Tuesday, June 23, 2009

BAHAYA RIYA'

I. Pendahuluan
Segala puji bagi Allah  yang telah melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya kepada hamba-Nya, yang telah menjadikan manusia didunia agar mereka menyembah kepada-Nya dengan keikhlasan dan yang menjanjikan surga sebagai balasan bagi orang-orang yang beribadah dengan keikhlasan.
Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad  yang telah menyampaikan risalahnya kepada ummat beliau sebagai tuntunan dan pedoman dalam beramal, dan juga kepada para shahabat beliau serta ummat beliau yang senantiasa meniti jalan dan dakwah beliau.

Berbicara masalah hati adalah merupakan perkara yang sangat urgen bagi kehidupan seorang muslim terkait dengan ketidak diterimanya amalan, ataupun meskipun secara dhohir baik akan tetapi yang terdapat didalam hati malah sebaliknya yang akan mendatangkan murka dari Allah  . maka sebagaimana yang dikatakan imam Syafi'i dalam menerangkan hadits pertama dari hadits al-arbain an-nawawiyah yang dinukil oleh imam Musthofa Bugho, bahwa dia merupakan sepertiga dari ilmu, karena seseoranng itu akan mendapatkan pahala dari tiga perantara yaitu dengan hatinya , dengan lisannya dan dengan anggota badannnya.
Maka manakala hati itu baik dalam niatnya dengan diiringi amalannya tentu saja akan menghasilkan buah dari amalan tersebut, akan manakala hati itu rusak meskipun dia berbuat kebaikan akan tetapi dengan niatan yang keliru atau riya maka hilanglah amalannya. Maka untuk mengetahui lebih lanjut apa itu riya, bagaimana hukumnya, apa saja macamnya dan yang terlebih penting lagi cara untuk menghilangkan ataupun supaya terhindar dari perbuatan riya ini, akan penulis paparkan akan itu semua dalam makalah ini.

II. Pembahasan masalah
A. Definisi
1. Secara bahasa riya Riya’ adalah isim masdar dari kata رائى maksudnya adalah seseorang yang beramal agar amalannya dilihat oleh manusia. Masuk dalam kategori ini adalah seseorang yang beramal agar ia didengar oleh orang lain (sum’ah). Dalam sebuah riwayat Rasulullah  bersabda :
"من راء راء الله به ومن سمع سمع الله به"
“Barang siapa yang riya’ maka Allah akan memperlihatkannya dan barangsiapa yang sum’ah maka Allah akan memperdengarkannya.”
2. Adapun secara istilah riya adalah perbuatan seorang hamba dalam beribadah kepada Allah  namun dengan membagus-baguskan amalannya dan bersungguh-sungguh agar dilihat manusia,agar mereka memujinya dan menyanjungnya, seperti : dia adalah orang yang ahli ibadah, dia adalah orang yang rajin puasa , dia adalah orang yang zuhud dan dia adalah orang yang dermawan ataupun yang semisalnya.
Dalam artian dia beribadah tidak dengan keikhlasan kepada Allah  semata akan tetapi bersama-Nya pula dia meniatkan kepada manusia agar menyanjungnya dan memujinya.
3. Perbedaan riya' dan sum'ah
Riya’ adalah melakukan suatu amalan agar ia dilihat oleh manusia, sedangkan sum’ah adalah melakukan suatu amalan agar didengar oleh manusia. Maka riya’ berkaiatan dengan penglihatan mata sedangkan sum’ah berkaitan erat dengan pendengaran.Termasuk dalam pembahasan ini adalah menyembunyikan amalan untuk Allah dengan harapan diperbincangkan oleh orang lain. Dalam kitab Fathul Majid dijelaskan perbedaan riya’ dengan sum’ah yaitu riya’ adalah adanya amal yang diperlihatkan seperti shalat, sedangkan sum’ah karena ada amal yang diperdengarkan seperti membaca, memberi nasehat atau dzikir, menceritakan tentang amalnya juga termasuk sum’ah.

B. Dalil pengharaman
Dalam Al-Qur-an dan As-Sunnah banyak sekali di sebutkan dalil – dalil perintah agar seorang hamba beribadah dan beramal dengan keikhlasan dan melarang mereka serta mengancam mereka dari beribadah dan beramal dengan riya, diantara dalil-dali dari Al-Qur'an sebagai berikut:
• Adapun dari Al-Qur'an adalah:
        
" Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus " ( Q.S. Al-bayyinah: 5 )
Imam At-Thobari menyebutkan dalam kitabnya berkenaan dengan ayat ini bahwa Allah  memerintahkan kepda orang-orang yahudi dan nashoro dari ahli kita agar mereka beribadah kepda Allah  dengan keikhlasan, yaitu mengesakan dalam kethoatan kepada allah , tidak mencampurkan kethoatan mereka dengan kesyirikan. Akan tetapi orang-orang yahudi beribadah dengan kesyirikan dengan mengatakan Uzair adalah putra Allah , dan orang –orang nasharo mengatakan al-masih adalah putra Allah  serta mereka semua ingkar terhadap kenabian Muhammad .
         
  ••         
          
        
" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir " ( Q.S. Al-Baqorah : 264 )
Imam Al-Qurthuby dalam kitab tafsirnya tentang ayat ini menyebutkan bahwa shodaqoh akan hilang karena dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti ( perasaan penerima )dan tidak akan memberikan pahala bagi pelakunya. Dan juga shodaqohnya orang yang riya yang bermaksud dari shodaqohnya agar dilihat manusia, yaitu dengan menampakkan kepada mereka seolah-olah dia mengharapkan pahala dari Allah  padahal yang dia inginkan adalah sanjungan dari manusia ataupun masyhur dikalangan manusia bahwa dia adalah orang yang baik dan dermawan ataupun tujuan –tujuan yang lain tetapi hanya bersifat duniawi .
• Sedang dalil- dalil dari As-sunnah adalah:
ان رسول الله  قال : ان اخوف ما اخوف عليكم الشرك الاصغر, قالو: يا رسول الله
وما الشرك الاصغر؟ قال: الرياء يقول الله  لهم يوم القيامة إذا جزى الناس
بأعمالهم : اذهبوا الى الذى تراؤون فى الدنيا. هل تجدون عندهم خيرا
" sesungguhnya yang paling kutakutkan dari apa yang kutakutkan atas kalian adalah syirik kecil". Mereka bertanya:" wahai Rasulullah , apakah syirik kecil itu? beliau menjawab, "riya." Allah  berfirman kepada mereka pada hari kiamat, tatkala memberikan balasan amal-amal manusia,"pergilah kepada orang –orang yang kalian berbuat riya' didunia, apakah kalian mendapatkan kebaikan disisi mereka?"
( H.R. Ahmad )
عن ابي هريرة  قال: سمعت رسول الله  يقول : قال الله  : أنا أغنى
الشركاء عن الشرك من عمل عملا اشرك فيه معي غيري تركته و شركه"
Diriwayatkan dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullahn bersabda : “ Allah Ta’ala berfirman : “Aku adalah sekutu yang Maha Cukup, sangat menolak perbuatan syirik. Barang siapa yang mengerjakan suatu amalan dengan dicampuri dengan perbuatan syirik kepada-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan (tidak Aku terima) amal syiriknya itu,” (HR. Muslim).
Dua ayat dan dua hadits diatas kalau kita perhatikan menunjukkan kepada dalil tentang kesyirikan, karena memang riya adalah riya' kecil sebagai mana yang telah disebutkan diatas, dalam artian orang yang melakukan suatu ibadah sedangkan dia dalam kesyirikan maka amalan itu tidak akan diterima. Riya' dikatakan syirik kecil karena dia mensekutukan Allah  dalam tujuan niat untuk melakukan ibadah itu sendiri. Dan dalam dua hadits itu secara jelas disebutkan bahwa riya adalah merupakan kesyirikan, dan bagi orang yang melakukannya kelak dia tidak akan mendapat apapun diakhirat nanti. Dalam aplikasinya seorang hamba pada awalnya sudah membawa niat untuk riya' agar manusia melihatnya dan memujinya, supaya dia dikatakan sebagai orang yang ahli ibadah, sebagai orang yang ahli puasa dan sebagai orang yang dermawan ataupun yang semisalnya dan sampai akhir amalannya masih mempertahankan niatnya itu maka Allah  akan meninggalkan amalan itu dan tidak akan mamberikan balasan dari amalan tersebut bagi pelakunya.
Akan tetapi manakala seorang hamba melakukan suatu ibadah dengan niat keikhlasan pada awal niatnya kemudian pada pertengahan amalan setan membisikkannya akan niat riya dan dia mampu berlindung kepada Allah dan menghilangkan niat tersebut maka amalannya tetap diterima. Begitu juga sebaliknya sampai akhirnya dia masih mempertahankan niat riya'nya maka amalannya tidak akan diterima oleh Allah .

C. Pembagian riya
secara pengertian riya itu mencari kedudukan diantara manusia ataupun mencari sanjungan dan punjian diantara manusia, akan tetapi dalam praktek riya tersebut ada pembagiannya, sebagai manadisebutkan oleh syaikh Jamaluddin al-Qosimi ada lima bagaian yang kesemuanya mengacu kepada manipulasi dalam mencari kedudukan dan sanjugan dari orang lain:
1. Riya dengan anggota badan, seperti halnya menampakkan kesedihannya dalam masalah agama karena menyesali dosa-dosanya yang telah dia perbuat. Ataupun dengan menampakkan kusut rambutnya karena tidak sempat mengurus rambutnya lantaran kesibukannya dengan ibadah atapun menampakkan keringnya bibir dan lemasnya badannya lantaran dia orang yang sering puasa. Akan tetapi itu semuanya ia sengaja tampakkan terhadap manusia agar mengatakan kepadanya dia adalah orang yang ahli ibadah ataupun yang semisalnya.
2. Riya yang berasal dari perhiasan, seperti berjalan dengan suara keras, membiarkan bekas sujud diwajah, pakaian yang tebal dan indah, mengenakan kain wol, gambaran riya' lainnya adalah mengenakan pakaian tambalan dan kain berwarna abu-abu, agar dikira sejenis wol. Mereka riya' dalam masalah ini ada beberapa tingkatan . diantaranya mereka ada yang mengharapkan kedudukan tertentu dikalangan orang-orang yang baik, dengan memperlihatkan pakaian yang lusuh, agar dia dikira orang yang zuhud. Tingkatan lainnnya adalah mereka mengharap agar dapat diterima dikalangan oran g-orang yang baik dan sekaligus diterima dikalangan para pemuja dunia seperti raja , penguasa dan pedagang. Andai dia mengenakan pakaian yang mentereng, maka dia tidak akan diterima di kalangan orang-orang yang sholeh. Andaikan dia mengenakan pakaian yang lusuh, maka para penguasa dan orang –orang kaya akan merasa jijik terhadap dirinya. Mereka ingin memadukan antara orang-orang yang taat beragama dan pemuja dunia, dan berusaha agar bisa diterima kedua belah pihak.
3. Riya' dengan perkataan, riya'nya para pemeluk agama ialah dengan nasihat dan peringatan dengan maksud untuk berdebat, memperlihatkan kedalaman ilmunya dan perehatiannya dihadap orang banyak,memperlihatkan amarah saat melihat kemungkaran dihadapan orang banyak. Membaca Al-Qur'an dengan suara pelan-pelan sedangkan didalam hati tersimpan maksud agar dirinya dikira takut kepada Allah  dan lain-lainnya.
Sedangkan riya'nya para pemuja dunia ialah dengan menghadapkan syair-syair dan pura-pura fasih dalam perkataan.
4. Riya' denga perbuatan, seperti riya'nya orang yang memanjangkan bacaan saat berdiri ketika sholat, memanjangkan ruku' dan sujud serta menampakkan kekhusuan dan lain-lainnya . Begitu pula riya' dalam puasa dan haji, shodaqoh dan lain-lainnya. Sedangkan riya'nya para pemuja dunia ialah denga berjalan penuh lagak dan gaya, congkak, menggerak-gerakkan tangan, melangkah pelan-pelan yang semuanya dimaksudkan untuk menunjukkan penampilan dirinya.
5. Riya dengan teman dan orang –orang yang berkunjung kepadanya. Seperti memamerkan kedatangn ulama atau ahli ibadah kerumahnya, agar dia dikatakan bahwa dia termasuk orang yang ahli ibadah. Dan ini semuanya dilakukan agar mendapatkan ketenaran dan kedudukan dihati manusia.
D. Keadaan manusia ketika terjangkiti oleh riya'
Ibnu Rojab meyebutkan dalam kitanya bahwa manusia ketika terjangkiti oleh riya' ada pada dua keadaan, dan dengan mengetahuinya akan lebih waspada serta selalu instropeksi diri supaya tidak terjangkiti oleh riya':
1. Keadaan sebelum melakukan ibadah dia diganggu oleh setan dengan membisikkan " jangan beramal, ini perbuatan riya' agar manusia memujimu".
2. Kedaaan setelah melaksanakan ibadah kemudian datang kepadanya setan dan membisikan kepadanya agar dia menceritakan amalannya dengan maksud sum'ah. Maka hendaklah dia selalu mengingat Allah  dan berlindung kepada Allah  dari bisikan setan itu.
Akan tetapi setelah dia melaksanakan ibadah kemudian tanpa usahannya, kemudian orang lain memujinya dan menyanjungnya sedang dia merasa bahagia maka ini tetap tidak mempenaruhi amalannya. Karena semacam ini merupakan kebahagiaan yang disegerakan, dengan catatan terjadi setelah amalannya selesai.

عن ابى ذر قال : قيل لرسول الله  : أرأيت الرجل الذى بعمل العمل
من الخير , ويحمد ه الناس عليه ؟ قال: تلك عاجل تشرى المؤمن ( رواه مسلم )

Dari Abu dzar  berkata:" Rasulullah  ditanya tentang seseorang yang melakukan kebaikan kemudian manusia memujinya terhadapa malannya itu? lalu beliau menjawab: itu adalah kebahagiaan seorang mukmin yang disegerakan".( H.R. Muslim)
Dan seringkali seseorang setelah melakukan kethoatan dia merasa senang karena telah melaksanakannya, maka ini juga tidak membatalkan amalannya karena ini merupakan ciri-ciri dari orang yang beriman.
Sebagaiamana Rasulullah  dalam haditsnya:

عن أبي أمامة ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل : ما الإيمان ؟ فقال :
من سرته حسنته ، وساءته سيئته فهو مؤمن
Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah  ditanya:" Apa itu iman ? maka beliau bersabda:" Barangsiapa yang kebaikannya membuatnya dia gembira, dan kejelekannya membuatnya dia sedih maka dia adalah orang yang beriman. ( H.R. Hakim 1:39 )

E. Tingkatan-tingkatan riya
Pada dasarnya riya itu bersumber dari hati seseorang yang mengharapkan sanjungandan kedudukan didunia, akan tetapi dalam aplikasi riya'pun berbeda-beda tingkatannya dan dalam urutan ini yang paling atas lebih tinggai derajatnya dari pada yangdi bawahnya:
1. Yang paling besar resikonya adalah riya dengan keimanannya dalam artian dia beribadah hanya mengharapkan kedudukan dunia dan sanjungan dari manusia, maka in seperti halnya orang-orang munafik dalam beramal , mereka mengucapkan syahadat dan mengamalkan amalan-amalan wajib akan tetapi pada dasarnya mereka sangat bermalas-malasan dalam melaksanakannya, sebagaimana dalam al-Qur'an disebutkan:
       ••    
  
"dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." ( Q.S. An-Nisa' :142 )
2. Riya' dalam amalan-amalan wajib seperti sholat jum'at ataupun sholat lima waktu dan amalan-amalan wajib lainnya dengan mengamalkannya karena khawatir akan cercaan dari orang lain bukan karena kecintaan dengan amalan tersebut dan keikhlasan. Maka perbuatan semacam ini akan menjadikan takutnya seorang hamba tersebut terhadap manusia lebih besar dari pada takutnya dian kepada Allah, dan ini merupakan kebodohan dan pantas mendapatkan siksa dari Allah .
3. Riya' dengan amalan-amalan sunnah dengan bermalas- malas untuk mengamalkannya ketika dalam kesendirian, kemudian riya' tersebut merasuk dalam hatinya ketika mengamalkan amalan tersebut,seperti ketika mengunjungi orang sakit, ketika berta'ziyah, mereka mengamalkannya karena takut akan cercaan dan makian serta mereka mengharapkan pujian dari orana lain padahal Allah  mengetahui bahwa dia manakala dalam kesendirian dia tidak pernah mengamalkan amalan-amalan wajib dengan sempurna, maka riya' semacam ini termasuk perkara yang besar akan tetapi tidak sampai pada tingkatan riya' yang kedua.
4. Riya' dengan mengurangi dari ibadahnya, seperti mempercepat dalam sholatnya, akan tetapi kalau ada orang yang melihatnya maka dia memperpanjang sholatnya, memperpanjang ruku' dan sujudnya. Riya' semacam ini merupakan riya yang dilarang juga karena dia lebih mendahulukan niat kepada manusai daripada kepada Allah, dan jika orang yang melakukan semacam ini mengatkan :" Aku berbuat semacam ini hanya agar mereka tidak mengghibah saya". Maka katakan kepadanya :" ini adalah tipu daya setan untuk menjerumuskanmu kepada kesesatan".

F. Meninggalkan amal karena riya'
Merupakan realita yang seringkali terjadi pada diri manusia adalah keinginan seseorang untuk melaksanakan kebaikan akan tetapi terbesit pada hatinya agar tidak melakukannya supaya tidak ternidai oleh riya, maka hal semacam ini tidak terjadi pada seorang mukmin karena ini adalah gangguan dan bisikan dari setan. Akan tetapi hendaklah dia melaksanakan amalan yang diperintahkan amalan tersebut dan dia menyukainya serta dia senantiasa meminta pertolongan kepada Allah  kemudian bertawakkal untuk melaksanakannya atas dasar keihlasan dan dijauhkan dari riya'.
Syaikh Muhyiddin An-Nawawi mengatakan: tidaklah pantas meninggalkan dzikir dengan lisan kemudian hanya berdzikir dengan hati karena takut orang melihatnya dan mengarakan bahwa dia riya. Akan tetapi hendaklah melaksanakannya dengan lisannya dan hatinya kemudian dia ikhlaskan kepada Allah .
Fudlail bin Iyadl mengatakan : bahwa meningalkan amal karena manusia adalah riya' dan beramal karena manusai adalah syirik. Ibrahom An-Nakho'I mengatkan : jika setan datang kepadamu sedang engakau dalam keadaansholat dan dia berbisik kepadamu: engkau berbuat riua. Maka perpanjanglah sholatmua".

G. Bahaya riya'

وعن أبى هريرة مرفوعا قال الله تعالى : أنا أغنى الشركاء عن الشرك من عمل عملا
أشرك معى فيه غيرى تركته وشركه( (رواه مسلم)
Diriwayatkan dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullahn bersabda : “ Allah Ta’ala berfirman : “Aku adalah sekutu yang Maha Cukup, sangat menolak perbuatan syirik. Barang siapa yang mengerjakan suatu amalan dengan dicampuri dengan perbuatan syirik kepada-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan (tidak Aku terima) amal syiriknya itu,” (HR. Muslim).
Maksudnya barangsiapa meniatkan amal ibadahnya untuk makhluk selain Aku, maka Aku akan tinggalkan dia bersama sekutunya.
Ibnu Rajab rahimahullah berkata : “Ketahuilah bahwa amal untuk selain Allah ada banyak macamnya. Terkadang hanya riya’ murni, seperti perilaku orang-orang munafik sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
•          
  ••      
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (an Nisaa’ : 142).
Riya’ murni ini biasanya tidak akan terjadi pada diri seorang mukmin dalam menjalankan kewajiban shalat dan puasa, akan tetapi terkadang terjadi dalam sedekah yang wajib atau ibadah haji atau amal-amal lainnya yang zhahir atau amal-amal yang manfaatnya lebih banyak. Dalam masalah ini ikhlas adalah berat. Tidak diragukan oleh seorang muslim bahwa amalan seperti ini dapat menggugurkan ibadahnya, dan pelakunya berhak mendapatkan murka dan siksa dari Allah. Terkadang pula orang beramal karena Allah tetapi dibarengi dengan riya’. Jika riya’ itu mengiringi amalnya sejak niat awal, maka sesungguhnya perbuatan riya’ ini sama halnya meniatkan ibadah kepada sekutu-Nya, Banyak nash shahih yang menunjukkan kebatilannya.
Ibnu Rajab menuturkan bahwa Imam Ahmad berkata : “Pedagang, pekerja bayaran dan orang-oprang yang menyewakan pahalanya tergantung keikhlasan niat mereka dalam ikut serta berperang, dan mereka tidak seperti orang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya serta tidak mencampurkan jihadnya dengan yang yang lain.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bahwa ia berkata :
“Jika salah seorang diantara kamu telah bertekad untuk berperang, lalu Allah menggantinya dengan rezeki, maka tidak apa-apa dengan hal itu, adapun jika salah seorang diantara kamu jika diberi dirham ia berperang dan jika tidak diberi tidak berperang, dengan demikian tidak ada kebaikan dalam perbuatannya itu.”
Diriwayatkan dari Mujahid bahwasanya ia berkata tentang haji seorang pemandu unta dan haji pesuruh serta pedagang “itu sempurna tidak mengurangi pahala mereka sama sekali.” Maksudnya, karena tujuan mereka yang asli adalah haji itu,”
Ia berkata : “Adapun jika amal aslinya karena Allah  kemudian tiba-tiba ada niat riya’, dan dia berusaha untuk menghilangkannya, maka hal itu tidak membahayakannya.” Hal ini tidak diperselisihkan oleh para ulama. Namun jika ia terus membiarkannya, apakah riya’ itu menghapus amalnya ataukah tidak dan apakah ia mendapatkan pahala berdasarkan niat aslinya? Dalam masalah ini ada perbedaan diantara para ulama salaf. Imam Ahmad v dan Ibnu Jarir  memilih bahwa amalnya tidak bathil dengan adanya riya’ itu, dan pelakunya mendapatkan pahala berdasarkan niat aslinya. Ini riwayat dari al Hasan  dan yang lainnya. Dalam hal ini ada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dzarr  dari Rasulullahn, beliau ditanya tentang seseorang yang melakukan suatu amal kebaikan. Maka beliau bersabda : “ Itu adalah kabar gembira yang dipercepat bagi seorang mukmin.” (HR. Muslim).
وعن أبى سعيد مرفوعا : ألا أخبركم بما هو أخوف عليكم عندى من المسيح الدجــال ؟
قالوا : بلى يا رسول الله ! قال : الشرك الخفي. يقوم الرجل فيصلى فيزين صلاته لما
يرى من نظر رجل. (رواه أحمد).
Di riwayatkan dari Abu Sa’id secara marfu’, bahwa Rasulullah bersabda : “Maukah kalian aku beritahu tentang sesuatu yang menurutku lebih aku khawatirkan terhadap kalian daripada al Masih ad Dajjal ? Para sahabat berkata : Baiklah ya Rasulullah ! Beliaupun bersabda : “Syirik tersmbunyi, yaitu ketika seseorang berdiri melakukan shalat, dia pirindah slatnya itu lantaran mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya.” (HR. Ahmad).
Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dalam shahihnya dari Mahmud bin Labid, ia berkata : bahwa Rasulullah  keluar lalu bersabda : “Wahai orang-orang, jauhilah oleh kalian syirik tersembunyi.” Para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan syirik tersembunyi ? Beliau bersabda : “Syirik tersembunyi, yaitu ketika seseorang berdiri melakukan shalat, dia perindah shalatnya itu karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya, itulah syirik tersembunyi.”
Syirik Khafi disebut syirik tersembunyi karena pelakunya menampakkan bahwa amalnya karena Allah sementara tujuannya adalah selain Allah, atau ia menyekutukannya dalam amalan itu dengan membaguskan shalatnya karena –Nya.

H. Faktor-faktor pencegah riya'
Pada penjelasan diatas telah dipaparkan akan bahayanya riya' yang akan menggufurkan riya dan sangat merusak hari seorang mukmin, maka dengan semaksimal mungkin harus dihilangan dan selalu menjaga hari agar tidak terjangkiti oleh riya', adapun faktor-faktobar penghalang riya dan penawarnyaadalah:
1. Senantiasa meningkatkan keimanan kepada Allah  agar senantiasa mengharapkan balasan dari Allah dan menghilangkan niatan balasan dan penghargaan dari manusia, karena kekuatan iman merupakan salah satu sebab Allah melindungi hambanya dari bisikan setan dan dari ketundukannya terhadap hawa nafsu.
2. Membekali dengan ilmu syar'I, terlebih khusus lagi ilmu-ilmu agidah islamiyah agar menjadi penjaga baginya- denganizin Allah- daru fitnah-fitnah syubhat. Dan juga supaya lebih mengtahui keagungan Allah  serta lemahnya para makhluk-Nya. Maka dengan ini semua akan menghilangkan riya terhadap manusia dan menjauhi dari riya' serta agar mengetahui pintu-pintu masuknya gangguan setan dan menjauhinya.
3. Banyak- banyak mengembalikan semua usuran kepada Allah dan berdo'a kepada-Nya agar senantiasa melindunginya darikeburukan nafsunya dari dari kejelekan setan dan bisikannya. Dan agar memberikan kepadanya keikhlasan. Dan juga banyak-banyak berdzikir sesuai tuntunan syariat yang menjadi benteng dari keburukan hawa nafsu dan setan.
4. Mengingat balasan yang sangat besar diakhirat yang akan didapat oleh orang yang berbuat riya', yang paling dahsyat adalah akan mendapatkan bagian pertama kali orang yang merasakan api nereka diakhirat.
5. Selalu mengingat betapa hinanya dan bodohnya orang berbuat riya', karena denga hal itu dapat menghiangkan pahalanya yang akan menyelamatkannya dari adzab kubur, siksa hari kiamat dari api neraka hanya karena mengharapkan pujian dan sanjungan dari manusia serta mengharapkan kedudukan didunia. Maka dengan riya' tersebut akan mengundang keridoan dari manusia serta mendatangkan murka dari Allah, maka sebagamana yang di katakan oleh mam Malik ketika ditanya:
من السفلة؟ قال: من أكل بدينه
" Siapa orang yang hina ? beliau menjawab: orang yang makan dengan menjual agamanya"
6. Rakus terhadap hal-hal yang menghilangkan riya, seperti menyembunyikan ibadah yang bersifatmustahab dan menghilangkan riya ketika sadar bahwa dirinya terjangkiti oleh riya' , menjauhi berbincang-bincang dengan orang-orang yang senang menyanjung dan orang-orang yang senang beramal karena riya' dan yang semisalnya.
III. Penutup

Sedikit kami ulas kembali sebagai penutup daripembahasan ini dengan memaparkan beberapa kesimpulan dari rangkaian diatas,
Dari pemaparan diatas dapat kita ambil beberapa inti dan perlu kita camkan seara serius, karena ini semuanya terkait tidaknya amalan yang telah kita laksanakan. Dan juga kita harus senantiasa menjaga diri dan hati agar tidak terjangkiti oleh penyakit riya' ini, karena pelakunya akan dijanjikan dengan ketidak terimanya amalannya dan pasti tidak mempunyai bekal menuju kehidupan yang bahagia dari amalannya itu, alangkah ruginya dan menyesalnya kelak oang yang seperti ini, wal iyyaadzu billah.


No comments:

Post a Comment

La tansa