitan. Maka dalam mengadapi kondisi seperti ini, tindakan yang paling bijaksanan adalah tidak kaget karena tiba-tiba menghadapi sesuatu yang menggusarkan mereka.


Kawanan Pertama
Sangat lumrah jika Rasulullah  menampakkan Islam pada awal mulanya kepada orang yang paling dekat dengan beliau, anggota keluarganya dan sahabat-sahabat karib beliau, beliau menyeru mereka kepada Islam, juga menyeru siapa pun yang dirasa memiliki kebaikan, yang sudah beliau kenal secara baik dan mereka pun mengenal beliau secara baik, yaitu mereka yang memang diketahui mencintai kebaikan dan kebenaran, mengenal kejujuran dan kelurusan beliau, maka mereka yang diseru ini langsung memenuhi seruan beliau, karena mereka sama sekali tidak menyangsikan keagungan diri beliau dan kejujuran pengabaran yang beliau sampaikan. Dalam tarikh Islam, mereka dikenal dengan sebutan As-Sabiqunal Awwalun ( yang terdahulu dan yang pertama-tama masuk Islam). Mereka adalah istri beliau, Ummul Mukminin Khodijah binti Khuwailid, pembantu beliau Zaid bin Haritsah bin Syurabil al-Kalby, anak paman beliau Ali bin Abi tholib, yang saat itu yang saat itu masih berumur delapan tahun dan hidup dalam asuhan beliau dan sahabat karib beliau, Abu Bakar ash-shidiq. Mereka ini masuk Islam pada hari pertama di mulianya dakwah.
Abu Bakar sangat bersemangat dalam berdakwah kepada Islam. Dia adalah seorang laki-laki yang lemah lembut, pengasih dan ramah, memiliki akhlak yang mulia dan terkenal. Kaumnya suka mendatangi Abu Bakar dan menyenagingya, kearena dia dikenal sebagai orang yang memiliki pengetahuan dan sukses dalam berdagang serta baik pergaulannya dengan orang lain. Meka dia menyeru orang-orang dari kaumnya yang biasa duduk- duduk bersamanya dan yang dapat dipercayainya. Berkat seruannya, ada beberapa orang yang masuk Islam, yaitu Ustman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrohman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqos dan Tholhah bin Ubaidillah, Bilal bin Robbah dan masih banyak lagi. Mereka ini juga disebut Assabiqunal Awwalun yang semuanya berasal dari kabilah Quraisy. Ibnu Hisyam menghitung jumlah mereka lebih dari empat puluh orang. Namun siapa-siapa yang selain disebutkan diatas perlu diteliti lagi.
Ibnu Ishaq mengatakan: “setelah itu banyak orang yang masuk Islam baik laki-laki maupun wanita , sehingga nama Islam menyebar diseluruh Makkah dan banyak yang membicarakannya.
Mereka masuk Islam secara sembunyai-sembunyi. Rasulullah  menemui mereka dan mengajarkan agaman secara kucing-kucingan. Sebab, dakwah saat itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan perorangan. Wahyu diturunkan sedikit demi sedikit lalu berhenti setelah turunnya awal surat al-Muddatsir. Ayat-ayat dan potongan surat yang turun saat itu berupa ayat-ayat pendek, dengan penggalan- penggalan kata yang indah menawan dan sentuhan lembut, sesuai dengan iklim yang juga lembut pada saat itu, berisi sanjungan mensucikan jiwa dan celaan mengotorinya degan kedustaan. Berisi cirri-ciri surga dan neraka, yang seakan-akan keduanya ditampakkan didepan mata, membawa orang mukmin di dunia lain tidak seperti dunia yang ada paa saat itu.

Shalat
Di dalam wahyu yang turun pertama-tama turun adalah perintah shalat. Muqotil bin Sulaiman berkata: “Allah  mewajibkan shalat dua rakaat pada pagi hari dan dua rakaat pada petang hari pada awal Islam, yang didasarkan pada firman Allah :

وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ
“Dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.”
( Q.S. Al-Mukmin: 55 )

Ibnu Hajar menuturkan, sebelum isra’ Nabi  sudah pernah shalat, begitu pula para shahabat. Tetapi terdapat perbedan pendapat, adakah shalat yang diwajibkan sebelum ada kewajiban shalat lima waktu ataukah tidak? Ada yang berpendapat, yang diwajibkan pada masa itu adalah shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam matahari.
Al-Harits bin Usamah meriwayatkan dari jalan Ibnu Luhai’ah secara mausul dari Zaid bin Harits, bahwa pada awal- awal turunnya, Jibril  mendatangi Rasulullah  dan mengajarkan wudlu kepada beliau. Seusai wudlu, beliau mengambil seciduk air lalu memercikan ke kemaluan. Ibnu Hajar juga meriwayatkan hal ini dengan makna yang serupa. Juga diriwayatkan dari Al-Barra’ bin Azib dan Ibnu Abbas di hadits Ibnu Abbas, dan hal itu termasuk kewajiban yang pertama diturunkan.
Ibnu hisyam menyebutkan, bahwa beliau jika tiba waktu shalat, Nabi  dan para sahabat pergi ke tempat yang terpencil lalu secara sembunyi-sembunyi mengerjakan shalat, agar tidak dilihat kaumnya. Suatu kali Abu Thalib melihat Nabi  mengerjakan shalat bersama Ali. Maka Abu Thalib menanyakan shalat itu. Setelah mendapatkan penjelasan yang cukup memuaskan Abu Thalib menyuruh beliau dan Ali agar menguatkan hati.


Orang-Orang Quraisy Mendengar Kabar Secara Global
Setelah melibat beberapa kejadian disana-sini, ternyata dakwah Islam sudah didengar orang-orang Quraisy pada tahapan ini, sekalipun dakwah itu masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan perorangan. Namun mereka tidak ambil peduli.
Muhammad Al-Ghazali menuturkan, kabar tentang dakwah Islam ini sudah mulai menyebar dikalangan orang-orang Quraisy, namun mereka tidak ambil peduli. Sebab mereka mengira bahwa Muhammad hanya salah seorang diantara mereka yang peduli terhadap urusan agama, yang suka berbicara tentang masalah ketuhanan dan hak-haknya, seperti dilakukan Umayyah bin Ash-shallat, Qus bin sa’idah, Amr bin Naufal dan orang –orang yang lain. Tapi lama kelamaan ada pula perasaan khawatir yang mulai menghantui mereka karena pengaruh tindakan beliau. Oleh karena itu mereka mulai menaruh perhatian terhadap dakwah beliau.
Selama tiga tahun dakwah masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan perorangan. Selama jangka waktu ini telah terbentuk sekelompok orang-orang mukmin yang senantiasa menguatkan hubungan persaudaraan dan saling bahu- membahu. Penyampaian dakwah terus dilakukan, hingga turun wahyu yang mengharuskan Rasulullah  menampakkan dakwah kepada kaumnya, menjelaskan kebatilan mereka dan menyerang berhala-berhala sesembahan mereka.


DAKWAH KE THOIF

Pada bulan syawal pada tahun ke sepuluh dari nubuwah, yang bertepatan pada akhir bulan Mei atau awal Juni 619 M, Rasulullah  pergi ke Thoif, yang tempatnya kurang lebih jaraknya 60 mil dari kota Makkah. Beliau menuju kesana dengan berjalan kaki dan pulang juga dengan berjalan kaki beserta pembantu beliau yang bernama Zaid bin Haritsah. Ketika beliau tiba di Thoif beliau menemui tiga orang bersaudara dari pemimpin Bani Tsaqif, yaitu Abdu Yalail, Mas’ud dan Hubaib, mereka semua adalah putra dari Amr bin Umais As-Tsaqofi. Beliau duduk menghadap mereka dan beliau mengajak mereka agar mau menyembah kepada Allah  dan mau menolong Islam


Akan tetapi dari mereka menjawab,: berarti kain penutup ka’bah telah terkoyak jika memang Allah telah mengutusmu sebagai Rasul,”
Dan ada juga yang menjawab: “ Apakah Allah tidak mendapatkan orang selain dirimu?”
Dan yang terakhir menjawab: “ Demi Allah, aku tidak sudi berbicara denganmu sama sekali. Jika memang engkau benar-benar seorang Rasul, tentunya engkau lebih berbahaya jika aku harus menyanggah perkataanmu, dan jika engkau membuat kedustaan terhadap Allah, berarti aku tidak layak bericara denganmu.”

Setelah mendengan jawaban penolakan mereka terhadap beliau, maka beliau bangkit dari tempat duduknya seraya berkata : “ Jika memang kalian bersikap seperti ini, maka kuminta sembunyikan aku!” dengan harapan agar penduduk Thoif tidak mengetahui tentang beliau, akan tetapi mereka tidak mau melakukannya, maka banyak dari orang-orang yang jahat diantara mereka membuntuti beliau seraya berteriak-teriak mencaci beliau hingga penduduk thoif keluar dan mereka duduk menjadi dua barisan hanya untuk melempari beliau serta mencaci maki beliau, sehingga mengenai urat di atas tumit beliau. Sementara Zaid bin Haritsah membentengi beliau dengan badannya, hingga terdapat banyak luka dikepalanya.

Penduduk Thoif masih melakukan demikian dan membuntuti beliau hingga sampai disebuah kebun milik Utbah dan Syaibah, mereka berdua adalah anak-anak Rabiah, yang berjarak kurang lebih tiga mil dari Thoif, sedang penduduk Thoif mereka kembali ke kampung mereka.

Rasulullah  menghampiri sebuah pohon anggur, lalu duduk dibawah rimbunannya. Setelah beliau meresa agak tenang Kemudian beliau berdo’a kepada Allah:

اللّهُمّ إلَيْك أَشْكُو ضَعْفَ قُوّتِي ، وَقِلّةَ حِيلَتِي ، وَهَوَانِي عَلَى النّاسِ يَا أَرْحَمَ الرّاحِمِينَ أَنْتَ رَبّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبّي ، إلَى مَنْ تَكِلُنِي ؟ إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهّمُنِي ؟ أَمْ إلَى عَدُوّ مَلّكْتَهُ أَمْرِي ؟ إنْ لَمْ يَكُنْ بِك عَلَيّ غَضَبٌ فَلَا أُبَالِي ، وَلَكِنّ عَافِيَتَك هِيَ أَوْسَعُ لِي ، أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِك الّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظّلُمَاتُ وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ أَنْ تُنْزِلَ بِي غَضَبَك ، أَوْ يَحِلّ عَلَيّ سُخْطُكَ لَك الْعُتْبَى حَتّى تَرْضَى ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوّةَ إلّا بِك
"Allahumma yang Allah, kepadaMu juga aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku serta kehinaan diriku di hadapan manusia. Ya Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang. Engkaulah yang melindungi yang lemah, dan Engkaulah Pelindungku. Kepada siapa hendak Kau serahkan aku? Kepada orang yang jauhkah yang berwajah muram kepadaku, atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli, sebab sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada Nur Wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dan karenanya membawakan kebaikan bagi dunia dan akhirat - daripada kemurkaanMu yang akan Kautimpakan kepadaku. Engkaulah yang berhak menegur hingga berkenan pada-Mu. Dan tiada daya upaya selain dengan Engkau juga"

Dengan melihat keadaan beliau Utba dan Syabah merasa kasihan kepada beliau,lalu keduanya memanggil pembantunya yang bernama Addas yang beragama nasrani untuk mengambilkan kepada Rasulullah  satu tandan anggur.
Kemudian Addas beranjak menemui beliau dan memberikan anggur tersebut kepada beliau. Lalu Rasulullah  mengambil anggur itu dengan mengucapkan “ Bismillah “.
Mendengan ucapan yang beliau utarakan saat mengambil anggur tersebut Addas merasa heran kemudian berkata kepada beliau: “ Kata-kata ini tidak pernah diucapkan penduduk negeri ini.” Kata Addas.
Lalu beliau bertanya kepada Addas: “ Dari negeri mana asalmu dan apa pula agamamu?”
Addas menjawab: “ Aku seorang nasrani, dari penduduk Niwawy,”
Beliau berkata,” Dari negeri orang sholih, Yunus bin Matta.”
Addas bertanya kepada beliau,” Apa yang tuan ketahui tentang nama Yunus bin Atta?”
Beliau menjawab,” Beliau adalah saudaraku. Beliau adalah seorang nabi begitu juga aku.”
Setelah mendengar jawaban beliau, Addas langsung merengkuh kepada beliau dan mencium kepala, tangan dan kaki beliau.
Melihat kejadian ini, Utba dan Syabah saling berbisik:” pembantu itu telah dirusaknya.”
Kemudian setelah Addas kembali, mereka berdua berkata kepada Addas,” celaka engkau wahai Addas, kenapa engkau mencium kepala, tangan dan kakinya.”
Addas menjawab: “ wahai tuanku, tidak ada orang yang lebih bagus daripada orang itu. Dia telah menghabariku sesuatu yang tidak diketahui oleh seorang Nabi”
Mereka berkata kepada Addas: “ celaka engkau wahai Addas! Janganlah sekali- kali dia membuatmu keluar dari agamamu, karena agamamu jauh lebih baik dari agamanya.”
Kemudian Rasulullah keluar dari kebun itu dalam keadaan sedih murung seakan-akan teriris hatinya Dan beliau kembali ke Makkah. Setelah beliau berjalan sampai di Qornul Manazil, Allah mengutus jibril disertai satu malaikat penjaga gunung, yang meminta pendapat untuk meratakan akhsyabaini ( dua gunung di Makkah, yaitu gunung Abu Qubaisy dan gunung Qo’aiqa’an) kepada penduduk Thaif. Akan tetapi beliau menolak pendapat tersebut dan beliau mengaharap kepada Allah agar memberikan generasi kepada mereka yang menyembah kepda Allah dan tidak menukutukan sesuatupun dengan-Nya.
Dengan datangnya dua malaikat ini beliau merasa senga dan hatinya tentram. Kemudian beliau melanjutkan perjalanan hingga tiba di Wadi Nakhlah dan menetap disana beberapa hari.
Ketika beliau berada di wadi nakhlah, Allah  mengutus sekumpulan jin yang disebutkan oleh Allh didua tempat dalam Al-qur’an, satu tempat di dalam surat al-Ahqof: 29-31 dan satu lagi didalam surat al-Jin: 1-15.
Sebenarnya Rasulullah  memang tidak mengetahui kehadiran para jin ini kepada beliau, akan tetapi atas wahyu Allah  yang difirmankan kepada beliau maka beliau mengetahui kabar tersebut. Hal ini merupakan pertolongan Allah kepada beliau dari simpanan ghoib-Nya, yang tidak diketahui kecuali hanya Allah. Dan dalam ayat-ayat yang menerangkan akan kedatangan para jin ini juga termuat kabar gembira kapada beliau akan keberhasilan dakwah beliau kelak. Maka bentuk apapun dari gangguan dan permusuhan dari orang-orang yang memusuhi beliau tidak akan mampu menghalangi keberhasilan ini.

Setelah datangnya kebar gembira ini Rasulullah merasa senang dan hilanglah kesedihan yang beliau rasakan dari cemooahan orang-orang thoif. Maka beliua kembali menyusun strategi dakwah yang akan beliau laksanakan setibanya di Makkah dengan semangat baru dan dengan penuh optimis.
Maka ketika itu pula Zaid bin Haritsah berkata kepada Rasulullah :” Bagaimana cara engkau akan memasuki Makkah, padahal mereka sudah mengusir engkau?”
Beliau menjawab: “ wahai Zaid, sesungguhnya Allah pasti akan menciptakan keknggaran dan jalan keluar dari masalah yang engkau lihat. Seseungguhnya Allah akan menolong agama-Nya dan memenangkan Nabi-Nya. “
Kemudian beliau melanjutkan perjalanan menuju Makkah, setelah mendekati Makkah beliau menetap di gua Hiro’ dan mengutus sesorang dari Bani Khuzaah untuk menemui al-akhnas bin syariq untuk memberikan jaminan perlindungan kepda beliau, akan tetapi al-Akhnas bin syariq menolaknya dengan berkata: “akuadalah sekutu (qurasy). Padahlal skutu tidak boleh memberi jaminan perlindungan.”
Lalu beliau mengutus seseorang untuk menemui suhail bin Amr, namun suhail juga berkata: “ seseungguhnya bani Amir tidak akan memberikan jaminan kepada Bani Ka’ab.”
Kemudian beliau mengutus lagi untuk menemui al-muth’im bin Adi. Al-Muth’im berkata:” baiklah.” Kemudian dia mengambil senjatanya dan mengumpulkan kaumnya dan berkata kepada mereka :” ambillah senjata kalian dan bersiap siagalah disetiap sudut masjidil Haram, sesungguhnya aku telah memberi jaminan perlindungan kepada Muhammad”
Setelah itu dia mengutus utusan untuk memberi tau kepada Beliau agar memasuki makkah. Maka beliau memasuki makkah beserta Zaid bin haritsah dengan Aman. Sedang muthim bin Adi berkeliling di masjidil haram sambil berkata kepada orang-orang Qurasy: “ wahai semua orang Quraisy sesungguhnya aku telah memberikan jaminana perlindungankepada muhammad.maka tak seorangpun diantara kalian boleh bertindak semau sendiri terhadap dirinya.”
Sebagian riwayat menyebutkan kemudian abu Jahal berkata:” apakah engkau hanya sekedar memeri jaminan perlindungan ataukah menjadi pengikutnya?”
Muth’im menjawab:” aku hanya memberi jaminan perlindunga.”
Abu jahal berkata.” Kalau begitu kami aka melindungi siapapun yang engkau lindungi.”
Akhirnya beliau dapat memasuki Makkah dengan selamat lalu mendekati hajar aswad dan menciumnya dan sholat dua rakaat setelah itu beliu pulang ke rumah.
Rasulullah  senantiasa teringat dengan perlindungan yang diberikan oleh Muth’im, maka beliau bersabda tentang tawanan perang badar:” seandainya Muth’im masih hidup, dan dia meminta kepadaku untuk mengasihi para tawanan ini, tentu aku akan menyerahkan urusan mereka kepadanya.”

IJMA'

IJMA'
Oleh : Ahmad Ihsanuddin
A. Definisi ijma
Secara bahasa ijma adalah kesepakatan.
Secara istilah meurut para ahli usul adalah kesepakatan seluruh mujtahid dari ummat Nabi  setelah wafatnya beliau pada setiap masa tentang perkara-perkata agama.
Pada definisi secara istilah diatas ada beberapa poin yang mendasari terjadinya ijma, yang mana ketika salah satu dari poin tersebut hilang maka tidak bisa dikatakan ijma , poin –poin tersebut adalah:

1. Adanya kesepakatan pada permasalahan tersebut
2. Kesepakatan tersebut dilakukan oleh orang-orang yang berkapabel dan ahli dalam berijtihad, maka meskipun orang awam bersepakat atau tidak pada permasalahan itu, tetap tidak ada pengaruh apapun pada keputusan ijma.
3. Kesepakatan harus dilakukan oleh seluruh mujtahid yang hidup pada masa itu, kalaupun yang bersepakat hanya sebagian mereka ataupun meskipun kebanyakan mereka, tetap tidak dikatakan ijma, ataupun hanya ulama-ulama pada negara tertentu yang sepakat tetap tidak dikatakan ijma, seperti kesepakatan penduduk mesir, Kufah ataupun kesepakatan Abu Bakar dan Umar pun tidak dikatakan sebagai ijma.

4. Para mujtahid harus dari ummat Rasulullah  yang konsisten dengan risalah beliau, meskipun orang-orang kafir bersepakat semuanya dalam masalah tertentu tetap tidak dikatakan sebagai ijma. Karena ijma hanya terjadi dengan berlandaskan kepada dalil-dalil syar'I yang dilakukan oleh pengikut-pengikut beliau yang mana ketika terjadi ijma diantara mereka maka terhindar dari kesalahan.hadits Nabi  disebutkan dalam masalah ini:
إن أمتي لا تجتمع علي ضلالة
" Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat atas suatu kesesatan"
5. Ijma hanya terjadi setelah wafatnya Rasulullah  karena ketika Rasulullah  masih hidup serta menyetujui kesepakatan para shahabat  maka hukum tersebut masih terhitung sebagai sunnah, bukan ijma. Tetapi jika Rasullah tidak menyetujuinya maka kesepakatan mereka tidak diakui sebagai hukum.
6. Ijma hanya terjadi pada permasalan- permasalahan yang berhubungan dengan hukum syar'I seperti wajib, haram ataupun yang lainnya. Maka tidak dikatakan ijma pada permasalahan duniawi, seperti permasalan tanam-menanam ataupun yang lainnya. Seperti sabda nabi  :

B. Rukun ijma' dan syarat-syaratnya
Ijma hanya memiliki satu rukun yang harus dilakukan yaitu kesepakatan.
Adapun syarat- syarat itu adalah;
1. Dikatakan sebagai ijma manakala mujtahid yang bersepakat dalam masalah-masalah hukum banyak.
2. Adanya kesepakatan dari seluruh mujtahid yang ada pada masa itu. Meskipun yang menyelisihi hanya sedikit tetap dikatakan ijma.
3. Adanya kesepakatan dari seluruh mujtahid dari berbagai negara ketika terjadinya ijma, adapun setelah terjadi ijma ada dari sebagian mereka yang menarik pendapatnya, maka hal itu tetap tidak mempengaruhi hasil ijma itu, karena manakala kesepakatan sudah ada meskipun hanya sebantar sudah dihitung sabagai ijma. Maka tidak dikatakan ijma manakala kesepakatan hanya terjadi oleh mujtahid dari negara tertentu saja tanpa yang lain.
4. Kesepakatan para mujtahid dalam satu perkara harus secara riel, baik dengan ucapan ataupun perbuatan. Atau bahkan ketidak kesapakatannya pun juga demikian.
5. Kesepakatan dilakukan oleh para mujtahid yang bersifat adil serta bukan pelaku bid'ah . adil dalam artian kesaksiannya diterima. Sebagaimana firman Allah:
وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ
" Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu "
( Q.S. Ath-Tholaq: 2)
Adapun pelaku bidah, kalalupun bid'ah yang dia lakukan bid'ah mukafirah maka pelakunya bukan termasuk orang muslim, ataupun bid'ahnya bukan bid'ah mukaffirah dia pasti mengajak manusia kepada kebid'ahannya itu. Maka secara otomatis juga dia bukan orang yang adil dengan kefanatikannya kepada terhadap kebid'ahannya.
6. Para mujtahid yang melakukan ijma harus berdasarkan kepada nash ataupun Qiyas, karena melakukan sesuatu yang berkaitan dengan syariat harus berdasarkan ilmu.

C. Landasan –landasan dalam berijma'
Setelah terpenuhinya ketentuan-ketentuan diatas, maka ijma juga harus berlandaskan kepada dalil yang mendasari sebab terjadinya ijma itu sendiri ataupun menjadi acuan dalam berijma', adapun landasan ijma yang menjadi kesepakatan para ulama adalah:
► Dalil-dalil qot'i seperti Al-Qur'an dan As-Sunnah mutawatir, maka ijma yan berlandaskan kepada keduanya akan menjadi sebagai penguat bagi dalil itu sendiri. Sebagaimana yang dikatakan Ibnu Taimiyyah :
ولا يوجد مسألة يتفق الاجماع الا وفيها نص
"Tidak ada suatu masalah yang disepakati kecuali ada nash yang mendasarinya"
Ibnu Taimiyyah menjadikan kaidah ini atas dasar kaedah-kaedah umum:
1. Bahwa Rasulullah  telah menerangkan semua permasalahan dengan sempurna.
2. Kandungan nash-nash syar'i serta keumuman dalil-dalilnya terhadap suatu permasalahan dan kejadian , dalam artian tidak ada suatu permasalahan kecuali ada dalil yang mendasarinya.
3. Terkadang para ulama tidak mendapatkan dalil yang dapat dijadikan landasan dalam suatu masalah, maka mereka menggunakan ijtihad dan Qiyas. Tetapi manakala mereka mendapatkan dalil, maka mereka menggunakannya.
4. Telah ditetapkan bahwa ijma harus berlandaskan kepada nash.
► Ataupun juga berlandaskan kepada dalil-dali dzonny seperti khobar ahad dan Qiyas, maka hasil ijma yang berlandaskan kepada keduanya akan menguatkan derajat dalil-dalil dzonny itu menjadi dalil Qot'i.
► Ijma juga boleh berlandaskan kepada maslahat mursalah akan tetapi manakala maslahat tersebut berubah dan tidak sesuai dengan ijma yang telah ada maka boleh menyelisihi hasil ijma itu, dan beralih kepada yang lebih memberikan maslahah.
Sebagai contoh dalam masalah ini adalah apa yang difatwakan oleh Fuqoha' Madinah tentang bolehnya dari pihak pemerintahan menentukan harga bagi para pedagang, yang mana sebelumnya pada masa shahabat tidak melakukan hal ini.
Adapun ijma yang berlandaskan kepada maslahat contohnya berlakunya adzan jumat tiga kali ketika shahabat Utsman menjadi kholifah agar mengingatkan kepada muslimin supaya bersegera pergi ke masjid dan tidak terlambat dari sholat jum'at terlebih lagi bagi yang rumahnya jauh dari masjid.

D. Kehujahan ijma
Para ulama telah bersepakat manakala ijma sudah menjadi telah terpenuhi syarat-syaratnya maka ijma dapat digunakan sebagai landasan dalam beramal, bahkan seseorang wajib mengamalkan apa yang telah menjadi ijma dan tidak boleh seseorang kapanpun juga untuk membatalkan ijma tersebut dan membantahnya. Dan dalam kehujjahannya seperti kehujjahan al-Qur'an dan as-sunnah.
Dan kehujjahan ijma yang mutawatir menurut para ulama menjadi hujjah yang qot'I karena orang yang mengingkari ijma maka dia kafir dan minimalnya dia menjadi mubtadi'. Akan tetapi jika ijma itu ahad atau ijma sukuti maka dia hanya merupakan dalil dzonny.
Adapun dalil tentang kehujjahan ijma adalah dari Al-Qur'an dan As-sunnah:

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى
وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

" Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali."
( Q.S. An-Nisa' 115 )
Pada ayat diatas Allah menjadikan orang yang tidak mengikuti manhaj orang-orang beriman seperti orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, yaitu mereka semua Allah biarkan dalam kesesatan dan mereka akan dimasukkan kedalam nereka sebagai balasan mereka diakhirat. Jadi kalau menentang Allah  dam Rasul-Nya itu haram maka tidak mengikuti manhaj orang –orang yang beriman juga haram dan wajib mengikutinya.

إن أمتي لا تجتمع علي ضلالة
" Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat atas suatu kesesatan"
Melihat pada hadits diatas menunjukkan kepada dua poin yang mendasar:
1) Wajib mengikuti jamaah dan melaziminya dan haramnya berpecah serta menyelisihi mereka.
2) Terjaganya ummat ini dari kesalahan
Dua poin diatas sangat mendasar karena ucapan suatu umat merupakan kesepakatan yang pasti benar, dan dia akan terjaga dari kesalahan manakala ucapan( ijma' ) tersebut muncul dari semua mujtahid bukan hanya sebagian dari mereka, dan pada hadits ini pula memberikan dua pengertian:
1) memberikan makna akan kepastian terjaganya ummat tanpa ada persyaratan ketentuan jumlah dalam berijma', tetapi kapanpun para mujtahid berijma' maka wajib diikuti hasil ijma tersebut dan tidak akan salah pendapat mereka.
2) Pada nash ini menunjukkan bahwa ijma' itu berlaku pada tiap masa. Karena tidak ada keterbatasan zaman dalam melaksanakan ijma, maka terbantahlah pendapat orang yang mengatakan bahwa ijma hanya berlaku pada masa shahabat saja.
Dan Ibnu Mas'ud mengatakan:
ماراه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن
" segala sesuatu yang dipandang baik oleh muslimin maka dihadapan Allah itu adalah baik"
Dari dalil- dalil diatas menunjukkan bahwa kesepakatan para mujtahid merupakan suatu kebenaran yang dapat memberikan kehujjahan dalam beramal

E. Macam - macam ijma
Ijma ada dua macam: Ijma' shorih dan ijma' sukuti.
1. Adapun ijma' shorih adalah seluruh mujtahid bersepakat atas sutau perkara baik dengan ucapan ataupun dengan perbuatan. Semuanya dalam satu suara untuk menyetujui keputusan itu tanpa ada yang mengingkari ataupun diam. Maka ijma semacam ini wajib diamalkan dan dijadikan hujjah menurut para jumhur.
2. Adapun ijma sukuti adalah manakala sebagian ulama bersepakat atas keputusan yang telah ditentukan. Akan tetapi sebagaian yang lain masih ada yang tidak berkomentar apapun terhadap keputusan tersebut, meskipun tidak menampakkan pengingkarannya. Maka terhadap ijma yang semacam ini ulama berselisih, adapun yang paling penting ada dua:
a. Adapun menurut madzhab malikiyah dan syafi'iya adalah ijma semacam ini tidak dikatakan ijma dan juga dia tidak bisa dijadikan hijjah.
Karena mereka berdalih bahwa diamnya sebagian dari para mujtahid bukan merupakan kesepakatan mereka terhadap keputusan ijma' karena bisa jadi diamnya mereka lantaran mereka belum berijtihad dalam masalah itu atau karena takut kalau menyuarakan kesepakatannya.
b. Adapun menurut madzhab Hanafiyah dan Hanbali ijma' semacam ini tetap dikatakan ijma' dan menjadi hujjah yang qot'i. karena mereka berdalalih kepada dua dalil:
1) Untuk mendapatkan pendapat dari seluruh mujtahid itu tidak mungkin, kecuali hanya tersebarnya fatwa dari bererapa ulama dan yang lain tetap diam
2) Biasanya dalam tiap-tiap generasi itu yang berfatwa hanya dari para ulama-ulama senior dan yang lainnya hanya diam dan menyetujui fatwa tersebut.
Adapun sebab perselisihan mereka ini bahwa sukuti ( diam )nya sebagai dari para mujtahid itu kadang memberikan pengertian terhadap keridloan mereka dan terkadang memberikan pengertian ketidak setujuan mereka dengan keputusan yang ada. Maka barang siapa yang membernarkan bahwa diamnya sebagaian dari para mujtahid meberikan arti keridloan terhadap keputusan yang ada dan menguatkannya maka dia berpendapat kepada kehujjahan ijma sekuti secara qot'i. Tetapi sebaliknya barang siapa yang berpendapat kepada bahwa diamnya sebagain para mujtahid memberikan arti ketidak setujuan terhadap keputusan yang ada maka berpendapat bahwa ijma sukuti tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.
Oleh karena itu ijma tidak bisa langsung diambil sebagai landasan dalam beramal secara mutlaq, akan tetapi harus dengan meneliti terlebih dahulu terhadap keadaan para mujtahid yang diam kemudain baru mendudukkan sesuai dengan qorinah yang telah ditentukan . manakala ada indikasi kesepakatan ataupun keridloan dari para mujtahid yang diam, contohnya mujtahid tersebut tidak ikut dalam mensepakati ijma tersebut lantaran dia takut kepada pemerintahan manakala ikut menyuarakan pendapatnya ataupu yang semisalnya, maka ijma sukuti tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah yang qot'i.
Akan tetapi manakala ijma sukuti tersebut tidak ditemukan indikasi –indikasi kesepakatan ataupun keridloan dalam ijma tersebut maka minimalnya ijma' tersebut menjadi hujjah dzonny.

F. Kemungkinan terjadinya ijma
Sebagaian dari orang-orang mu'tazilah dan orang - syiah mengatakan bahwa ijma itu tidak mungkin dengan berdalihkan kepada dua dalil berikut:
1. Fakumnya ijma dari para mujtahid dalam tiap-tiap generasi, karena untuk mewujudkan ijma harus ada dua poin, yaitu semua mujtahid diseluruh negara harus mengetahui waktu terjadinya ijma, dan pendapat mereka tentang permasalahan yang menjadi ijma harus diketahui, maka dua poin ini semua telah tadak ada dikarenakan ulama telah tersebar diseluruh dunia dan tidak terkumpul dalam satu negara maka tidak mungkin mengumpulkan mereka untuk mengambil pendapat mereka.
2. Kalaupun landasan ijma kepada dalil qot'I, maka dalil tersebut sudah cukup untuk menjadi landasan dalam beramal tidak perlu kepada ijma lagi, dan jika ijma berlandaskan kepada dalil-dalil dzonny maka tidak akan terjadi kesepakatan dalam hal ini, karena dalil dzonny merupakan salah satu faktor munculnya perselisihan lantaran perbedaan para mujtahid dalam memahami nash dzonny tersebut dan perbedaan mereka dalam background pemahaman dalam madzhab secara probadi, maka dengan ini semua ijma tidak akan bisa terjadi.
Untuk menjwab syubhat-syubhat yang hanya sekedar kerancuan tanpa melihat pada realita yang ada, para ulama jumhur menguatkan adanya kemungkinan ijma ini dengan berdalih kepada ijma yang letah terjadi, misalnya ijma'nya para shahabat tentang memerangi orang yang tidak mau membayar zakat, batalnya pernikahan seorang muslim dengan non muslim, dan bolehnya nikah tanpa menyebutkan maharnya.

G. Realita ijma
Jumhur ulama berpendapat bahwa ijma telah sering terjadi pada masa shahabat ataupun yang masa-masa setelahnya. Contohnya ijma pada pembagian waris kepada nenek mendapat 1/6, haramnya menikahi seroang perempun beserta saudarinya ataupun bibinya sedang dia masih menjadi istrinya, ataupun contoh-contoh yang lainnya yang telah di tulis ibnu Hazm dalam bukunya Marotibil Ijma.

H. Hukum mengingkari ijma'
Pada pembahasan diatas telah jelas bahwa ijma' bisa terjadi manakala sesuai dengan ketentuan dan persyarata yang telah ditentukan, maka bagi orang yang mengingkari ijma' ini Ibnu Taimiyyah mengatakan :
والتحقيق أن الإجماع المعلوم يكفر مخالفه , كما مخالف النص بتركه,.........وأما غير
المعلوم فيمتنع تكفيره
" Dan sudah menjadi kepastian bahwa orang yang mengingkari ijma' yang sudah pasti dia dikafirkan sebagaimana orang yang menyelisihi nash dengan meninggalkannya,…..akan tetapi jika ijma belum pasti maka tidak boleh dikafirkan."

JAMA’AH TABLIGH

TA’RIF

Jamaah tabligh adalah sebuah jamaah islamiyah yang da’wahnya berpijak kepada penyampaian ( tabligh) tentang keutamaan-keutamaan ajaran islam kepada setiap orang yang dapat dijangkau. Jamaah ini menekankan kepda setiap pengikutnya agar meluangkan sebagian waktunya untuk menyampaikan dan menyebarkan da’wah dengan menjauhi bentuk-bentuk kepartaian dan masalah-masalah politik. Barangkali cara demikian lebih cocok mengingat kondisi ummat islam di India yang merupakan minoritas dalam sebuah mesyarakat besar.

SEJARAH BERDIRI DAN TOKOH-TOKOHNYA
Jama’ah ini didirikan oleh Syaikh Muhammad Ilyas Kandahlawi ( 1303-1364 . ia dilahirkan di Kandahlah, sebuah desa di Saharnapur, India. Mula-mula ia menuntut ilmu di desanya, kemudian pindah ke Delhi sampai berhasil menyelesaikan pelajaran di sekolah Deoband.sekolah ini merupakan sekolah terbesar unutk pengikut Imam Hanafi di anak benua India yang didirikan pada tahun 1283 H/ 1867 M.


PEMIKIRAN DAN DOKTRIN-DOKTRINNYA
Oleh pendiri jama’ah telah ditetapkan enam prinsip yang menjadi asas da’wahnya, yaitu:
1. kalimah agung.
2. menegakkan sholat
3. ilmu dan dzikir.
4. memuliakan setiap Muslim.
5. ikhlas.
6. berjuang fi sabilillah.

Metode da’wah mereka menempuh jalan berikut:
1. sebuah kelompokdari kalangan jama’ah, dengan kesadaran sendiri, bertugas melakukan da’wah kepada penduduk setempat yang dijadikan objek da’wah. Masing-masing anggota kelompok tersebut membawa peralatan hidup sederhana dan bekal serta uang secukupnya. Hidup sederhana merupakan ciri khasnya.
2. begitu mereka sampai de sebuah negeri atau kampung yang hendak di da’wahi, mereka mengatur dirinya sendiri. Sebagian ada yang membersihkan tempat yangakan ditinggalinya dan sebagian lagikeluar mengunjungi kota, kampung, pasar dan warung-warung sambil berdzikir kepda Allah. Mereka mengajak orang-orang mendengarkan ceramah atau bayan ( menurut istilah Jama’ah ).
3. jika saat bayan tiba, mereka semua berkumpul untuk mendengarkannya. Setelah bayan selesai, para hadirin dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok dipimpin oleh seorang da’I dari jamaah. Kemudian para da’I tersebut mulai mengajari cara berwudlu, membaca fatihah, sholat atau membaca Al-Qur’an. Mereka membuat halaqah-halaqah seperti itu dan diulanginya berkali-kali dalam beberapa hari.
4. sebelum mereka meninggalkan tempat da’wah, masyarakat setempat diajak keluar bersama untuk mnyampaikan da’wah mereka selama satu sampai 3 hari atau sepekan, bahkan ada yang sampai satu bulan. Semua itu dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing sebagai realitas firman Allah 


كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
“ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia”
(Ali Imron : 110)

5. mereka menolak undangan walimah ( kenduri ) yang dilkukan masyarakan setempat. Tujuannya agar tidak terganggu oleh masalah-masala diluat dakwah dan dzikir serta amal perbuatan mereka tulus kepada Allah.
6. dalam materi da’wah, mereka tidak memasukkan ide penghapusan kemungkaran, sebab, mereka meyakini bahwa sekarang ini masih berada dalam tahap pembentukan kondisi kehidupan islami, perbuatan mendobrak kemungkaran, selain sering menimbulkan kendala dalam perjalanan da’wah mereka, juga membuat orang lari.
7. mereka berkeyakinan, jika pribadi-pribadi telah diperbaiki satu persatu, mka secara otomatis kemungkaran akan hilang.
8. keluar, tabligh dan da’wah merupakan pendidikan praktis unutk menempa seorang da’I. sebab seorang da’I harus dapat menjadi qudwah dan harus konsisten dengan da’wahnya.

Mereka memandang taqlid kepda madzhab tertentu adalah wajib. Konsekwensinya mereka melarang ijtihad dengan alasan sekarang ini tidak ada ulama yang memenuhi syarat sebagai seorang mujtahid.
Dalam beberapa hal mereka terpengaruh oleh cara-cara sufisme yang tersebar di India. Karena itu mereka menerapkan praktek- praktek sufistik seperti berikut:
1. setiap pengikutnya diharuskan melakukan bai’at kepada syaikhnya. Barangsiapa meninggal, dan ditengkuknya tidak aa bai’at maka ia mati dalam keadaan jahiliyah. Sering bai’at kepda syaikh ini dilakukan ditempat umum dengan cara membeberkan selendang-selendang lebar yang saling terkait sambil mengumandangkan bai’at secara serentak. Bai’at semacam ini sering pula dilkikan dihadapan massa wanita.
2. sangat berlebihan dalam mencintai syaikh. Apalagi kepada Rasulullah  , mereka melakukan hal-hal yang diluar tatakrama yang harus diiltizami dalam menghormati Rasulullah .
3. menjadikan mimipi-mimpi menduduki kenyataan-kenyataan kebenaran sehingga mimpi- mimpi tersebut dijadikan landasan beberapa masalah yang mempengaruhi perjalanan da’wahnya.
4. meyakini tasawf sebagai jalan terdekat mewujudkan rasa manisnya iman di dalam kalbu.
5. senantiasa menyebut-nyebut nama tokoh-tokoh tasawuf seperti Abdul Qodir Jaulani ( lahir di jailan tahun 470 H ), Surahwardi, Abu Mansur Maturidi( wafat th 332 H) dan Jalaluddin al-Rumi( lahir th 604 H ) pengarang kitab Al-Matsani .

Metode dakwah mereka berpijak kepda tabligh dalam bentuk targhib ( memberi kabar gembira ) dan tarhib ( mengancam ) serta sentuhan –sentuhan emosi. Mereka telah berhasil menarik banyak orang ke pangkuan iman. Terutama orang-orang yang tenggelam dalam kelezatan da dosa. Orang –oran gtersebut di ubah ke dalam kehidupan penuh ibadah, dzikir dan baca Al-Quran.
Jamaah tabligh selalu menjauhi pembicaraan masalah politi. Bahkan anggota Jamaahnya dilarang keras terjun ke gelanggang politik. Setiap orang yang terjun ke politik mereka kecam. Barangkali inilah pokok perbedaan mendasar antara jamaah Tabligh dan jamaah Islamiyyah yang memandang perlu berkonfrontasi menentang musuh-musuh Islam di Anak benua tersebut.


BEBERAPA CATATAN DAN MANFAAT YANG DAPAT DI PEROLEH
Mereka memperluas diri secara horisontal- kuantitatif. Tetapi merek lemah dalam mencapai keunggulan kualitatif. Sebab mencapai keunggulan kualitatif memerluka pemeliharaan dan ketekunan yang berkesinambungan. Inilah yang tidak dimiliki jamaah Tabligh. Sebab, orang yang mereka da’qahi hari ini belum tentu akan mereka jumpai sekali lagi. Malah tidak jarang orang yang telah mereka da’wahi kembali lagi ke dalam kehidupan semula yang penuh gemerlapan dan kemewahan.
Orang –orang yang mereka da’wahi tidak didika dalam satu struktur organisasi yang rapi. Ikatan lebih dititik beratkan kepada semacam kontak antar pribadi dengan da’I yang berlandaskan saling pengertian dan cinta kasih.
Dalam kontek penegakan hukun islam dalam kehidupan nyata dan dalam menghadapi aliran-aliran berfikir yang telah mengarahkan segala potensi dan kemampuan untuk merusak dan memerangi Islam dan ummatnya, gerakan mereka sama sekali tidak memadai.
Pengaruh da’wahnya lebih membekas secara jelas kepada para pengurus masjid. Sedangkan kepada orang-orang yang sudah mmpunyai pemikiran dan ideologitertentu , hampir-hampir pengaruhnya tidak ada.
Dapat juga dikatakan bahwa mereka mengambil Islam sebagian dan meninggalkan sebagiannya. Memilih-milih hakikat Islam jelas bertentangn dengan watak Islam yang utuh.
AKAR PEMIKIRAN DAN SIFAT IDEOLOGINYA
Jamah Tabligh adalah jamaah islam yang sember utamanya adalah Qur’an dan Sunnah. Sedangkan tarekatnya Ahlussunnah Wal jama’ah. Jama’ah ini banyak dipengaruhi ajaran tasawuf dan threkat seperti threqat Jusytiyyah di India. Mereka mempunyai pandangan khusus terhadap tokoh-tokoh tasawuf dalam masalah pendidikan dan pengarahan.
Diantara mereka ada yang berkeyakinan bahwa pemikirannya di ambil dari jamaah Al-nour di Turki.

PENYEBARAN DAN KAWASAN PENGARUHNYA
Pertama kali muncul di India kemudian tersebar ke Pakistan dan Banglades, negara- negara arab dan ke seluruh dunia Islam. Jamaah ini mempunyai banyak pengikut di Suriah, Yordania , Palestiana, Libanon, mesir, Sudan, Iraq, dan Hijaz.
Da’wah mereka telah tersebar di sebagian besar negara- negara Eropa, Amerika, Asia, dan Afrika. Mereka memiliki semangat dan daya juang tinggi serta tidak mengenal lelah dalam berda’wah di Eropa dan Amerika.
Pimpinan pusatnya bekantor di nizhmuddin, Delhi. Dari sinilah semua urusan da’wah internasionalnya diatur.
Dana kegiatannya depercayakan kepada para da’I sendiri. Ada pula dana yang dikumpulkan secara terpisah-pisah, tidak terorganisasi, dari beberapa donatur langsung, atau dengan cara mengirim da’I atas biaya donatur tersebut.



dikutip dari buku :
GERAKAN KEAGAMAAN DAN PEMIKIRAN, WAMY, Al- I’tishom,




JANNAH NABI ADAM

KEBERADAAN JANNAH YANG DITEMPATI NABI ADAM
Kita semua pasti menanyakan tentang keberadaan jannah yang ditempati oleh Nabi Adam sebelum beliau menempati bumi, dalam permasalahan ini ulama banyak berselisih diantaranya:
- Jumhur ulama mengatakan : bahwa jannah yang ditempati nabi Adam sebelum menempati bumi adalah jannah yang dijanjikan oleh Allah kelak kepada orang-orang yang beriman, mereka berdalihkan dengan ayat:


وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا
مِنَ الظَّالِمِينَ

" Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang yang zalim".( Q.S. Al-Baqorah:35 )
Dan juga dengan hadits yang telah diriwayatkan oleh Abu Hurairoh :

يجمع الله الناس فيقوم المؤمنون حين تزدلف لهم الجنة. فيئتون أدم فيقولون : يا ابانا استفتح
لنا الجنة . فيقول : وهل اخرجكم من الجنة الا خطيئة أبيكم

"Allah  mengumpulkan manusia, kemudian orang-orang yang beriman ketika dihadapkan bagi mereka jannah mereka mendatangi nabi Adam dan berkata : wahai bapak kami bukakanlah bagi kami akan jannah. Maka beliau menjawab: tidaklah kalian dikeluarkan dari jannah kecuali karena kesalahan bapak kalian ( adam )".
- Sebagian dari ulama mengatakan : Sesungguhnya jannah yang ditempati adam dan hawa adalah jannah dari jannah-jannah yang terdapat didunia, karena disana beliau masih dibebani agar tidak memakan dari buah-buahan tertentu, disana juga beliau masih tidur dan masih dikeuarkan darinya dan juga iblis masih bisa masuk kedalamnya dan mengganggunya, serta adam masih lalai dan bermaksiat kepada Allah  sedang semua hal ini tidak akan terjadi dijannah yang dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang yang beriman kelak.
- Abu Muhammad bin Hazm telah menuturkan tentang permasalahan ini dalam kitabnya " Al-milal wan Nihal ".dan hasil dari pendapat-pendapat tersebut antara lian:
1. Bahwa jannah tersebut adalah jannah yang dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang beriman.
2. Bahwa jannah tersebut adalah jannah selain jannah yang dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang yang beriman.
3. Bahwa jannah tersebut merupakan jannah dari jannah-jannah yang terdapat dibumi
4. Tawaqquf terhadap permasalahan ini.
Maka dengan adanya perselisihan yang sangat ketat dalam permasalahan ini, hendaknya kita senantiasa merujuk kepada para ulama dan tidak mentakwilkan dengan tanpa landasan ilmu yang benar .

FADLILAH HARI JUM'AT

I. Pendahuluan
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah yang telah melimpahkan nikmat, yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan tempat tinggal sementara bagi manusia , dan menjadikan malam dan siang silih berganti.
Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad  yang telah menyampaikan wahyu dari Allah kepada ummat manusia sebagai jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Semua orang sudah mengetahui akan hari jum’at yang merupakan salah satu hari dari tujuh hari dalam satu minggu, akan tetapi hari jum’at bagi ummat muslim merupakan hari yang agung dibandingkan hari-hari yang lainnya yang disana ada ibadah bagi ummat muslim.

Meskipun kaum muslimin sudah mengetahui akan ibadah hari jum’at tersebut, tetapi banyak juga dari kalangan awam yang menganggap hari tersebut hanya merupakan acara mingguan biasa tanpa mengetahui fadlilah-fadlilahnya serta adab-adab yang sepantasnya dilakukan.
Atas dasar ini penulis dengan mengharap ridlo dari Allah akan mencoba menguraikan tentang apa yang semestinya diketahui oleh umat Islam tentang fadlilah-fadlilah hari jum’at serta adab-adabnya. Dan pada uraian ini lebih spesifik kepada dua point tersebut tanpa menjelaskan permasalahan fiqih yang terkait dengan hari jum’at.

II. Pembahasan Masalah
A. Pengertian
a. Secara Bahasa
Huruf ( ج م ع ) adalah akar kata dari الجمعة yang memberi arti menghimpun, mengumpulkan .
b. Secara Istilah
Dinamakan الجمعة karena mustaq dari الجمع , karena orang-orang muslim berkumpul pada hari tersebut setiap satu minggu sekali dimasjid besar untuk melaksanakan ibadah kepada Allah . Yang mana pada hari itu sempurna seluruh ciptaan. Dia adalah hari ke enam dari enam hari, hari yang pada hari itu Allah ciptakan langir dan bumi, pada hari itu diciptakan Adam.
B. Sejarah Pelaksanaan
Setelah kita mengetahui الجمعة adalah satu hari dimana umat Islam berkumpul untuk melaksanakan ibadah, tetapi pada sebenarnya hari tersebut bukan hari jum’at pada sebelumnya, akan tetapi adalah hari Urubah, kemudian yang menamakan hari tersebut adalah Kaab bin Luay (menurut mendapat jumhur)
Seperti yang dikatakan As-Suhaily: “ Bahwa Kaab bin Luay adalah orang yang pertaman kali mengumpulkan manusia pada hari Urubah, dan dia juga yang pertama kali menamakan hari jum’at yang orang-orang Quraisy berkumpul padanya. Dia berkhutbah kepada manusia serta memberi peringatan serta mengingatkan akan datangnya Nabi, memerintahkan mereka untuk mengikutinya dan mengimaninya . kemudian dia bersyair, diantara bait syairnya sebagai berikut:
يا ليتني شاهِدٌ فَحْواء دَعْوَتِه
إِذا قُرَيْشٌ تُبَغِّي الحَقَّ خِذْلانا

Alangkah inginnya aku menyaksikan maksud da’wahnya
Ketika orang-orang Quraisy meremehkannya
Dalam hadits Rasulullah disebutkan :
عن سلمان قال: قال رسول الله  : يا سلمان ما يوم الجمعة؟ قلت: الله و رسوله اعلم .
فقال رسول الله  : يوم الجمعة يوم جمع الله ابواكم.
“Dari Salman berkata: Bersabda Rasulullah .:” Wahai Salman apa itu hari jum’at? Aku menjawab :” Allah dan Rasulnya lebih mengetahui. Lalu Rasulullah bersabda :” Hari jum’at adalah hari ketika Allah mengumpulkan nenek moyang kalian.”
C. Masyruiyyah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ
إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang –orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli . yang demikian itu lebih baik bagimu jika kami mengetahui,”( Q.S.Al-Jumu’ah:9)
عن أَبَى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُأَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ نَحْنُ الْآخِرُونَ السَّابِقُونَ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ بَيْدَ أَنَّهُمْ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا ثُمَّ هَذَا يَوْمُهُمْ الَّذِي فُرِضَ عَلَيْهِمْ فَاخْتَلَفُوا فِيهِ فَهَدَانَا اللَّهُ
فَالنَّاسُ لَنَا فِيهِ تَبَعٌ الْيَهُودُ غَدًا وَالنَّصَارَى بَعْدَ غَدٍ
“Bahwa Abu Huraoirah mendengar Rasulullah . Bersabda:” kami adalah orang-orang yang terakhir yang terdahulu dihari kiamat karena mereka di beri kitab sebelum kamu, kemudian hari ini adalah hari yang diwajibkan kepada mereka (untuk beribadah) lalu mereka berselisih, maka Allah menunjuki kepada kami. Lalu orang –orang mengikuti kami dari belakang . orang-orang yahudi besok dan orang-orang nashora besok lusa.”

D. Fadlilah Hari Jum’at
1. Setiap langkah orang yang pergi ke mesjid untuk melaksanakan sholat jum’at dihitung pahalanya seperti orang yang puasa dan qiyamu lail selama satu tahun.
حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ عُثْمَانَ الشَّامِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيَّ عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْس
الثَّقَفِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ غَسَّلَ وَاغْتَسَلَ وَغَدَا
وَابْتَكَرَ وَدَنَا فَاقْتَرَبَ وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا أَجْرُ قِيَامِ سَنَةٍ وَصِيَامِهَا
2. Hari jumat adalah hari yang paling mulia disisi Allah.
Dari Abu Hurairoh berkata bahwa Nabi . Bersabda:” Tidaklah matahari terbit dan tenggelam pada satu hari yang lebih utama dari pada hari jum’at.”
Dan Allah telah bersumpah dengan hari jum’at dalam salah satu ayat-Nya:” Dan yang menyaksikan dan yang disaksikan.”
( Q.S. Al-Buruj: 3).
Abu Huroiroh berkata:” Al-Yaum mau’ud ( hari yang dijanjikan ) adalah hari kiamat, Asy-syahid ( yang menyaksikan ) adalah hari jum’at dan Al-Masyhud ( yang disaksikan) adalah hari Arofah.
3. Hari jumat adalah hari raya bagi umat Islam. Karena pada hari ini Allah telah menyempurnakan agama-Nya dan nikmat-Nya.

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أنَّ رَجُلًا مِنْ الْيَهُودِ قَالَ لَهُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ آيَةٌ فِي كِتَابِكُمْ تَقْرَءُونَهَا لَوْ عَلَيْنَا
مَعْشَرَ الْيَهُود نَزَلَتْ لَاتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا قَالَ أَيُّ آيَةٍ قَالَ{ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ
نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمْ الْإِسْلَامَ دِينًا }قَالَ عُمَرُ قَدْ عَرَفْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ وَالْمَكَانَ الَّذِي نَزَلَتْ فِيهِ عَلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ قَائِمٌ بِعَرَفَةَ يَوْمَ جُمُعَةٍ

Dari Thariq bin Syihab, ia berkata : “ Seorang yahudi datang kepada Umar bin khotob lalu berkata :” Wahai Amirul mukminin, ada satu ayat dalam kitab kalian dan kalian membacanya. Apabila ayat tersebut turun kepada kami, umat yahudi niscaya akan kami jadikan waktu turunnya sebagai hari raya, Umar bertanya:” ayat yang manakah itu?” orang yahudi menjawab :” yaitu firman Allah: “ Hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucukupkan agamamu.”( Q.S. Al-Maidah:3)
Umar berkata :” kami mengetahuimya dan tempat dimana ayat ini turun kepada Rasulullah SAW. Yaitu ketika beliau khutbah dipadang Arofah pada hari jum’at.’’

E. Etika Serta Adab-Adab Yang Semestinya Dilakukan Pada Hari Jum’at.
Juga merupakan sunnah dari Rasulullah pada hari jum’at dengan mengagungkan hari tersebut, dengan melebihkan porsi ibadah yang tidak dilakukan pada hari-hari selain hari jum’at.
1. Rasulullah membaca dalam sholat shubuh dengan surat As-sajdah dan Al-Insan.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ الم تَنْزِيلُ السَّجْدَةِ
وَهَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنْ الدَّهْرِ وَأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الْجُمُعَةِ
سُورَةَ الْجُمُعَةِ وَالْمُنَافِقِينَ
“Dari Ibnu Abbas berkata : “Bahwa nabi . Membaca dalam sholat shubuh dihari jum’at الم تَنْزِيلُ السَّجْدَةِdan وَهَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنْ الدَّهْرِ, dan bahwa Nabi . Membaca dalam sholat jum’at dengan surat الْجُمُعَةِ dan الْمُنَافِقِين”
Akan tetapi banyak dari orang-orang yang tidak mempunyai ilmu, mereka mengira bahwa mengkhususkan sholat tersebut dengan sujud tambahan. Oleh karena itu para imam membenci hal ini manakalah dibaca terus-menerus, karena khawatir orang-orang awam akan bingung dengan pengkhususan tersebut, dengan menambahkan sujud pada sholat shubuh di hari jum’at ketika membaca surat, meskipun yang di baca selain surat yang ada diatas.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziah pernah mendengar dari Ibnu Taimiyyah dia berkata:” Rasululha membaca dua surat tersebut pada sholat shubuh dihari jum’at karena kandungan isinya, bukan karena menambahkan sujud ketika mambaca surat, yaitu isinya mencakup tentang penciptaan Nabi Adam, mengingatkan tentang hari pembalasan , tentang dikumpulkan manusia dipadang mahsyar, yang kejadian itu semuanya terjadi pada hari jum’at. Maka dengan beliau membaca dua surat tersebut pada hari itu sebagai peringatan kepada umatnya tentang apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi pada hari jum’at.
2. Disunnahkan membanyakkan sholawat untuk Nabi pada hari jum’at.
عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ قَالَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ
وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ قَالَ
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرِمْتَ يَقُولُونَ بَلِيتَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ
حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ

“Dari Aus bin Aus berkata: Telah bersabda Rasulullah .:” Sesungguhnya sebaik-baik hari kalian adalah hari jum’at pada hari ini Adam diciptakan, terompet pertama dan kedua ( hari kiamat ) ditiupkan. Maka perbanyaklah membaca sholawat untukku karena bacaan sholawat kalian akan diperlihatkan kepadaku.” Seseorang berkata:” Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin bacaan sholawat kami diperlihatkan kepada anda, padahal anda sudah wafat?” Nabi menjawab:” sesungguhnya Allah mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi.”
3. Mandi besar, berhias, bersiwak dan memakai wewangian ketika akan melaksanakan sholat jum’at.
Disunnahkan bagi orang yang pergi untuk melaksanakan shalat jum’at hendaknya dalam keadaan sebaik-baik mungkin, dari kebersihan dan kerapian ataupun yang lainnya , dengan mandi besar, memakai pakaian yang paling bagus diantara pakaian-pakaiannya dengan memakai wewangian dan juga hendaknya bersiwak.Sebagaimana dalam hadits disebutkan:
Dari Aus bin Aus, dari Nabi . Bersabda:” Barangsiapa mandi jum’at dan berwudlu, lalu bersegera berangkat ke masjid sambil berjalan dan tidak menggunakan kendaraan lalu mendekat ke imam, dan tidak berbuat sesuatu yang sia-sia, maka dari setiap langkah, baginya pahala amal satu tahun”
Dari Salman berkata, Nabi  bersabda :” Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at, lalu bersuci dengan sebaik-baiknya, memakai minyak wangi dan wewangian dari rumahnya kemudian keluar (untuk sholat ) dan tidak memisahkan antara dua orang, lalu sholat dan mendengarkan ketika imam khutbah, melainkan akan diampuni segala dosanya antara jum’at tersebut dan jum’at yang akan datang.”
4. Bersegera pergi kemasjid untuk sholat jum’at.

عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْأَغَرُّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا:قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ مَلَائِكَةٌ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا جَلَسَ
الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ وَمَثَلُ الْمُهَجِّرِ كَمَثَلِ الَّذِي يُهْدِي الْبَدَنَةَ ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي
بَقَرَةً ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي الْكَبْشَ ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي الدَّجَاجَةَ ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي الْبَيْضَةَ
“ Dari Ibnu Syihab mengkhabarkan kepadaku Abu Abdillah Al-Aghoz bahwa dia mendengar Abu Huroiroh berkata:” Telah bersabda Rasulullah . :” Jika pada hari jum’at pda tiap pintu dari pintu-pintu masjid malaikat mencatat orang yang pertama kali , maka apabila imam duduk mereka menutup lembarannya dan mereka datang mendengarkan peringatan . kemudian orang yang paling bersegera seperti orang yang berkorban unta, kemudian berikutnya seperti orang yang berkorban sapi, kemudian seperti orang yang berkorban domba, kemudain seperti orang yang berkurban ayam, kemudian seperti orang yang berkorban telur.”
5. Diam untuk mendengarkan khutbah jum’at, Karena mendengarkan khutbah jum’at adalah wajib. dan barang siapa yang tidak memperhatikannya maka sia-sia( tidak mendapatkan fadlilahnya). Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ :سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
Bahwa Abu Hurairah bekata: Aku mendengar Rasulullah . Bersabda:” apabila engkau berkata kepada temanmu “diamlah” pada hari jum’at sedang imam berkhutbah maka engkau telah malakukan kesia-siaan.”
6. Memperbanyak do’a dengan harapan mendapatkan waktu mustajab.
Hal ini sebagiaman yang telah disebutkan dalam hadits Abu Huroiroh yang marfu’ .
Dari Abu Hurairoh bahwa Nabi bersabda:” …. Pada hari ini( jum’at) terdapat satu wakktu yang apabila seseorang sholat lalu meminta seseuatu pada Allah melainkan (pasti ) Allah mengabulkan permintaannya.”
Dan mendapat yang paling kuat waktu mustajab ini adalah waktu akhir setelah sholat ashar pada hari jum’at . Hal ini berdasarkan hadits Jabir, ia berkata : Rasulullah bersabda:“ Pada hari jum’at terdapat dua belas waktu, ada satu waktu dimana seorang muslim meminta kepada Allah, pasti Allah akan mengabulkannya, maka carilah waktu itu pada saat-saat terakhir setelah sholat ashar.”
Dan dari Anas bahwasanya NAbi . Bersabda,“ carilah waktu yang diharapkan pada hari jum’at setelah sholat ashar sampai terbenam matahari.”
7. Membaca surat al-Kahfi
Didalam hadits Rasulullah . Bersabda:” Barang siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari jum’at maka ia akan disinari oleh cahaya diantara dua jum’at.”
8. Membaca surat al-Jum’ah dan al-Munafiqun atau Al-A’la dan al-Ghosyiah dalam sholat . karena Rasulullah telah melakuknnya dalam sholat jum’at.
9. Menjadikan hari jum’at untuk kesibukan amalan-amalan akhirat.
10. Tidak melangkahi pundak-pundak orang lain.
Imam Tirmidzi menceritakan dari ahli Ilmu bahwa mereka sangat membenci sekali akan melangkahi pundak para jamah ketika sholat jum’at , sebagaimana dalam hadits disebutkan:
Dari Abdullah bin Yasir ,berkata:” Datang seorang laki-laki melangkahi pundak-pundak manusia pada hari jum’at sedang Rasulullah . Berkhutbah, maka beliau bersabda :” duduklah kamu, engkau telah menyakiti dan memisahkan seseorang.”
Terkecuali disini bagi Imam atau orang yang melihat didepannya ada tempat kosong dan dia tidak bisa menempatinya kecuali harus dengan melangkahinya, ataupun orang yang memiliki keperluan yang sangat mendesak, maka dia boleh melakukannya dengan sarat tidak mengganggu jamaah yanglain .


III. Kesimpulan dan Penutup
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa hari jum’at yang sebelumnya adalah hari Urubah adalah hari yang agung/mulia, bahkan ada yang mengatakan lebih mulia dari hari Arofah . Hari tersebut merupakan hari raya bagi kaum muslimin yng dilakukan satu kali dalam sepekan .
Hari jum’at memiliki fadlilah –fadlilah yang amat besar, maka selayaknya bagi kaum muslimin untuk memeperhatikannya serta mencari fadlilah dari hari jum’at Dan hendaknya juga menjaga adab-adab pada hari itu sesuai dengan apa yang Rasulullah ajarkan kepada ummat belaiu.
B. Penutup
Demikian makalah yang dapat penulis paparkan tentang fadlilah dan adab-adab hari jum’at, semoga dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan juga kepada para pembaca pada umumnya. Dan tentunya dari sedikit pemapaaran ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, tentunya dari penulis mengharapkan pembenahan dari pembaca dan juga saran dan kritik yang membangun bagi penulis pada khususnya. Terima kasih.


FADLILAH PUASA SUNNAH

I. Pendahuluan
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan karunia kepada manusia seluruhnya dan juga memberikan keimanan kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Yang telah menyampaikan amanah dari Alloh untuk menyampaikan risalah kepada manusia dan berkat perjuangan beliaulah agama Islam tersebar di seantero jagat raya ini, dan juga kepada para shahabat beliau serta kepada ummat Nabi Muhammad . Yang senantiasa miniti jalan yang beliau tempuh.
Dalam kitab mukhtashor yang disusun oleh Ibnu Qudamah yang merupakan ringkasan kitab Minhajul Qosidin karangan Imam Jamaluddin Ibnu Jauzy terdapat beberapa bagian yang mana bagian pertama merupakan pembahasan tentang Ibadah. Pada bagian pertama ini imam Ibnu Qudamah memaparkan beberapa sub pembahasan, diantaranya adalah:
- Ilmu dan Fadlilahya
- Thoharoh dan rahasia-rahasianya serta kitab sholat
- Sholat dan rahasia-rahasianya
- Puasa dan rahasianya
- Haji dan rahasia-rahsianya
- Adab- adab terhadap Al-Quran
- Dzikir dan do’a- do’a

Dalam masing-masing sub pembahasan tersebut masing banyak juga judul-judul yang merupakan keterangan dari pembahasan-pembahasan yang lebih rinci, dan mayoraitas dalam pembahsan tersebut menyebutkan tentang fadilah dari suatu ibadah dengan mencantumkan dalil- dalil dari Al-Qur’an , hadits yang shohih dan kuat serta dari Qoul para salaf yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Karena dalam kitab Minhajul Qosidin yang ditulis oleh Imam Jamaluddin ibnu Jauzi adalah kitab yang salah satu tujuan penulisan beliau adalah untuk mengarahkan orang- orang yang Zuhud dan meninggalkan dunia guna bertaqorrub kepada Alloh tetapi mereka berlandaskan kepada hadits- hadits yang dloif ataupun bahkan palsu kepada ibadah yang berdasarkan sunnah. Salah satu kitab yang beliau sebutkan yang menjadi pemacu orang-orang yang mukhlis untuk bertaqorrub itu adalah “Ihya’ Ulumuddin”.
Dan dalam karya tulis ini penulis akan memaparkan tentang fadlilah puasa Sunnah yang merupakan penjabaran kutipan dari kitab mukhtasor Minhajul Qosidin pada sub pembahsan puasa dan rahasia-rahasianya , karena penulis melihat bahwa puasa adalah amalan yang sangat mulia disisi Alloh, bahkan salah satu amalan yang tidak diketahui pahalanya kecuali hanya Alloh. Akan tetapi penulis sering mendapatkan dari umat muslim yang mengamalkan puasa-puasa sunnah tersebut tanpa mengetahui lebih jelas tentang kutaman puasa yang sedang dia amalkan. Maka alangkah senangnya seorang muslim mengamalkan suatu amalan dengan berdasarkan dengan dalil- dalil yang akurat, tidak berdasarkan taklid buta yang akhirnya akan futur ataupun tidak istiqomah dalam menjalankannya dikarenakan kurangnya pemahaman dia dalam beramal dan bahkan bisa jadi amalan yang dia lakukan akan memberikan madlorot kepada pelakunya. Lantas apa yang memberikan kepada mereka kefahaman dalam beramal berdasarkan dalil-dalil yang akurat ?
Maka dari lembaran ini penulis mencoba memaparkan tentang fadlilah puasa sunnah dengan mencantumkan dalil- dalil dari Al-quran ataupun As-sunnah serta qoul para salaf yang insya Alloh dapat dipertangung jawabkan keshohihannya.
II. Landasan Masalah
A. Definisi
1. Secara bahasa
Puasa adalah arti dari kata صام- يصوم asali katanya صوم yang memiliki arti menahan
2. Secara istilah : Menahan diri dari makan dan minum serta jima’ dan segala sesuatu yang dapat membatalakan puasa mulai dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari dengan berniat ibadah kepada Allah.

B. Masyruiyyah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
( Q.S. Al- Baqoraoh: 183)

عن بن عباس انه قال: أن النبي  كان يصوم حتي نقول لا يفطر ويفطر حتي نقول لا يصوم.
Dari Ibnu Abbas bahwa dia berkata: “Bahwa Rasulullah senantiasa berpuasa sehingga kami katakana beliau tidak pernah makan , dan beliau makan sehingga kami katakan beliau tidak pernah berpuasa.”

Dalam ayat diatas adalah ayat yang menyebutkan tentang kewajiban puasa, yakni dibulan Ramadlan. Sedang dalam hadits diatas menunjukkan juga bahwa Rasulullah tidak pernah kosong dari hari puasa dalam satu bulan, dan juga Rasulullah tidak pernah puasa satu bulan penuh kecuali hanya puasa Ramadlan. Tentu saja puasa yang dilakukan oleh Rosulullah yang hukumnya sunnah disana banyak mengandung hikmah serta fadlilah-fadlilah dari puasa tersebut, mungkin dari keutamaan hari tersebut atau dari fadlilah itu sendiri.
C. Fadlilah Puasa Secara Umum
Puasa adalah ibadah yang agung yang mesti dilakukan oleh seorang yang mengaku beriman kepada Alloh , dan puasa merupakan ibadah yang istimewa yang pahalanya tidak terbatas dengan jumlah tertentu dan hanya Alloh  yang mengetahuinya.
Dan puasa memiliki banyak sekali keutamaan, diantaranya adalah :
 Alloh  akan memasukkan orang yang sering berpuasa kedalam Jannah dari pintu yang tidak dimasuki kecuali hanyalah orang yang berpuasa.
Sebagiamana dalam hadits Rasulullah
عن سهل عن النبي قال : ان في الجنة بابا يقال له الريان يدخل منه الصائمون يوم القيامة لا يدخل
منه احد غيرهم . يقال : اين الصائمون؟ فيقومون . لا يدخل منه احد غيره. فاذا دخلوا اغلق فلم يدخل
منه احد.
Dari Sahl . mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Sesungguhnya di dalam surga terdapat (delapan pintu. Di sana 4/88) ada pintu yang disebut Rayyan, yang besok pada hari kiamat akan dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa. Tidak seorang selain mereka yang masuk lewat pintu itu. Dikatakan, 'Dimanakah orang-orang yang berpuasa?' Lalu mereka berdiri, tidak ada seorang pun selain mereka yang masuk darinya. Apabila mereka telah masuk, maka pintu itu ditutup. Sehingga, tidak ada seorang pun yang masuk darinya."
Imam Qurtuby mengatakan tentang hadits diatas: Cukup tepat dalam hadits tersebut disebutkan dengan Rayyan yang memiliki arti syab’, dan itulah yang amat dirindukan bagi orang yang sedang puasa.
Maka jika orang memahami maksud hadits tersebut dia akan lebih termotifasi dengan adanya pengkhususan bagi orang yang puasa akan dimasukkan kedalam surga yang dikhususkan bagi orang yang sering melaksanakan puasa.
 Puasa adalah perisai. Maksudnya adalah pelindung yang akan menjaga dan melindungi orang yang berpuasa dari perbuatan kesia-siaan dan kotor terlebih lagi perbuatan maksiat. Disamping itu juga akan menjaganya dari api neraka. Sebagaimana Sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:
عن ابي هريرة قال أن النبي قال : الصيا م جنة , فلا يرفث ولا يجهل. وإن امرأ قاتله او شاتمه فليقل :
إني صائم.والذي نفسي بيده لخلوف فم الصائم اطيب عندالله من ريح المسك يترك طعامه وشرابه وشهوته
من اجلي. الصيام لي وأنا اجزى به والحسنة بعشر امثالها
Dari Abi Huroiroh dia berkata:” Bahwa Nabi  pernah bersabda:” Puasa adalah perisai, maka janganlah berbuat kekejian dan kebodohan, jika seseorang mendloliminya atau mencelanya hendaklah dia mengatakan : saya sedang puasa. Demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya sungguh bau mulut orang yang puasa itu lebih wangi disisi Alloh dari pada bau misk, dia meninggalkan makannya, minumnya dan syahwatnya karena Aku, aku akan membalasnya sendiri , dan satu kebaikan dilipat gandakan dengan sepuluh semisalnya.”

Ibnu A’robi mengatakan : Puasa adalah perisai dari api neraka, karena dia menahan syahwatnya, sedang neraka itu dipenuhi dengan syahwat . maksudnya jika seseorng menahan dirinya dari syahwatnya didunia maka dia akan dihindarkan dari neraka diakhirat nanti.
Dan juga dalam hadits diatas memberikan makna juga bahwa puasa adalah amalan yang pahalanya tidak tau pahalanya kecuali hanya Allah saja dan Alloh sendiri yang akan memberikan ganjarannya. Karena puasa adalah amalan yang tidak bisa dilihat oleh manusia secara dlohir dia adalah amalan hati yang mengetahui hanya Allah dia hanya Alloh yang akan memberikan balasannya, tidak seperti amalan yang lain seperti sholat, zakat, amar ma’ruf ataupun yang semisalnya. Maka disebutkan dalam hadits mursal:
ليس في الصائم رياء
“ Tidak ada riya’ dalam puasa”
Karena amalan itu semuanya dengan anggota badan kecuali hanya puasa, dia adalah amalan hati yang tidak dilihat oleh manusia.
Imam Qurtuby berkata: Maksud Allah akan membalasnya sendiri adalah bahwa semua amalan Alloh sudah memberitahukan kepada manusia ganjarannya, yaitu dia akan dilipat gandakan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali, tetapi kalau puasa Allah akan membalasnya dengan tanpa batas ketentuan.
Adapun sebab pengkhususan Allah dalam memberikan balasan adalah karena dua hal berikut:
1. Karena seluruh amalan hamba itu nampak dihadapan manusia yaitu dilakukan dengan anggota badan. Sedang puasa adalah amalan yang tersembunyi yang diketahui oleh pelakunya dan Rabbnya, dia mengamalkannya dengan ikhlas karena mengharap pahala dari Allah.
2. sebagai cara untuk menundukkan musuh Alloh . Karena saran yang dipergunakan musuh adalah syahwat. Syahwat bisa menjadi kuat karena makanan dan minuman. Selagi lahan syahwat tetap subur, maka stan bisa bebas berkeliaran ditempat gembalaan yang subur itu. Tapi jika syahwat ditinggalkan, maka jalan ke sana juga mnjadi sempit.

 Puasa akan meningkatkan kesehatan meningkatkan fisik, psikis,social dan Spiritual. Para ahli medis menyebutkan bahwa puasa bisa menyebabkan badan kita sehat. Karena ketika tubuh tidak dimasuki makanan lagi, dia akan memproses zat kimia yang berasal dari asam lemak ke dalam sistem metabolisme tubuh yang kemudian dikeluarkan melalui organ-organ pembuangan. Itu berarti mengubah simpanan lemak manjadi energi. Selain itu puasa juga mampu mengeluarkan racun pada tubuh melalui kolon, ginjal, paru-paru, kelenjar limpa, dan kulit.
Perlu diketahui juga bahwa kebiasaan makan yang salah dan tanpa aturan akan menyebabkan terjadinya berbagai macam penyakit. Seperti tekanan darah tinggi, penyempitan pembuluh darah otak, penyakit jantung koroner, dan lainnya. Oleh Karena itu orang yang banyak puasa akan terhindar dari berbagai penyakit.
Kalau ditinjau secara kejiwaan, puasa merupakan usaha melatih diri untuk menjadi lebih tenang dan sabar, serta lebih mampu untuk mengihindari berbagai konflik dengan orang lain. Hasil dari latihan yang terus menerus selama sebulan setiap tahun atau lebih dari itu tentu akan berujung pada kemampuan kita untuk mengendalikan nafsu dan membuat jiwa kita menjadi lebih sehat.
Diatas adalah beberapa pemaparan tentang fadlilah puasa secara umum dan masing banyak lagi hadits-hadits yang menyebutkan tentang fadlilah puasa secara umum , dan untuk lebih lanjutnya akan kami paparkan tentang fadlilah- fadlilah sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah  kepada ummatnya.
III. Pembahasan Masalah
Fadlilah- Fadlilah Puasa Sunnah:
1. Puasa Arofah
عن ابي قتادة  قال : قال رسول الله  : صوم يوم عرفة يكفر سنتين ماضية و مستقبلة. و صوم يوم
عاشوراء يكفر سنة ماضية.)رواه الجماعة الا البخارى و الترمذى(
Dari Abu qotadah  berkata: Rasulullah telah bersabda :” Puasa Arofah menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang telah lewat dan satu tahun yang akan datang. Dan puasa ‘asyura menghapuskan dosa satu tahun yang telah lewat.”
Hari Arofah adalah hari yang sangat agung, padahari itu Alloh menghapuskan pahala orang- orang yang haji yang sedang wuquf di Arofah tempat wukufnya para Nabi dan para Rasul. Maka termasuk dari Rahmat Alloh yang diberikan kepada ummat Nabi Muhammad ini untuk memuliakan hari tersebut dengan memberikan sunnah puasa pada hari tersebut, dan juga merasakan kehormatan sebagaimana orang-orang yang haji melaksanakan kethoatan kepada Alloh, maka orang yang melaksanakan puasa tersebut dengan mengharapkan ampunan dari Alloh maka Alloh akan menghapuskan dosa-dosanya selama dua tahun, dosa satu tahun yang telah lewat dan dan dosa-dosa satu tahun yang akan datang, selagi dia tidak melaksanakan dosa- dosa besar serta bukan dosa-dosa yang ada hubungannya dengan orang lain, karena kalau dosa-dosa besar itu akan ampuni dengan bertaubat sedang dosa-dosa yang ada hubungannya dengan manusia maka dia harus meminta kehalalannya dari orang yang telah ia dlolimi.
2. Puasa Asyuro
Dalam sejarah deceritakan ketika nabi  berada di Madinah pada tahun kedua setelah hijrah Rasulullah mendapati orang-orang yahudi berpuasa, lalu beliau bertanya kepada para shahabat tentang hari puasa mereka, lalu para shahabat menjawab: hari itu adalah hari dimana Nabi Musa diselamatkan dari kejaran fir’aun dan bala tentaranya, serta ditenggelamkannya fir’aun dan bala tentaranya di laut merah, kemudian Nabi Musa berpuasa pada tanggal tersebut sebagai bentuk kesyukuran beliau kepada Allah. Maka beliau bersabda:
نحن احق بموسى منكم
“ Kami lebih berhaq ( mengikuti musa) dari pada kalian( orang-orang yahudi).”
Lalu Rasulullah  berpuasa dan memerintahkan para shahabat untuk melaksanakan puasa sebagai pengagungan untuk hari itu, dan juga sebagai bentuk tauladan kepada Nabi Musa, terlebih kalau kita melihat kaidah:” syariat sebelum kami( diutusnya nabi Muhammad) merupakan syariat kami selagi tidak menyelisihi syariat kami.”
Menurut madzhab Hanafiyah, puasa hari Asyura ini merupakan puasa yang diwajibkan kepada ummat Nabi Muhammad sebelum turunnya kewajiban puasa Ramadlan, dan setelah turun ayat yang mewajibkan untuk puasa Ramadlan maka puasa Asyura menjadi sunnah hukumnya.
عن عائشة  قالت: ان قريشا كنت تصوم يوم عاشوراء في الجاهلية, ثم امر رسول الله بصيامه حتى
فرض رمضان, و قال رسول الله  من شاء فليصمه ومن شاء افطره ( رواه البخارى)
Dari Aisyah berkata:” Orang-orang Qurasy berpuasa pada hari asyura di masa jahiliyyah, kemudian Rasulullah memerintahkan untuk berpuasa sampai turun kewajiban untuk puasa Ramadlan. Lalu Rasulullah bersabda: Barang siapa yang berkehendak silahkan berpuasa dan barang siapa yang berkehendak silahkan tidak berpuasa.( H.R. Bukhori)
Adapun fadlilah puasa pada hari itu adalah:
عن جابر بن عبد الله  : ان رسول الله  قال : من وسع على تفسه و اهله يوم عاشوراء. وسع الله عليه
سائر سنته. ( رواه البيهقي في الشب وابن عبد البر )
Dari Jabir bin Abdillah  : Bahwa Rasulullah  bersabda : Barang siapa meluangkan dirinya dan keluarganya untuk puasa ‘asyura, maka Alloh akan meluangkan seluruh waktunya. “ ( H.R. Baihaqi dan Ibnu Abdil Bar )
Hadits ini mempunyai rawi- rowi yang banyak dan semuanya dloif, tetapi kalau semuanya digabungkan maka akan menjadi kuat
عن ابي قتادة الانصارى  : ان رسول الله  سئل عن صوم يوم عرفة. ففال : يكفر السنتين الماضية و
اللبا قية . وسئل عن يوم عا شوراء . فقال: يكفر السنة الماضية ........(رواه مسلم )
Dari Abi Qotadah al-Anshori berkata: bahwa Rasulullah ditanya tentang puasa hari Arofah, lalu beliau menjawab: dia menghapuskan ( dosa-dosa) dua tahun, satu tahun yang telah lewat dan satu tahun yang akan datang. Dan ditanya tentang puasa hari Asyura. Lalu beliau menjawab: dia menghapuskan( dosa-dosa) satu tahun yang telah lewat……..” ( H.R. Muslim)
Dalam hadits diatas menunjukkan keutamaan puasa pada tanggal sepuluh muharrom atau puasa asyuro, pengarang kitab Ibanatul Ahkam menyebutkan dalam kitabnuya, bahwa puasa pada hari tersebut mengahapuskan dosa-dosa satu tahun yang telah lewat selagi dia tidak melakukan dosa- dosa besar atau tidak juga dosa-dosa yang hubungannya dengan manusia.
3. Puasa enam hari dibulan syawal
عن ابي ايوب الانصاري قال: ان رسول الله قال: من صام رمضان ثم اتبعه ستا من شوال كان
كصيام الدهر( رواه مسلم:) 1164)
Dari abu Ayyub Al-Anshori berkata: bahwa Rasulullah  telah bersabda: barangsiapa yang puasa ramadlan kemudian mengikutinya dengan puasa enam hari dibulan syawal, seakan-akan dia telah puasa sepanjang masa. “
Karena puasa satu bulan pada bulan Ramadlan pahalanya setara dengan sepuluh bulan dan puasa enam hari pada bulan syawal pahalanya setara dengan puasa dua bulan. Jadi, sepuluh bulan tambah dua bulan sama dengan dua belasa bulan dalam satahun karena satu kebaikan diberi pahala sepuluh kali lipat. Dan yang paling afdlol adalah melakukannya dengan berututan setelah iedul fitri pada awal bulan syawal ataupun pada akhir pada bulan syawal karena dengan begitu dia akan mendapatkan fadlilah mutabaah yaitu dia sesuai apa yang dinashkan mengikutinya dengan enam hari berpuasa pada bulan syawal, tetapi bisa juga melakukannya tidak berurutan selagi masih dibulan syawal.
4. Puasa sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijah
عن ابي هريرة  قال: قال رسول الله  :افضل الصيام بعد رمضان شهرالله محرم . و افضل
الصلاة بعد الفريضة صلاة الليل ( رواه مسلم )
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah  telah bersaba :” Paling afdlolnya puasa setelah puasa Ramadlan adalah puasa pada bulan muharrom, sedangkan paling afdlolnya sholat setelah sholat fardlu adalah sholat lail.” ( H.R. Muslim)
Maksud hadits diatas adalah puasa mutlak yang paling utama sesudah Ramadlan adalah puasa pada bulan Muharrom, sebagaimana sholat mutlak yang paling utama sesudah sholat wajib adalah sholat malam.
5. Puasa Yaumul Bidl
عن ابي هريرة  قال : اوصاني خليلي  بثلاث: صيام ثلاثة ايام من كل شهر, وركعتي اضحى,وان
اوتر قبل ان انام . ( رواه البخارى)
Dari Abi Huroiroh  berkata: kekasihku  berwasiat kepadaku dengan tiga perkara: puasa tiga hari dalam satu bulan, dua rokaat sholat Dluha dan melaksanakan witir sebelum tidur.( H.R. Bukhori)
Puasa ini dinamakan hari-hari putih karena malam-malam pada hari tersebut senantiasa diterangi oleh rembulan mulai dari awal malam sampai akhir malam , dalam kitab An-Nasa’I yang disyarah oleh Al-hafidz Jalaluddin As-suyuthi disebutkan bahwa hikmah puasa pada hari tersebut, bahwa pada malam hari-hari tersebut diliputi oleh terangnya bulan maka sangat cocok kalau pada siang harinya diterangi pula dengan beribadah, dan ada juga yang mengatakan bahwa hikmahnya adalah gerhana bulan kebanyakan terjadi pada malam- malam tanggal tersebut, dan pada waktu –waktu gerhana tersebut umat Islam disunnahkan untuk berbuat kebaikan dan bertaqorrub oleh Allah
Adapun fadlilah melaksanakan puasa pada hari tersebut adalah:
عن جابر بن عبد الله  قال: صيام ثلاثة ايام من كل شهرصيام الدهر : صيام البيض صبيحة ثلاث
عشرة واربع عشرة وخمسة عشرة ( رواه النسائى)
Dari Jabir : Berkata Nabi :” Puasa tiga hari pada tiap bulan adalah puasa sepanjang masa, yaitu puasa hari-hari putih mulai tanggal 13,14dan 15.”( H.R. An-Nasa’i)
Telah jelas pada hadits diatas bahwa keutamaan puasa pada hari-hari ini adalah seakan-akan dia puasa sepanjang masa.
6. Puasa senin dan kamis
Ada beberapa sebab kenapa Rasulullah  melaksanakan puasa pada hari senin dan kamis:
a. Karena pada hari senin dan kamis amalan-amalan manusia diperlihatkan dan diangkat.
عن ابى هريرة قال : ان النبي  كان اكثر ما يصوم الاثنين والخميس . فقيل له, فقال : ان
الا عمال تعرض كل اثنين و خميس.فبغفر الله لكم مسلم او لكل مؤمن الا المتهاجرين , فيقول :
اخرهما( رواه احمد)
Dari Abu Huroiroh berkata: Bahwa Nabi sering melaksanakan puasa pada hari senin dan kamis. Lalu beliau ditanya tentang hal itu, kemudian Rasul bersabda: sesungguhnya amalan-amalan manusia diperlihatkanpada hari senin dan kamis, dan Alloh  ,mengampuni setiap orang muslim atau orang mukmin kecuali orang yang saling memboikot. Alloh  berfirman : tundalah mereka berdua.” ( H.R. Ahmad)
b. Rasulullah  dilahirkan pada hari senin dan pada hari senin pula Rasulullah mendapatkan wahyu. Dalam hal ini ada hadits yang diriwayatkan oleh Abu QotadahAl- Anshori bahwa Rasulullah ditanya terntang puasa senin. Rasulullah menjawab:
فيه ولدت وفيه انزل علي
“ Pada hari itu akau dilahirkan dan pada hari itu aku mendapatkan wahyu.”
( H.R.Muslim)
Pada hadits-hadits diatas menunjukkan disunnahkannya puasa pada hari senin dan kamis karena pada hari-hari itu amalan manusia diangkat. Dan dalam hadits lain yang disabdakan oleh Rasulullah : Dan aku ingin ketika amalanku diangkat aku dalam kedaan puasa.”
7. Puasa Daud
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَال :َقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى صِيَامُ
دَاوُدَ وَأَحَبُّ الصَّلَاةِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى صَلاةُ دَاوُدَ كَانَ يَنَامُ نِصْفَهُ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَكَانَ يُفْطِرُ يَوْمًا
وَيَصُومُ يَوْمًا )سنن أبي داود - (ج 6 / ص 435(

Dari Abdillah bin Amru berkata: Rasulullah berkata kepadaku: “ puasa yang paling disukai oleh Alloh adalah puasa Nabi Daud dan sholat yang paling disukai oleh Alloh adalah sholatnya Nabi Daud, beliau tidur separoh malam, lalu bangun sepertiga malam kemudian tidur lagi seperenam dari malam, dan beliau satu hari berbuka dan satu hari beliau berpuasa.”
Puasa daud adalah puasa yang paling disukai oleh Allah, karena dia terdiri dari tiga factor:
1. Dia memberikan hak kepada dirinya ketika dia tidak berpuasa sebagai jatah bagi dirinya, dan melaksanakan puasa sebagi bentuk beribadah kepada Alloh, dengan demikian dia sangat adil karena dia telah melaksanakan haknya dan telah menunaikan kewajibannya sebagai seorang hamba.
2. Hari ketika dia makan adalah hari dia bersyukur, dan hari ketika dia puasa adalah hari dia bersabar, sedang keimanan terdiri dari dua unsur: unsur kesyukuran dan unsur kesabaran.
3. Puasa ini adalah puasa yang amat berat untuk dilakukan seseorang, karena kapan seseorang melaksanakannya kemudian dia malas, maka dia akan meninggalkannya. Padahal Alloh sangat membenci orang yang senantiasa melaksanakan kethoatan kemudian dia meninggalkannya, dan Alloh sangat menyukai amalan yang istiqomah meskipun dia sedikit.

IV. Penutup
Taleh kami uraikan sebelumnya tentang keutamaan-keutamaan puasa secara umum ataupun tentang fadlilah-fadlilah puasa sunnah secara khusus, Karena kami melihat banyak dari ummat Islam ini meskipun mereka mengamalkan puasa –puasa sunnah tetapi mereka tidak mengetahui fadlilah dari amalan tersebut, atau bahkan mereka mengamalkannya karena mereka hanya ikut-ikutan kepada orang lain tanpa berdasarkan dalil yang jelas.
Dan juga letah kita ketahui bersama bahwa puasa memenga satu amalan yang sangat istemewa yang selayaknya seorang mukmin untuk melazimi puasa-puasa sunnah yang telah diajarkan oleh rasulullah kepada kita semua sesuai dengan kadar kemampuan kita untuk melaksanakannya. Terlebih puasa-puasa sunnah yang hanya ada dalam satu tahun sekali seperti puasa arofah ataupun puasa asyuro yang keduanya memiliki fadlilah yang sangat agung sekali. Dan patut kita merasa menyelasal manakala kita tertinggal puasa sunnah tersebut tanpa kita menyambutnya dangan menghadirkan hati yang ikhlas melaksanakannya, ataupun puasa-puasa sunnah yang lainnya juga. Kalau kita melihat para shahabat mereka sangat berlomba-lomba sekali dalam beramal, sebagai contohnya apa yang terjadi pada shahabat Abdullah bin Amru bin Ash al-Anshori  dia melaksanakan puasa setiap hari dan melakukan sholat malam sepanjang malam, lalu setelah Rasulullah  mengetahui apa yang ia lakukan, beliau mengajarkan agar dia berpuasa setiap bulan tiga hari saja yang pahalanya menyamai puasa sepanjang masa, lalu dia merasa lebih kuat untuk melakukan yang lebih dari itu, lalu beliau menyarankan kepadanya agar melaksanakan puasa Daud dan melaksanakan shoalat lail sebagaiman Nabi Daud melaksanakannya.
Maka rasanya kita patut berbangga manakala puasa menjadi salah satu dari ajaran din ini, yang manakala kita melakukannya kita akan mendapatkan pahala darinya,dan bahkan dalam sejarah lain disebutkan bahwa puasa akan meningkatkan dan memberikan kesehatan pada tubuh, dan juga banyak dari agama-agam lain yang mereka melaksanakan puasa hanya semata- mata menjaga kesehatan bagi tubuhnya tanpa ada ganjaran dari amalan yang mereka kerjakan.
Dalam kesempatan ini kami ingin mengatakan bahwa makalah ini hanyalah usaha kecil yang tidak seberapa nilainya. Dan jika usaha ini benar adanya , semua itu hanyalah pemberian dari Alloh  dan karunia-Nya. Jika tidak, tidak ada yang kami bisa salahkan selain diri kami sendiri.
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”( Q.S. Yusuf : 53 )
Dan akhirnya hanya kepada Alloh  kami memohon agar Dia menjadikan amalan amalan kami tulus semata-mata mencari ridlonya dan semoga berkenan memaafkan kesalahan- kesalahan yang ada dalam uraian- uaraian diatas serta dalam mengerjakannya. Dan kami juga memohon kepada para pembaca untuk memberikan saran- saran dan kritik yang membangun demi perbaiakan kepada punulis pada khususnya. Semoga paparan dari lembaran ini memberikan manfaat kepada kita semua. Amin. Allahu a’lam.



Tuesday, June 23, 2009

BAHAYA RIYA'

I. Pendahuluan
Segala puji bagi Allah  yang telah melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya kepada hamba-Nya, yang telah menjadikan manusia didunia agar mereka menyembah kepada-Nya dengan keikhlasan dan yang menjanjikan surga sebagai balasan bagi orang-orang yang beribadah dengan keikhlasan.
Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad  yang telah menyampaikan risalahnya kepada ummat beliau sebagai tuntunan dan pedoman dalam beramal, dan juga kepada para shahabat beliau serta ummat beliau yang senantiasa meniti jalan dan dakwah beliau.

Berbicara masalah hati adalah merupakan perkara yang sangat urgen bagi kehidupan seorang muslim terkait dengan ketidak diterimanya amalan, ataupun meskipun secara dhohir baik akan tetapi yang terdapat didalam hati malah sebaliknya yang akan mendatangkan murka dari Allah  . maka sebagaimana yang dikatakan imam Syafi'i dalam menerangkan hadits pertama dari hadits al-arbain an-nawawiyah yang dinukil oleh imam Musthofa Bugho, bahwa dia merupakan sepertiga dari ilmu, karena seseoranng itu akan mendapatkan pahala dari tiga perantara yaitu dengan hatinya , dengan lisannya dan dengan anggota badannnya.
Maka manakala hati itu baik dalam niatnya dengan diiringi amalannya tentu saja akan menghasilkan buah dari amalan tersebut, akan manakala hati itu rusak meskipun dia berbuat kebaikan akan tetapi dengan niatan yang keliru atau riya maka hilanglah amalannya. Maka untuk mengetahui lebih lanjut apa itu riya, bagaimana hukumnya, apa saja macamnya dan yang terlebih penting lagi cara untuk menghilangkan ataupun supaya terhindar dari perbuatan riya ini, akan penulis paparkan akan itu semua dalam makalah ini.

II. Pembahasan masalah
A. Definisi
1. Secara bahasa riya Riya’ adalah isim masdar dari kata رائى maksudnya adalah seseorang yang beramal agar amalannya dilihat oleh manusia. Masuk dalam kategori ini adalah seseorang yang beramal agar ia didengar oleh orang lain (sum’ah). Dalam sebuah riwayat Rasulullah  bersabda :
"من راء راء الله به ومن سمع سمع الله به"
“Barang siapa yang riya’ maka Allah akan memperlihatkannya dan barangsiapa yang sum’ah maka Allah akan memperdengarkannya.”
2. Adapun secara istilah riya adalah perbuatan seorang hamba dalam beribadah kepada Allah  namun dengan membagus-baguskan amalannya dan bersungguh-sungguh agar dilihat manusia,agar mereka memujinya dan menyanjungnya, seperti : dia adalah orang yang ahli ibadah, dia adalah orang yang rajin puasa , dia adalah orang yang zuhud dan dia adalah orang yang dermawan ataupun yang semisalnya.
Dalam artian dia beribadah tidak dengan keikhlasan kepada Allah  semata akan tetapi bersama-Nya pula dia meniatkan kepada manusia agar menyanjungnya dan memujinya.
3. Perbedaan riya' dan sum'ah
Riya’ adalah melakukan suatu amalan agar ia dilihat oleh manusia, sedangkan sum’ah adalah melakukan suatu amalan agar didengar oleh manusia. Maka riya’ berkaiatan dengan penglihatan mata sedangkan sum’ah berkaitan erat dengan pendengaran.Termasuk dalam pembahasan ini adalah menyembunyikan amalan untuk Allah dengan harapan diperbincangkan oleh orang lain. Dalam kitab Fathul Majid dijelaskan perbedaan riya’ dengan sum’ah yaitu riya’ adalah adanya amal yang diperlihatkan seperti shalat, sedangkan sum’ah karena ada amal yang diperdengarkan seperti membaca, memberi nasehat atau dzikir, menceritakan tentang amalnya juga termasuk sum’ah.

B. Dalil pengharaman
Dalam Al-Qur-an dan As-Sunnah banyak sekali di sebutkan dalil – dalil perintah agar seorang hamba beribadah dan beramal dengan keikhlasan dan melarang mereka serta mengancam mereka dari beribadah dan beramal dengan riya, diantara dalil-dali dari Al-Qur'an sebagai berikut:
• Adapun dari Al-Qur'an adalah:
        
" Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus " ( Q.S. Al-bayyinah: 5 )
Imam At-Thobari menyebutkan dalam kitabnya berkenaan dengan ayat ini bahwa Allah  memerintahkan kepda orang-orang yahudi dan nashoro dari ahli kita agar mereka beribadah kepda Allah  dengan keikhlasan, yaitu mengesakan dalam kethoatan kepada allah , tidak mencampurkan kethoatan mereka dengan kesyirikan. Akan tetapi orang-orang yahudi beribadah dengan kesyirikan dengan mengatakan Uzair adalah putra Allah , dan orang –orang nasharo mengatakan al-masih adalah putra Allah  serta mereka semua ingkar terhadap kenabian Muhammad .
         
  ••         
          
        
" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir " ( Q.S. Al-Baqorah : 264 )
Imam Al-Qurthuby dalam kitab tafsirnya tentang ayat ini menyebutkan bahwa shodaqoh akan hilang karena dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti ( perasaan penerima )dan tidak akan memberikan pahala bagi pelakunya. Dan juga shodaqohnya orang yang riya yang bermaksud dari shodaqohnya agar dilihat manusia, yaitu dengan menampakkan kepada mereka seolah-olah dia mengharapkan pahala dari Allah  padahal yang dia inginkan adalah sanjungan dari manusia ataupun masyhur dikalangan manusia bahwa dia adalah orang yang baik dan dermawan ataupun tujuan –tujuan yang lain tetapi hanya bersifat duniawi .
• Sedang dalil- dalil dari As-sunnah adalah:
ان رسول الله  قال : ان اخوف ما اخوف عليكم الشرك الاصغر, قالو: يا رسول الله
وما الشرك الاصغر؟ قال: الرياء يقول الله  لهم يوم القيامة إذا جزى الناس
بأعمالهم : اذهبوا الى الذى تراؤون فى الدنيا. هل تجدون عندهم خيرا
" sesungguhnya yang paling kutakutkan dari apa yang kutakutkan atas kalian adalah syirik kecil". Mereka bertanya:" wahai Rasulullah , apakah syirik kecil itu? beliau menjawab, "riya." Allah  berfirman kepada mereka pada hari kiamat, tatkala memberikan balasan amal-amal manusia,"pergilah kepada orang –orang yang kalian berbuat riya' didunia, apakah kalian mendapatkan kebaikan disisi mereka?"
( H.R. Ahmad )
عن ابي هريرة  قال: سمعت رسول الله  يقول : قال الله  : أنا أغنى
الشركاء عن الشرك من عمل عملا اشرك فيه معي غيري تركته و شركه"
Diriwayatkan dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullahn bersabda : “ Allah Ta’ala berfirman : “Aku adalah sekutu yang Maha Cukup, sangat menolak perbuatan syirik. Barang siapa yang mengerjakan suatu amalan dengan dicampuri dengan perbuatan syirik kepada-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan (tidak Aku terima) amal syiriknya itu,” (HR. Muslim).
Dua ayat dan dua hadits diatas kalau kita perhatikan menunjukkan kepada dalil tentang kesyirikan, karena memang riya adalah riya' kecil sebagai mana yang telah disebutkan diatas, dalam artian orang yang melakukan suatu ibadah sedangkan dia dalam kesyirikan maka amalan itu tidak akan diterima. Riya' dikatakan syirik kecil karena dia mensekutukan Allah  dalam tujuan niat untuk melakukan ibadah itu sendiri. Dan dalam dua hadits itu secara jelas disebutkan bahwa riya adalah merupakan kesyirikan, dan bagi orang yang melakukannya kelak dia tidak akan mendapat apapun diakhirat nanti. Dalam aplikasinya seorang hamba pada awalnya sudah membawa niat untuk riya' agar manusia melihatnya dan memujinya, supaya dia dikatakan sebagai orang yang ahli ibadah, sebagai orang yang ahli puasa dan sebagai orang yang dermawan ataupun yang semisalnya dan sampai akhir amalannya masih mempertahankan niatnya itu maka Allah  akan meninggalkan amalan itu dan tidak akan mamberikan balasan dari amalan tersebut bagi pelakunya.
Akan tetapi manakala seorang hamba melakukan suatu ibadah dengan niat keikhlasan pada awal niatnya kemudian pada pertengahan amalan setan membisikkannya akan niat riya dan dia mampu berlindung kepada Allah dan menghilangkan niat tersebut maka amalannya tetap diterima. Begitu juga sebaliknya sampai akhirnya dia masih mempertahankan niat riya'nya maka amalannya tidak akan diterima oleh Allah .

C. Pembagian riya
secara pengertian riya itu mencari kedudukan diantara manusia ataupun mencari sanjungan dan punjian diantara manusia, akan tetapi dalam praktek riya tersebut ada pembagiannya, sebagai manadisebutkan oleh syaikh Jamaluddin al-Qosimi ada lima bagaian yang kesemuanya mengacu kepada manipulasi dalam mencari kedudukan dan sanjugan dari orang lain:
1. Riya dengan anggota badan, seperti halnya menampakkan kesedihannya dalam masalah agama karena menyesali dosa-dosanya yang telah dia perbuat. Ataupun dengan menampakkan kusut rambutnya karena tidak sempat mengurus rambutnya lantaran kesibukannya dengan ibadah atapun menampakkan keringnya bibir dan lemasnya badannya lantaran dia orang yang sering puasa. Akan tetapi itu semuanya ia sengaja tampakkan terhadap manusia agar mengatakan kepadanya dia adalah orang yang ahli ibadah ataupun yang semisalnya.
2. Riya yang berasal dari perhiasan, seperti berjalan dengan suara keras, membiarkan bekas sujud diwajah, pakaian yang tebal dan indah, mengenakan kain wol, gambaran riya' lainnya adalah mengenakan pakaian tambalan dan kain berwarna abu-abu, agar dikira sejenis wol. Mereka riya' dalam masalah ini ada beberapa tingkatan . diantaranya mereka ada yang mengharapkan kedudukan tertentu dikalangan orang-orang yang baik, dengan memperlihatkan pakaian yang lusuh, agar dia dikira orang yang zuhud. Tingkatan lainnnya adalah mereka mengharap agar dapat diterima dikalangan oran g-orang yang baik dan sekaligus diterima dikalangan para pemuja dunia seperti raja , penguasa dan pedagang. Andai dia mengenakan pakaian yang mentereng, maka dia tidak akan diterima di kalangan orang-orang yang sholeh. Andaikan dia mengenakan pakaian yang lusuh, maka para penguasa dan orang –orang kaya akan merasa jijik terhadap dirinya. Mereka ingin memadukan antara orang-orang yang taat beragama dan pemuja dunia, dan berusaha agar bisa diterima kedua belah pihak.
3. Riya' dengan perkataan, riya'nya para pemeluk agama ialah dengan nasihat dan peringatan dengan maksud untuk berdebat, memperlihatkan kedalaman ilmunya dan perehatiannya dihadap orang banyak,memperlihatkan amarah saat melihat kemungkaran dihadapan orang banyak. Membaca Al-Qur'an dengan suara pelan-pelan sedangkan didalam hati tersimpan maksud agar dirinya dikira takut kepada Allah  dan lain-lainnya.
Sedangkan riya'nya para pemuja dunia ialah dengan menghadapkan syair-syair dan pura-pura fasih dalam perkataan.
4. Riya' denga perbuatan, seperti riya'nya orang yang memanjangkan bacaan saat berdiri ketika sholat, memanjangkan ruku' dan sujud serta menampakkan kekhusuan dan lain-lainnya . Begitu pula riya' dalam puasa dan haji, shodaqoh dan lain-lainnya. Sedangkan riya'nya para pemuja dunia ialah denga berjalan penuh lagak dan gaya, congkak, menggerak-gerakkan tangan, melangkah pelan-pelan yang semuanya dimaksudkan untuk menunjukkan penampilan dirinya.
5. Riya dengan teman dan orang –orang yang berkunjung kepadanya. Seperti memamerkan kedatangn ulama atau ahli ibadah kerumahnya, agar dia dikatakan bahwa dia termasuk orang yang ahli ibadah. Dan ini semuanya dilakukan agar mendapatkan ketenaran dan kedudukan dihati manusia.
D. Keadaan manusia ketika terjangkiti oleh riya'
Ibnu Rojab meyebutkan dalam kitanya bahwa manusia ketika terjangkiti oleh riya' ada pada dua keadaan, dan dengan mengetahuinya akan lebih waspada serta selalu instropeksi diri supaya tidak terjangkiti oleh riya':
1. Keadaan sebelum melakukan ibadah dia diganggu oleh setan dengan membisikkan " jangan beramal, ini perbuatan riya' agar manusia memujimu".
2. Kedaaan setelah melaksanakan ibadah kemudian datang kepadanya setan dan membisikan kepadanya agar dia menceritakan amalannya dengan maksud sum'ah. Maka hendaklah dia selalu mengingat Allah  dan berlindung kepada Allah  dari bisikan setan itu.
Akan tetapi setelah dia melaksanakan ibadah kemudian tanpa usahannya, kemudian orang lain memujinya dan menyanjungnya sedang dia merasa bahagia maka ini tetap tidak mempenaruhi amalannya. Karena semacam ini merupakan kebahagiaan yang disegerakan, dengan catatan terjadi setelah amalannya selesai.

عن ابى ذر قال : قيل لرسول الله  : أرأيت الرجل الذى بعمل العمل
من الخير , ويحمد ه الناس عليه ؟ قال: تلك عاجل تشرى المؤمن ( رواه مسلم )

Dari Abu dzar  berkata:" Rasulullah  ditanya tentang seseorang yang melakukan kebaikan kemudian manusia memujinya terhadapa malannya itu? lalu beliau menjawab: itu adalah kebahagiaan seorang mukmin yang disegerakan".( H.R. Muslim)
Dan seringkali seseorang setelah melakukan kethoatan dia merasa senang karena telah melaksanakannya, maka ini juga tidak membatalkan amalannya karena ini merupakan ciri-ciri dari orang yang beriman.
Sebagaiamana Rasulullah  dalam haditsnya:

عن أبي أمامة ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل : ما الإيمان ؟ فقال :
من سرته حسنته ، وساءته سيئته فهو مؤمن
Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah  ditanya:" Apa itu iman ? maka beliau bersabda:" Barangsiapa yang kebaikannya membuatnya dia gembira, dan kejelekannya membuatnya dia sedih maka dia adalah orang yang beriman. ( H.R. Hakim 1:39 )

E. Tingkatan-tingkatan riya
Pada dasarnya riya itu bersumber dari hati seseorang yang mengharapkan sanjungandan kedudukan didunia, akan tetapi dalam aplikasi riya'pun berbeda-beda tingkatannya dan dalam urutan ini yang paling atas lebih tinggai derajatnya dari pada yangdi bawahnya:
1. Yang paling besar resikonya adalah riya dengan keimanannya dalam artian dia beribadah hanya mengharapkan kedudukan dunia dan sanjungan dari manusia, maka in seperti halnya orang-orang munafik dalam beramal , mereka mengucapkan syahadat dan mengamalkan amalan-amalan wajib akan tetapi pada dasarnya mereka sangat bermalas-malasan dalam melaksanakannya, sebagaimana dalam al-Qur'an disebutkan:
       ••    
  
"dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." ( Q.S. An-Nisa' :142 )
2. Riya' dalam amalan-amalan wajib seperti sholat jum'at ataupun sholat lima waktu dan amalan-amalan wajib lainnya dengan mengamalkannya karena khawatir akan cercaan dari orang lain bukan karena kecintaan dengan amalan tersebut dan keikhlasan. Maka perbuatan semacam ini akan menjadikan takutnya seorang hamba tersebut terhadap manusia lebih besar dari pada takutnya dian kepada Allah, dan ini merupakan kebodohan dan pantas mendapatkan siksa dari Allah .
3. Riya' dengan amalan-amalan sunnah dengan bermalas- malas untuk mengamalkannya ketika dalam kesendirian, kemudian riya' tersebut merasuk dalam hatinya ketika mengamalkan amalan tersebut,seperti ketika mengunjungi orang sakit, ketika berta'ziyah, mereka mengamalkannya karena takut akan cercaan dan makian serta mereka mengharapkan pujian dari orana lain padahal Allah  mengetahui bahwa dia manakala dalam kesendirian dia tidak pernah mengamalkan amalan-amalan wajib dengan sempurna, maka riya' semacam ini termasuk perkara yang besar akan tetapi tidak sampai pada tingkatan riya' yang kedua.
4. Riya' dengan mengurangi dari ibadahnya, seperti mempercepat dalam sholatnya, akan tetapi kalau ada orang yang melihatnya maka dia memperpanjang sholatnya, memperpanjang ruku' dan sujudnya. Riya' semacam ini merupakan riya yang dilarang juga karena dia lebih mendahulukan niat kepada manusai daripada kepada Allah, dan jika orang yang melakukan semacam ini mengatkan :" Aku berbuat semacam ini hanya agar mereka tidak mengghibah saya". Maka katakan kepadanya :" ini adalah tipu daya setan untuk menjerumuskanmu kepada kesesatan".

F. Meninggalkan amal karena riya'
Merupakan realita yang seringkali terjadi pada diri manusia adalah keinginan seseorang untuk melaksanakan kebaikan akan tetapi terbesit pada hatinya agar tidak melakukannya supaya tidak ternidai oleh riya, maka hal semacam ini tidak terjadi pada seorang mukmin karena ini adalah gangguan dan bisikan dari setan. Akan tetapi hendaklah dia melaksanakan amalan yang diperintahkan amalan tersebut dan dia menyukainya serta dia senantiasa meminta pertolongan kepada Allah  kemudian bertawakkal untuk melaksanakannya atas dasar keihlasan dan dijauhkan dari riya'.
Syaikh Muhyiddin An-Nawawi mengatakan: tidaklah pantas meninggalkan dzikir dengan lisan kemudian hanya berdzikir dengan hati karena takut orang melihatnya dan mengarakan bahwa dia riya. Akan tetapi hendaklah melaksanakannya dengan lisannya dan hatinya kemudian dia ikhlaskan kepada Allah .
Fudlail bin Iyadl mengatakan : bahwa meningalkan amal karena manusia adalah riya' dan beramal karena manusai adalah syirik. Ibrahom An-Nakho'I mengatkan : jika setan datang kepadamu sedang engakau dalam keadaansholat dan dia berbisik kepadamu: engkau berbuat riua. Maka perpanjanglah sholatmua".

G. Bahaya riya'

وعن أبى هريرة مرفوعا قال الله تعالى : أنا أغنى الشركاء عن الشرك من عمل عملا
أشرك معى فيه غيرى تركته وشركه( (رواه مسلم)
Diriwayatkan dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullahn bersabda : “ Allah Ta’ala berfirman : “Aku adalah sekutu yang Maha Cukup, sangat menolak perbuatan syirik. Barang siapa yang mengerjakan suatu amalan dengan dicampuri dengan perbuatan syirik kepada-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan (tidak Aku terima) amal syiriknya itu,” (HR. Muslim).
Maksudnya barangsiapa meniatkan amal ibadahnya untuk makhluk selain Aku, maka Aku akan tinggalkan dia bersama sekutunya.
Ibnu Rajab rahimahullah berkata : “Ketahuilah bahwa amal untuk selain Allah ada banyak macamnya. Terkadang hanya riya’ murni, seperti perilaku orang-orang munafik sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
•          
  ••      
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (an Nisaa’ : 142).
Riya’ murni ini biasanya tidak akan terjadi pada diri seorang mukmin dalam menjalankan kewajiban shalat dan puasa, akan tetapi terkadang terjadi dalam sedekah yang wajib atau ibadah haji atau amal-amal lainnya yang zhahir atau amal-amal yang manfaatnya lebih banyak. Dalam masalah ini ikhlas adalah berat. Tidak diragukan oleh seorang muslim bahwa amalan seperti ini dapat menggugurkan ibadahnya, dan pelakunya berhak mendapatkan murka dan siksa dari Allah. Terkadang pula orang beramal karena Allah tetapi dibarengi dengan riya’. Jika riya’ itu mengiringi amalnya sejak niat awal, maka sesungguhnya perbuatan riya’ ini sama halnya meniatkan ibadah kepada sekutu-Nya, Banyak nash shahih yang menunjukkan kebatilannya.
Ibnu Rajab menuturkan bahwa Imam Ahmad berkata : “Pedagang, pekerja bayaran dan orang-oprang yang menyewakan pahalanya tergantung keikhlasan niat mereka dalam ikut serta berperang, dan mereka tidak seperti orang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya serta tidak mencampurkan jihadnya dengan yang yang lain.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bahwa ia berkata :
“Jika salah seorang diantara kamu telah bertekad untuk berperang, lalu Allah menggantinya dengan rezeki, maka tidak apa-apa dengan hal itu, adapun jika salah seorang diantara kamu jika diberi dirham ia berperang dan jika tidak diberi tidak berperang, dengan demikian tidak ada kebaikan dalam perbuatannya itu.”
Diriwayatkan dari Mujahid bahwasanya ia berkata tentang haji seorang pemandu unta dan haji pesuruh serta pedagang “itu sempurna tidak mengurangi pahala mereka sama sekali.” Maksudnya, karena tujuan mereka yang asli adalah haji itu,”
Ia berkata : “Adapun jika amal aslinya karena Allah  kemudian tiba-tiba ada niat riya’, dan dia berusaha untuk menghilangkannya, maka hal itu tidak membahayakannya.” Hal ini tidak diperselisihkan oleh para ulama. Namun jika ia terus membiarkannya, apakah riya’ itu menghapus amalnya ataukah tidak dan apakah ia mendapatkan pahala berdasarkan niat aslinya? Dalam masalah ini ada perbedaan diantara para ulama salaf. Imam Ahmad v dan Ibnu Jarir  memilih bahwa amalnya tidak bathil dengan adanya riya’ itu, dan pelakunya mendapatkan pahala berdasarkan niat aslinya. Ini riwayat dari al Hasan  dan yang lainnya. Dalam hal ini ada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dzarr  dari Rasulullahn, beliau ditanya tentang seseorang yang melakukan suatu amal kebaikan. Maka beliau bersabda : “ Itu adalah kabar gembira yang dipercepat bagi seorang mukmin.” (HR. Muslim).
وعن أبى سعيد مرفوعا : ألا أخبركم بما هو أخوف عليكم عندى من المسيح الدجــال ؟
قالوا : بلى يا رسول الله ! قال : الشرك الخفي. يقوم الرجل فيصلى فيزين صلاته لما
يرى من نظر رجل. (رواه أحمد).
Di riwayatkan dari Abu Sa’id secara marfu’, bahwa Rasulullah bersabda : “Maukah kalian aku beritahu tentang sesuatu yang menurutku lebih aku khawatirkan terhadap kalian daripada al Masih ad Dajjal ? Para sahabat berkata : Baiklah ya Rasulullah ! Beliaupun bersabda : “Syirik tersmbunyi, yaitu ketika seseorang berdiri melakukan shalat, dia pirindah slatnya itu lantaran mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya.” (HR. Ahmad).
Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dalam shahihnya dari Mahmud bin Labid, ia berkata : bahwa Rasulullah  keluar lalu bersabda : “Wahai orang-orang, jauhilah oleh kalian syirik tersembunyi.” Para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan syirik tersembunyi ? Beliau bersabda : “Syirik tersembunyi, yaitu ketika seseorang berdiri melakukan shalat, dia perindah shalatnya itu karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya, itulah syirik tersembunyi.”
Syirik Khafi disebut syirik tersembunyi karena pelakunya menampakkan bahwa amalnya karena Allah sementara tujuannya adalah selain Allah, atau ia menyekutukannya dalam amalan itu dengan membaguskan shalatnya karena –Nya.

H. Faktor-faktor pencegah riya'
Pada penjelasan diatas telah dipaparkan akan bahayanya riya' yang akan menggufurkan riya dan sangat merusak hari seorang mukmin, maka dengan semaksimal mungkin harus dihilangan dan selalu menjaga hari agar tidak terjangkiti oleh riya', adapun faktor-faktobar penghalang riya dan penawarnyaadalah:
1. Senantiasa meningkatkan keimanan kepada Allah  agar senantiasa mengharapkan balasan dari Allah dan menghilangkan niatan balasan dan penghargaan dari manusia, karena kekuatan iman merupakan salah satu sebab Allah melindungi hambanya dari bisikan setan dan dari ketundukannya terhadap hawa nafsu.
2. Membekali dengan ilmu syar'I, terlebih khusus lagi ilmu-ilmu agidah islamiyah agar menjadi penjaga baginya- denganizin Allah- daru fitnah-fitnah syubhat. Dan juga supaya lebih mengtahui keagungan Allah  serta lemahnya para makhluk-Nya. Maka dengan ini semua akan menghilangkan riya terhadap manusia dan menjauhi dari riya' serta agar mengetahui pintu-pintu masuknya gangguan setan dan menjauhinya.
3. Banyak- banyak mengembalikan semua usuran kepada Allah dan berdo'a kepada-Nya agar senantiasa melindunginya darikeburukan nafsunya dari dari kejelekan setan dan bisikannya. Dan agar memberikan kepadanya keikhlasan. Dan juga banyak-banyak berdzikir sesuai tuntunan syariat yang menjadi benteng dari keburukan hawa nafsu dan setan.
4. Mengingat balasan yang sangat besar diakhirat yang akan didapat oleh orang yang berbuat riya', yang paling dahsyat adalah akan mendapatkan bagian pertama kali orang yang merasakan api nereka diakhirat.
5. Selalu mengingat betapa hinanya dan bodohnya orang berbuat riya', karena denga hal itu dapat menghiangkan pahalanya yang akan menyelamatkannya dari adzab kubur, siksa hari kiamat dari api neraka hanya karena mengharapkan pujian dan sanjungan dari manusia serta mengharapkan kedudukan didunia. Maka dengan riya' tersebut akan mengundang keridoan dari manusia serta mendatangkan murka dari Allah, maka sebagamana yang di katakan oleh mam Malik ketika ditanya:
من السفلة؟ قال: من أكل بدينه
" Siapa orang yang hina ? beliau menjawab: orang yang makan dengan menjual agamanya"
6. Rakus terhadap hal-hal yang menghilangkan riya, seperti menyembunyikan ibadah yang bersifatmustahab dan menghilangkan riya ketika sadar bahwa dirinya terjangkiti oleh riya' , menjauhi berbincang-bincang dengan orang-orang yang senang menyanjung dan orang-orang yang senang beramal karena riya' dan yang semisalnya.
III. Penutup

Sedikit kami ulas kembali sebagai penutup daripembahasan ini dengan memaparkan beberapa kesimpulan dari rangkaian diatas,
Dari pemaparan diatas dapat kita ambil beberapa inti dan perlu kita camkan seara serius, karena ini semuanya terkait tidaknya amalan yang telah kita laksanakan. Dan juga kita harus senantiasa menjaga diri dan hati agar tidak terjangkiti oleh penyakit riya' ini, karena pelakunya akan dijanjikan dengan ketidak terimanya amalannya dan pasti tidak mempunyai bekal menuju kehidupan yang bahagia dari amalannya itu, alangkah ruginya dan menyesalnya kelak oang yang seperti ini, wal iyyaadzu billah.


La tansa