Monday, June 22, 2009

AQIQOH

I. Pendahuluan
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Rabb semeseta alam, yang telah menciptakan manusia dan yang menjamin rizki mereka, yang menjadikan manusia berpasang- pasangan. Dan yang menciptakan segalanya dan yang mengaturnya.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah , juga kepada para shahabatnya dan kepada ummat beliau yang senantisa meniti jalannya dan manhaj beliau.
Pelaksanaan aqiqah sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat muslim bahkan orang awampun sudah banyak yang mengetahui tentang pelaksanaan ini. Akan tetapi dalam pelaksanaan ini kebanyakan masih hanya dalam taraf adat, dalam artian manakala seseorang mempunyai seorang bayi maka tidak boleh tidak harus diaqiqahi lantaran hal ini sudah menjadi kebiasaan bagi orang yang mempunyai bayi yang baru lahir. Tetapi mereka tidak mengetahui dari hukum, hikmah ataupun rukun-rukun dalam sunnah aqiqah ini. Bahkan kadang-kadang dalam prakteknya ada hal-hal yang tidak pernah dicontohkan dalam syariat, seperti disediakan kelapa muda untuk menyimpan rambut yang baru dipotong, ataupun hal-hal yang lainnya.
Maka dari tulisan ini penulis mencoba untuk memjelaskan kembali tentang hal- hal yang berkaitan dengan aqiqah yang sesuai dengan yang telah diajarkan oleh ajaran Islam, agar menjadi amalan yang dilakukan lebih berbarokah dari Allah dan terlebih lagi agar amalan tersebut tidak sia-sia.

II. Pembahasan Masalah
A. Definisi
1. Secara Bahasa
Secara bahasa adalah memotong dan membelah, sehingga hewan yang disembelih pun juga disebut aqiqoh karena tenggorokannya dibelah dan dipotong. Ada juga yang mendefinisikannya sebagai rambut yang terdapat kepala bayi yang baru keluar dari perut ibunya, baik manusia atau binatang yang baru keluar dari perut induknya.
2. Secara Istilah
Secara terminology adalah hewan yang disembelih untuk anak yang baru lahir sebagai ungkapan sukur kepada Allah  dengan niat dan syarat-syarat khusus.

B. Masyruiyyah
Pelaksanaan aqiqoh dilaksanakan berdasarkan hadits-hadits berikut:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنْ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا
Dari Ibnu Abbas  :” Bahwa Rasulullah  mengaqiqahi Hasan dan Husain masing- masing seekor domba. “ ( H.R. Abu dawud )

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي ضَمْرَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ قَالَسُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ عَنْ الْعَقِيقَةِ
فَقَالَ لَا أُحِبُّ الْعُقُوقَ وَكَأَنَّهُ إِنَّمَا كَرِهَ الْاسْمَ وَقَالَ مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَأَحَبَّ أَنْ يَنْسُكَ عَنْ وَلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ
Dari Zaid bin Aslam dari seorang laki- laki dari bani Dlomroh dari bapaknya bahwa dia berkata: “ Rasulullah  ditanya tentang aqiqah.” Lalu beliau menjawab:” saya tidak menyukai uquq ( kedurhakaan )” seolah- olah beliau tidak suka nama ini. Kemudian beliau bersabda:” barangsiapa yang dikaruniai anak dan ingin beribadah dari anaknya maka hendaklah dia melaksanakan.” ( H.R. Malik )

عنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِّيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي الْغُلَامِ عَقِيقَةٌ
فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الْأَذَى
Dari Salman bin Amir Adl-Dlobby: bahwa Rasulullah  bersabda: “ bayi yang lahir harus disertai aqiqah, maka alirkanlah darah untuknya dan singkirkanlah penyakit ( kotoran ) darinya ( degan mencukur rambutnya).” (H.R. An-Nasa’i)
Hadits diatas menunjukkan tentang masyruiyyah pelaksanaan aqiqah, adapun tentang hukumnya ulama berselisih antara yang mewajibkan dan yang mensunahkannya.diantaranya adalah:
- Adapun jumhur berpendapat bahwa aqiqah adalah sunnah dengan menggunakan dalil bahwa Rasulullah  melaksanakannya dan juga melihat hadits yang kedua.
- Adapun dlohiriyyah mewajibkan pelaksanaan aqiqah dengan melihat hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah tentang perintah Rasulullah  untuk melaksanakan aqiqah:

عنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِّيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي الْغُلَامِ عَقِيقَةٌ
فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الْأَذَى

Dari Salman bin Amir Adl-Dlobby: bahwa Rasulullah r bersabda: “ bayi yang lahir harus disertai aqiqah, maka alirkanlah darah untuknya dan singkirkanlah penyakit
( kotoran ) darinya ( degan mencukur rambutnya).” (H.R. An-Nasa’i)

C. Hikmah Dalam Pelaksanaan Aqiqah
Didalam pelaksanaan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah  tentu tidak sia-sia ataupun tidak ada hikmah dibalik pelaksanaan itu, begitu juga dalam pelaksanaan aqiqah ini ada beberapa hikmah dan keutamaan bagi bayi yang diberikan aqiqah tersebut pada khususnya.diantaranya adalah:

عَنْ سَمُرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ
بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ ، وَيُحْلَقُ ، وَيُسَمَّى } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ
Dari Samuroh  bahwasanya Rasulullah  bersabda: “ Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, yang disembelih pada hari ketujuh, dicukur dan diberi nama.”
( H.R. Ahmad dan Imam empat )
Dalam kata-kata “tergadai dengan aqiqah ” ulama berselesih dalam maknanya, adapun yang paling benar adalah sesuai dengan pendapatnya imam Ahmad bin Hambal yaitu masalah syafaat, dalam artian manakala seseorang yang belum diaqiqahi itu meninggal sedang dia belum baligh maka dia tidak dapat memberikan syafaat kepada kedua orang tuanya.

عنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِّيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي الْغُلَامِ عَقِيقَةٌ
فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الْأَذَى
Dari Salman bin Amir Adl-Dlobby: bahwa Rasulullah  bersabda: “ Bayi yang lahir harus disertai aqiqah, maka alirkanlah darah untuknya dan singkirkanlah penyakit
( kotoran ) darinya ( degan mencukur rambutnya).” (H.R. An-Nasa’i)

D. Rukun-Rukun Dalam Aqiqah
1) Penyembelihan Hewan Aqiqah
Hewan untuk pelaksanaan aqiqah adalah domba, sebagaimana dalam hadits disebutkan:

عنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِّيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي الْغُلَامِ عَقِيقَةٌ
فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الْأَذَى
Dari Salman bin Amir Adl-Dlobby: bahwa Rasulullah r bersabda: “ Bayi yang lahir harus disertai aqiqah, maka alirkanlah darah untuknya dan singkirkanlah penyakit
( kotoran ) darinya ( degan mencukur rambutnya).” (H.R. An-Nasa’i)

عَنْ أُمِّ كُرْزٍ قَالَتْ :سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ مُتَكَافِئَتَانِ
وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ
Dari Ummu Kurz berkata: aku mendengar dari Nabi  bersabda: “ aqiqah untuk anak laki-laki adalah dua ekor domba yang mencukupi, dan untuk anak perempuan seekor domba.” ( H.R. Ibnu Majah)
Dari dua hadits diatas menunjukkan bahwa pelaksaan aqiqah itu dengan menyembelih kambing, untuk bayi laki-laki dua ekor dan untuk bayi perempuan satu ekor menurut imam Syafi’i dengan melihat hadits yang telah disabdakan oleh Rasulullah  diatas, adapun menurut imam Malik seorang bayi diaqiqahi dengan satu domba saja baik bayi laki-laki ataupun bayi perempuan dengan melihat hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah  mengaqiqahi Hasan dan Husain masing-masing dengan satu kambing.
Imam Muhammad bin Ismail al-Kahlany penyusun kitab Subulus Salam mengomentari dua pendapat diatas, bahwa hadits yang menunjukkan perkataan Rasulullah lebih kuat dari hadits yang menunjukkan perbuatan Rasulullah. Akan tetapi boleh juga mengaqiqahi bayi laki-laki dengan domba satu ekor karena itu juga sudah mencukupi, dan yang sunnah adalah dengan menggunakan dua ekor domba.
Adapun pelaksanaan aqiqah dengan selain unta adalah tidak ada sunnahnya dan tidak ada dasarnya dari Rasulullah  , dalam satu hadits disebutkan: Diriwayatkan dari Ibnu mulaika, dia berkata, Abdurrahan bin Abu Bakar dikaruniai bayi laki-laki, lalu dia berkata kepada Aisyah ( saudara perempuannya) , “ wahai Ummul Mukminin, ia akan aku aqiqahi dengan seekor unta.” Aisyah berkata.” Mohon perlindungan kepada Allah, akan tetapi yang disabdakan Rasulullah  adalah dua ekor kambing yang mencukupi ( bagi laki-laki).”
Sekelompok ulama berpendapat, bahwa kemutlakan sabda Nabi  :
“ alirkanlah darah untuknya ” telah dibatasi dengan sabda Nabi , “ untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor.” Dengan demikian, aqiqah dengan selain kambing tidak mencukupi, dan tidak dapat diganti dengan unta maupun sapi.

2) Pemberian Nama
Merupakan dari sunnah agar memberikan nama kepada bayi dengan nama yang bagus. Adapun nama yang paling baik adalah Abdullah dan Abdurrahman. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَال :َقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ الْأَسْمَاءِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى
عَبْدُ اللَّهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ
Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah  bersabda: “ nama yang paling disukai oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrohman.” ( H.R. Abu Dawud )
Dan boleh juga memberikan nama dengan nama-nama malaikat, nama-nama para Nabi, nama Thoha ataupun Yasin. Ibnu Hazm mengatakan: ulama bersepakat tentang keharaman memberikan nama dengan nama-nama penyembah selain Allah, seperti Abdul Uzzh, Abdu Hubal ataupun yang semisalnya.
Tentang persyaratan kambing yang akan disembelih sebagaimana syarat-syarat seperti halnya domba yang akan disembelih untuk kurban yaitu tidak ada cacat pada domba tersebut, dan juga dibolehkan menyembelih domba untuk aqiqah dengan domba jantan ataupun betina. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi:

عَنْ سِبَاعِ بْنِ ثَابِتٍ أَنْ مُحَمَّدَ بْنَ ثَابِتِ بْنِ سِبَاعٍ أَخْبَرَهُ: أَنَّ أُمَّ كُرْزٍ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا سَأَلَتْ رَسُولَ اللَّهِ 
عَنْ الْعَقِيقَةِ قَالَ عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ وَعَنْ الْأُنْثَى وَاحِدَةٌ وَلَا يَضُرُّكُمْ أَذُكْرَانًا كُنَّ أَمْ إنَاثًا
Dari Siba’ bin Tsabit, bahwa Muhammad bin Tsabit bin Siba’ mengkhabarinya: “ bahwa Ummu Kurz mengkhabarinya bahwa dia bertanya kepada Rasulullah tentang aqiqah. Kemudian Rasulullah menjawab: “ untuk bayi laki –laki dua ekor domba dan untuk bayi perempuan satu ekor domba baik jantan ataupun betina.”
( H.R. At-Tirmidzi )

3) Pencukuran Rambut
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad:

ِعن أَبِي رَافِعٍ { أَنَّ فَاطِمَةَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا لَمَّا وَلَدَتْ حَسَنًا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا أَعُقُّ عَنْ
وَلَدِي بِدَمٍ ؟ قَالَ لَا وَلَكِنْ احْلِقِي رَأْسَهُ وَتَصَدَّقِي بِوَزْنِ شَعْرِهِ فِضَّةً
Dari Abi Rofi’ : “ Bahwa Fatimah  ketika melahirkan Hasan berkata : “ wahai Rasulullah  bolehkah aku mengaqiqahi ( mengoleskan darah di kepalanya ) untuk anakku dengan darah? Rasulullah  menjawab: “ jangan, tetapi cukurlah kepalanya dan bersedekahlah dengan perak seberat rambutnya.”
Pertanyaan Fatimah  diatas merupakan adat yang biasa dilakukan orang- orang arab jahiliyyah, yaitu manakala ada seseorang mempunyai bayi yang baru lahir mereka memotong hewan, kemudian mereka mangambil darah dari binatang yang disembelih tersebut kemudian dioleskan di bagian kepala sibayi, kemudian setelah datang Islam maka disyariatkan dengan memotong rambut. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:

عن أَبِي بُرَيْدَةَ يَقُول كُنَّا فِي الْجَاهِلِيَّةِ إِذَا وُلِدَ لِأَحَدِنَا غُلَامٌ ذَبَحَ شَاةً وَلَطَخَ رَأْسَهُ بِدَمِهَا
فَلَمَّا جَاءَ اللَّهُ بِالْإِسْلَامِ كُنَّا نَذْبَحُ شَاةً وَنَحْلِقُ رَأْسَهُ وَنُلَطِّخُهُ بِزَعْفَرَانٍ

Dari Abi Buraidah  berkata:“ pada masa jahiliyah jika salah seorang dari kami dikaruniai bayi laki-laki, maka dia akam menyembelih domba dan melumuri kepala si bayi dengan darah domba tersebut Ketika datang Islam, kami mnyembelih domba, mencukur rambut dan mengolesi( kepalanya ) dengan za’faran.” ( H.R.Abu Dawud )
Dalam pemotongan rambut tidak ada pengkhususan bagi bayi laki-laki saja ataupun tidak ada juga pengecualian bayi perempuan. Akan tetapi al-Maziri berpendapat dalam pemotongan rambut hanya khusus bagi bayi laki-laki sedang bagi bayi perempuan hukumnya makruh, sedang menurut mazhab Hanbali pemotongan rambut itu mutlak untuk bayi laki-laki dan juga perempuan.

E. Waktu pelaksanaan aqiqah
Pelaksanaan penyembelihan hewan aqiqah dilaksanakan pada hari ke tujuh dari kelahiran si bayi yang di aqiqahi jika mampu pada waktu itu, kalau tidak mampu boleh dilakukan pada hari yang ke empat belas, ataupun juga hari ke dua puluh satu dari hari kelahiran si bayi. Ini adalah pendapat ulama madzhab Hanbali. sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Baihaqi:
عن عبد الله ابن بريدة عن ابيه عن النبي  انه قال : العقيقة لسبع و لاربع عشرة و لاحدى عشرة

Dari Abdullah bin Buraidah dari bapaknya dari Nabi  bahwasanya beliau bersabda:
“ ( pelaksanaan ) aqiqah itu pada hari ketujuh atau hari ke empat belas atau hari ke dua puluh satu.” ( H.R. Al-Baihaqi )
Namun demikian jika orang tua menyembelih aqiqah sebelum atau sesudahnya, maka hal itu tetap mencukupi sebagai aqiqah, karena maksud aqiqah sudah terpenuhi. Adapun ulama madzhab syafi’i menetapkan bahwa aqiqah tidak akan gugur/ hilang dengan penundaannya, tapi disunnahkan untuk tidak menunda pelaksanaannya hingga anak berusia baligh. Jika ditunda hingga si bayi berusia baligh, maka hukum atau tuntutan aqiqah gugur demi hukum, dan si bayi diberikan kebebasan untuk mengaqiqahi dirinya sendiri.
Dan manakala hari aqiqah bertepatan dengan hari Iedul Adha maka menurut madzhab Hanbali maka dia boleh melaksanakan satu sembelihan untuk qurban dan untuk aqiqah.

F. Hukukm-Hukum Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Aqiqah
- Tidak boleh memecah- mecah tulang hewan aqiqah.
- Disunnahkan memasak daging hewan aqiqahdan tidak menyuguhkannya dalam keadaan mentah, sehingga bisa merata pada para orang miskin dan tetangga sekitar. Hal itu bisa menambah kebaikan dan ungkapan syukur, serta menunjukkan kemuliaan akhlak dan kedermawanan.
- Aqiqah merupakan kewajiban ayah atau orang yang wajib menafkahi bayi, dan ia bisa melaksanakannya dengan dana dari hartanya sendiri, bukan harta si bayi yang baru lahir. Ia tidak bisa dilakukan oleh selain ayah kecuali dengan seizinnya.
- Disunnahkan memperdengarkan adzan pada teling kanan si bayi dan memperdengarkan iqomah pada telinganya hal ini agar menjadikan kalimat yang pertama kali dia dengar adalah nama Allah  . Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam at-Tirmidzi:
عن الحسن بن علي ان النبي قال: من ولد له ولد فأذن في أذنه اليمنى و أقام في اليسرى
لم تضره أم الصبيان
Dari Hasan bin Ali  bahwa Nabi  bersabda: “ Barang siapa yang melahirkan seorang bayi maka hendaklah dia mengumandangkan adzan pada telinga kanannya dan iqomah pada telinga kirinya, tidak mengapa ( dilakukan oleh ) ibu si bayi.” ( H.R. Ibnu Sinay)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh ashim bin Ubaidillah yang dikeluarkan oleh at-Tirmidzi, banyak ulama yang mengatakan bahwa hadits itu dloif. Tetapi pada kitab Tuhfatul ahwadzi disebutkan memang hadits itu dloif, akan tetapi telah dikutakan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Husain bin Ali yang dikeluarkan oleh Ibnu Sunnyyi secara marfu’.
- Menurut madzhab Hanbali bahwa melubangi telinga bayi perempuan untuk dipakaikan padanya anting itu tidak mengapa. Begitu juga menurut madzhab Hanafi dituturkan: tidak mengapa melubangi telinga bayi perempuan, karena ini merupakan perbuatan yang dilakukan pada zaman jahiliyah akan tetapi Rasulullah  tidak mengingkari perbuatan tersebut.

III. Penutup
Alhamdulillah, dari pemaparan diatas kita bisa mengetahui lebih jelas bagaimana seharusnya yang dilakukan oleh orang tua yang memiliki anak kecil sebagai sunnah yang semestinya ia lakukan sebagaim bentuk rasa syukurnya kepada Allah . Dan seharusnya dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Islam menurut sunnah Rasulullah . Dan menjauhkan hal-hal yang bersifat penyimpangan-penyimpangan, contohnya apa yang dilakukan pada zaman jahiliyah untuk mengoleskan darah hewan sembelihan pada kepala si bayi, karena pada dasarnya itu adalah kotoran yang dia taruhkan dan kemudian datang ajaran Islam menghapus ajaran tersebut dengan yang lebih baik yaitu dengan menghilangkan kotoran dari kepalanya dengan mencukur rambutnya, dan bahkan menurut salah satu keterangan dengan mencukur rambut si bayi akan mempercepat pertumbuhan si bayi dan akan menjadikan si bayi lebih cerdas kelak diwaktu besarnya nanti. Adapun perbuatan masa jahiliyah yang tidak diingkari oleh Rasulullah  boleh dilaksanakan, seperti melubangi telinga si bayi untuk dipakaikan anting bagi bayi perempuan. Dan mungkin masih banyak hal lagi yang harus dijaga dalam pelaksanaan aqiqah ataupun yang harus dijauhi dalam pelaksanaanya yang belum kami sampaikan dalam tulisan ini dikarenakan keterbatasan ilmu kami ataupun pengalaman kami.
Sebagai penutup dari tulisan ini, penulis memohon kepada pembaca untuk menyampaikan kekurangan- kekurangan yang ada pada makalah ini sebagai tambahan ilmu bagi penulis khususnya dan sebagai perbaikan tulisan ini yang semoga akan lebih bermanfaat kepada para pembaca pada khususnya.
Dan tentunya akhir kata kami sampaikan mohon maaf sebesar-besarnya atas kekeliruan- kekeliruan ataupun kekurangan- kekurangan yang ada dalam makalah ini kepada para pembaca. Dan penulis menunggu saran dan kritik yang membangun demi perbaikan penulis pada khususnya.







Referensi:
 Sunan At-Tirmidzi, Al-maktabah Asy-syamilah
 Sunan An-Nasa’i, Al-maktabah Asy-syamilah
 Sunan Abu Dawud, Al-maktabah Asy-syamilah
 Sunan Ibnu Majah, Al-maktabah Asy-syamilah
 Sunan Al-kubro, Al-maktabah Asy-syamilah
 Al-Muwaththo’, Al-maktabah Asy-syamilah
 Subulus Salam, Al-Imam Muhammad bin Ismail As-Shon’ani, Maktabah Dahlan.
 Ibanatul Ahkam, Hasan Sulaiman An-Nawawi dan Alawy Abbas al-Maliky, Darul Fikr, Beirut, 2002.
 Fiqih Sunnah, As-sayyid Sabiq, Darul Fath,Kairo, Tahun 1990.
 Shohih Fiqih Sunnah, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Pustaka Azzam, Jakarta selatan, cet. I, 2007.
 Bidayaul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, Ibnu Rusyd Al-Qurtuby, Darul kutub Al-Ilmiyah, Beirut, 2007.
 Tuhfatul Ahwadzi, Al- Maktabah Asy- Syamilah

No comments:

Post a Comment

La tansa